Part 3 : Jadian

8.3K 230 18
                                        

Setelah peristiwa yang terjadi di tenda pada malam itu, aku benar-benar sangat marah, aku tidak pernah membayangkan kalau aku akan ditaksir oleh seorang homoseksual seperti Kak Ilham. Padahal sejauh ini perilaku Kak Ilham biasa-biasa saja, tidak ada tanda-tanda kalau dia memiliki orientasi seksual yang melenceng, badannya tegap, pembawannya tegas dan tak sedikit pun ciri-ciri cowok maho dalam dirinya. Sehingga aku kaget saat dia mengatakan suka dan cinta padaku.

Bagaimanapun aku adalah cowok yang masih normal, dan cowok normal pasti akan bereaksi sama bila mendapatkan ungkapan perasaan cinta dari seorang laki-laki homo. Jijik dan muak itu sudah pasti. Dan gara-gara inilah, aku mendiamkan Kak Ilham. Selama dua minggu aku tak pernah bertutur sapa dengannya, tetapi selama itu pulalah aku merasakan ada sesuatu yang hilang. Hari-hariku yang dulu menyenangkan bersama Kak Ilham kerap menghampiri lamunanku, perhatian dan kasih sayang dari dia seperti medan magnet yang membawaku pada sebuah kerinduan. Aku jadi merasakan kesepian. Aku kangen dengan sosoknya, dan rasa kangen ini sungguh mencabik-cabik seluruh bagian batinku. Aku tidak tahu, apakah sebenarnya dalam hati nuraniku terdapat rasa yang sama terhadap Kak Ilham, apakah aku diam-diam mencintainya juga?

__Ah ... tidak, aku tidak mau jadi gay, tetapi aku tidak bisa membohongi persaanku sendiri ... bahwa aku memang menyimpan rasa itu. Akan tetapi, aku berusaha mengelak dan menyingkirkan jauh-jauh perasaan nyeleneh ini.

''Bayu ... aku mau ngomong sama kamu!'' ujar Kak Ilham ketika di sebuah perpustakaan waktu jam istirahat. Aku melirik tajam ke wajah Kak Ilham, aku melihat ada sorotan mata serius pada pancaran bola matanya yang bening seperti kristal.

''Mohon ... ikuti aku!'' lanjut Kak Ilham seraya menyentuh tanganku. Namun dengan cepat aku menepisnya. Dia menghela napas dalam dan menatapku dengan tatapan penuh permohonan, lalu dia bergerak perlahan meninggalkan perpustakaan. Entahlah ... seperti dihipnotis aku diam-diam membuntutinya.

Aku terus berjalan di belakang Kak Ilham dengan mengatur jarak yang agak berjauhan. Ketika tiba di sebuah toilet yang suasananya sangat sepi, Kak Ilham berhenti. Dia memeriksa seluruh ruangan sambil menengok ke kanan dan ke kiri untuk memastikan bahwa tak ada orang lain di tempat ini, selain kami berdua.

''Ada apa, Kak ... kenapa Kakak membawa aku ke tempat ini?'' Aku memulai membuka suara.

''Aku cuma mau ngomong serius sama kamu ...''

''Ngomong saja, Kak!''

''Kamu masih marah sama aku, Bay?''

Aku terdiam dan merunduk.

''Katakan ... apa kamu masih membenciku?''

Aku masih tertunduk dan tak tahu harus berbuat apa.

''Apakah aku salah, jika aku mengungkapkan perasaanku terhadap orang yang aku sayangi, bahwa aku mencintaimu dan aku ingin kamu jadi pacarku?''

''Cukup ... jangan diteruskan!'' Aku mengangkat mukaku dan menatap tajam ke arah Kak Ilham, ''aku muak mendengarnya, cuiihhh!'' imbuhku sambil membuang ludah di depan Kak Ilham.

''Munafik!'' timpal Kak Ilham geram, lalu dengan sigap dia menarik tengkukku dan mendekatkan kepalaku ke depan mukanya. Sejurus kemudian dia mencium bibirku dan melumatnya dengan penuh nafsu.

Aku ternganga dan makin tak percaya, untuk beberapa detik aku merasakan betapa lembutnya bibir Kak Ilham menempel di bibirku, hingga aku terhanyut dan terbawa arus oleh ciuman Kak Ilham yang kelewat frontal ini. Tak dapat dimengerti, apa yang terjadi padaku, di luar kendaliku, aku menggerakan bibirku dan membalas lumatan bibir Kak Ilham. Sadar mendapatkan sambutan dariku Kak Ilham langsung melepaskan ciumannya dan mendorong tubuhku ke tembok.

''Tanyakan pada dirimu ... apakah kamu tidak memiliki rasa sedikit pun terhadapku?'' ujar Kak Ilham masih dengan nada geram. ''Jika benar kamu tidak mempunyai perasaan itu ... aku rela untuk mundur ... dan tidak akan mengganggumu lagi!'' tandasnya tegas sambil memalingkan muka dan berjalan meninggalkan aku.

''Kak Ilham!'' seruku menahan langkahnya, dan seketika itu juga Kak Ilham menghentikan langkahnya dan menoleh ke arahku.

''A-aku mencintaimu ... aku juga menyayangimu, Kak!'' Bibirku bergetar, jantungku berdebar-debar. Kak Ilham jadi tersenyum simpul, matanya berkaca-kaca dengan tatapan bola mata yang berbinar-binar.

''A-aku mau jadi pacarmu!'' imbuhku, dan Kak Ilham segera mendekati aku dan mendekapku dengan pelukan yang sangat erat.

Hari itu aku dan Kak Ilham menjadi sepasang kekasih. Kami berjanji untuk saling menyayangi dan saling mencintai. Namun kami merahasiakan ini dari siapa pun. Cukup kami dan Tuhan saja yang tahu.

H O r M O nTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang