Chapter 8

381 60 13
                                    

A R O M A

Ino mendikte dalam hati apa saja yang terpampang dalam monitor yang baru saja selesai ia tulis. Gadis itu mengingat, jika semua jadwal yang ia masukkan merupakan kesepakatan yang sudah disetujui sejak kemarin. Sebenarnya, tiga klien sudah cukup. Tetapi, demi kesegeraan, ia harus mencari setidaknya lima atau mungkin tujuh klien.

Gadis itu melipat laptopnya setelah memastikan semua tersimpan dan memilih untuk berdiam diri dengan punggung menempel di sandaran sofa. Irisnya menilik kesamping kanan, kemudian mendesah sebal. Ini hari ketiga ia berada di rumah lelaki Uchiha—di hitung sejak malam itu, dan ia masih tidak berdaya untuk bekerja.

Kata dokter klinik tusukannya tidak terlalu dalam, mungkin beberapa hari sudah bisa digunakan.

Ia mendesah lagi, lalu pikirannya melayang kesana kemari. Ino memikirkan kembali apa yang ia ingat tentang ucapan ibunya. Rasanya itu lumayan beresiko dan belum tentu keberhasilannya, apalagi, sudah sekian tahun berlalu dan apakah orang itu masih hidup atau tidak Ino tidak tahu.

Gadis itu adalah pengingat yang lumayan baik, ia masih mengingat tempat yang di ucapkan ibunya meski usianya baru sekitar empat tahun kala itu, belum lagi ia masih mengingat jalan pulang—ketempatnya berasal.

Tempat itu ya ...

Ino mengingat lagi tentang pepohonan rimbun dan semak tinggi serta hasil pangan yang tinggi. Ia tidak bisa melupakan satu buah strobery tanaman pertamanya yang asam karena belum masak.

Ah ... Ino hampir lupa ternyata ia juga memiliki kenangan manis.

"Kau tersenyum seperti orang sakit."

Gadis itu terkejut—sejujurnya, berterimakasih pada pengendalian diri dan tingkah acuh dengan sekedar melirik asal suara.

"Aku memang sakit." Sahutnya datar.

Naruto mengangkat bahu, kemudian duduk di hadapan si gadis selagi meletakkan sebuah kantung plastik hitam."Oke, kau menang."

Ino mengacuhkannya, gadis itu memilih berdiam dengan kepala menengadah.

"Bagaimana kabarmu?" Naruto mencoba membuat sebuah obrolan.

"Baik."

Lelaki itu meringis, ia mengalihkan pandangan pada Sasuke yang kini berjalan mendekat setelah berganti baju.

"Sudah makan?" Tanya Naruto kembali.

"Sudah."

Dan lelaki itu kebingungan membuat sebuah percakapan kembali.

Lain halnya dengan Sasuke, lelaki itu malah sibuk dengan stik PS dan pilah memilah permainan yang akan dimainkan.

Sedang Ino merasa tidak perduli, malam membuatnya mengantuk tapi ia belum ingin tidur. Matanya melirik sedikit Naruto yang asik membongkar kantungnya lalu beralih pada Sasuke yang juga sepertinya sibuk dengan benda dalam genggamannya.

"Kau suka soda?" Naruto mengulurkan sekaleng untuk Ino, gadis itu mengangkat alis selagi menerima.

"Terima kasih." Gadis itu melirik botol yang berjejer di atas meja. "Kau tidak berpikir untuk mabukkan?"

Naruto menggeleng, "sesekali kami melakukan ini," lalu menunjuk monitor yang menyala. "Untuk taruhan kalah main game."

"Dan Naruto selalu berakhir di lantai karenanya." Sasuke menimpali tanpa menoleh.

Gadis itu mengangguk-anggukkan kepala, ia melirik Naruto dengan tatapan dasar payah lalu beranjak duduk di lantai dan meletakkan laptopnya di meja. Ia membuka benda itu lagi dan sedikit mengerut melihat sebuah e-mail yang sepertinya terlambat ia sadari.

A R O M ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang