chapter 2

609 60 12
                                    

Lagi-lagi, sebuah dering nyaring memekang telinga berbunyi tidak tahu waktu. Akankah setelah ini ia harus menyabotase bunyi bel pintu? Bahkan kabel telepon belum sama sekali di kembalikan kesemula.

Bagaimana kalau kliennya menelpon?

Tidak, tidak!

Memikirkan itu bukan saat yang tepat, masalah hubungan dengan klien masih bisa lewat e-mail, atau barangkali melalui blog pribadinya.

Ino memposisikan tubuh lelahnya untuk segera duduk dan menyempatkan diri melinik jam di atas meja di samping ranjangnya. Masih subuh, tidak! Dini hari rupanya.

Jadi, siapa gerangan orang sinting yang memencet bel?

Gadis itu mendecak, sebelum beranjak menuju pintu utama apartemen tua miliknya. Tidak perlu repot-repot menyalakan lampu karena Ino sudah hapal betul isi rumahnya, hanya saja ia tidak jamin kalau-kalau ada botol atau semacamnya berserakan di lantai sebagai pemicu tersandung. Sudahlah Ino tidak perduli, yang penting siapa yang mengetuk, sudah cukup. Toh Ino tidak akan kemana-mana.

Mata gadis itu bergerak, usai mendekati lubang berkaca yang menempel di daun pintu. Tidak mendapati siapapun, Ino sontak berasumsi jika orang isenglah pelakunya. Tetapi, mengingat apartemen tua ini sudah hampir kosong──yang hanya di huni oleh dirinya dan nenek tua itu, Ino mendadak dibuat merinding.

Sial, orang iseng mana yang mau berbuat demikian di tengah malam begini?

Lalu mengapa bulu kuduknya merinding hanya karena pikiran yang melayang ke arah-arah sana. Ah, sial.

Sementara Ino terbirit-berit kembali kekamar dan memenjarakan diri dalam selimut tebal, di luar sana... Naruto sedang cekikikan seperti hantu sungguhan.

Lelaki itu tengah kesulitan tidur karena bangunan apartemen tua itu tidak menyediakan mesin pendingin. Salahkan Sasuke yang memutuskan untuk menggunakan sementara salah satu apartemen tua tersebut untuk tinggal. Niatnya jelas untuk mengintai gadis itu dan berharap melihat batang hidungnya kemudian mengajak negosiasi sehat.

Padahal sudah ada cara kotor.

"Hentikan."

Naruto sudah hendak memencet kembali bel pintu milik gadis itu jika suara tidak berintonasi Sasuke terdengar mengancam di telinganya.

"Siapa tahu dengan begini gadis itu keluar?" Naruto menyengir usai berkata demikian.

"Kau hanya akan membuatnya takut."

Lelaki pemilik iris sekelam malam tanpa bintang tersebut lantas menyeret paksa Naruto menuju apartemen tepat di sebelah milik si gadis. "Lain kali kalau kau membuat keributan lebih dari ini, kutendang kau."

Naruto merasa suram sementara, sebelum menarik diri dan menatap Sasuke sebal. "Ya, ya, tuan bos. Hanya jangan lupakan kemungkinan untuk kemenangan. Walau sekecil apapun prekuensinya."

Sasuke terdiam, ia hanya memandang sedetik punggung Naruto yang melenggan lebih dahulu tampa niatan menyahut.

Entahlah, rasanya kalau hanya cara sederhana tidak akan mempan.

xXx

Ketika fajar menyambut, Ino mengutuk dirinya sendiri karena tidak mampu tertidur barang sedetikpun usai insiden bel tadi malam. Padahal, segala macam cara sudah di lalukan demi pengalihan pikiran. Bayang-bayang makhluk berwajah jelek itu kian menyerang benak ketika ia memaksa terpejam. Apalagi, rasa horor yang makin menjadi-jadi mendapati fakta jika makhluk itu nampu memencet bel.

Mengerikan.

Ino mendadak pucat pasi.

Gadis itu lekas-lekas meraih ponsel demi memanggil jasa reparasi listrik, ia ingin segera mengenyahkan bel pintu.

A R O M ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang