Part 7 : Cemburu

5.6K 189 1
                                    



Pertandingan bola basket antar sekolah berlangsung seru. Masing-masing tim menunjukan kebolehannya dalam mengumpulkan poin, mereka bekerja keras untuk mendapatkan kemenangan. Dan di menit-menit terakhir tim sekolah kami yang digawangi kak Ilham dan kawan-kawannya, akhirnya mengungguli lawan-lawannya, mereka berhasil mencetak poin tertinggi dan berhak meraih juara pertama.

Para pendukung dan pemandu sorak pun bersorak gembira merayakan kemenangan ini, dari kejauhan aku memantau gempita pesta keberhasilan tim sekolah. Aku hendak memberikan selamat kepada Kak Ilham, namun seketika itu aku langsung mengurungkan niatku saat kedua mataku ini melihat Kak Okta yang bergelayutan di pundak Kak Ilham. Dia nampak sumringah bersorak-sorak bahkan tanpa segan memeluk tubuh Kak Ilham di depan teman-teman yang lainnya.

''Dasar perempuan murahan ...'' gerutuku dalam hati seraya memalingkan mukaku dan segera pergi meninggalkan arena pertandingan, dengan perasaan dongkol aku bergerak menuju ruang UKS, karena kebetulan hari ini adalah piketku untuk menjaga ruang UKS.

Di ruang UkS, aku gelisah dan cemas, rasa kesal dan cemburu masih meyelimuti hatiku. Aku mondar-mandir tak jelas di ruangan yang hanya selebar 3x4 m ini, aku tidak tahu harus bersikap bagaimana untuk menghilangkan rasa kesal yang cukup menyesakan jiwa ini.

Tok ... Tok ... Tok!!!

Terdengar pintu ruang UKS diketuk dari luar.

''Masuk!'' sahutku, dan sejurus kemudian muncul Kak Delon, dia salah satu tim Basket sekolah, cowok tinggi dan putih ini berjalan agak pincang karena kakinya cedera.

''Kak Delon ... ada yang bisa saya bantu, Kak?'' ujarku.

''Aku membutuhkan obat merah, apakah kamu bisa menolongku?'' jawab Kak Delon sambil duduk di tepi ranjang UKS.

''Oke, sebentar ... aku ambilkan, Kak ...'' Aku bergegas meraih kotak P3K dan mengambil kapas serta obat merahnya, lalu dengan gesit aku mengoleskan obat ini ke lutut Kak Delon yang terluka.

''Terima kasih ya, Dek ...'' ungkap Kak Delon setelah aku bantu mengobatinya, kemudian dengan berjalan agak pincang dia pergi meninggalkan ruangan ini.

''Kak Delon!'' seruku menahan langkahnya.

''Ada apa, Dek?'' sahut Kak Delon dengan menoreh ke arahku.

''Jika masih ada yang cedera ... suruh datang ke sini aja, Kak ... biar aku bantu mengobatinya!''

Kak Delon mengangguk dan mengangkat alis matanya, lalu dia melanjutkan langkahnya yang masih terlihat kesakitan.

Ketika Kak Delon sudah menghilang dari pandangan mataku, aku kembali duduk di ruang UKS sendiri, aku bengong dan membayangkan kejadian di tengah lapangan tadi saat melihat tingkah Kak Okta yang kelewat centil terhadap Kak Ilham.

''Bayu ... Bay ...'' celetuk seseorang membuyarkan lamunanku.

''Ka-kak Ilham ...'' Aku tersentak kaget, karena di hadapanku sudah ada sosok Kak Ilham, dia menatapku dengan sorot mata yang bingung. Aku menunduk dan memalingkan mukaku dari pandangannya.

''Kamu kenapa, Bay?'' Kak Ilham mendekati aku dan berusaha memegang lenganku, namun dengan pelan dan halus aku menghalau tangan Kak Ilham.

''Ti-tidak ... a-aku tidak apa-apa!'' jawabku dengan sedikit gagap.

''Aku perhatikan dari tadi sikap kamu itu aneh, Bay ...''

''Aneh kenapa? Mungkin itu perasaan Kakak saja, kali ...'' sahutku ketus.

''Kamu sebenarnya ada apa sih, Bay?''

''Sudah aku bilang tidak apa-apa, Kak!''

''Bayu ...'' Kak Ilham mencengkram bahuku dengan sangat kuat, ''katakan ada apa?!'' imbuhnya dengan suara yang agak tinggi hingga naik beberapa oktaf. Aku hanya terdiam dan memalingkan mukaku.

''Oke ... sekarang aku tanya, kenapa kamu kalau hari senin selalu pakai topi saat upacara?''

''Ya, biar gak dihukum, Kak ... Kakak ini apain, sih? Kok pertanyaannya aneh!''

''Nah, gitu dong, kalau aku tanya kenapa? Kamu jawab alasannya ... jangan jawab tidak apa-apa ... bagaimana bisa aku tahu ... aku salah apa sama kamu ... kalau kamu tidak mau jelaskan kepadaku!''

"A-aku pengen ... pu-putus aja sama Kak Ilham ...''

''Apa!'' Kak Ilham membelalakan matanya, ''kamu tidak salah ngomong 'kan, Bay?'' lanjutnya masih dengan ekspresi yang nampak terkejut.

''Tidak ...''

''Aneh kamu, tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba minta putus!''

''Oke, Kak ... aku mau tanya ... ada hubungan apa Kakak dengan Kak Okta?''

''Hehehe ...'' Kak ilham jadi nyengir, ''lucu ... kamu cemburu ya, Bay?'' imbuhnya.

''Aku dengar Kakak pacaran sama Kak Okta, apa itu benar?''

''Iya, benar, tapi itu dulu, sekarang ... dia hanya mantanku!''

''Mantan?'' Aku mengernyit.

''Iya ... Cuma mantan, paham kamu!''

''Ta-tapi ...''

''Tapi kenapa, Bay?''

''Kak Okta kelihatanya dekat banget sama Kakak ... dan Kakak nampak senang dan bahagia bareng dia!''

''Ya ... tapi aku sudah putus, dan aku cuma menganggap dia hanya sebagai teman saja, tidak lebih!''

''A-aku tidak percaya ...''

''Sumpah, Bay ... aku tidak ada hubungan apa-apa lagi sama Okta, please percayalah!''

''Kalau tidak ada hubungan apa-apa, kenapa Kakak membiarkan tangan Kak Okta gelendotan di pundak Kakak?''

''Bayu ... kamu cemburu, ya?''

''Iya ... aku memang sedang cemburu, Kak! Dan itu karena aku sangat mencintai Kakak ...''

Kak Ilham jadi terdiam, pandangannya mendadak nanar menatap bola mataku yang sudah mulai berkaca-kaca.

H O r M O nTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang