Chapter 16

703 39 28
                                    

A R O M A

.
.
.

Biasanya, jika hari menyenja, kemudian langit di atas sana menghitam, sedikit banyaknya Ino akan merasa ketakutan. Sejauh yang Ino tahu, itu adalah waktu terbaik mereka. Untuk beberapa alasan, dan mungkin juga karena susana yang berbeda, Ino tidak merasakan apapun selain penyesalan—yang memang sudah mengganjal sejak ia datang.

Gadis itu menengadah, langitnya seperti hampir tidak bisa memuat seluruh bintang. Jauh berbeda dengan suasana kota. Yah ... Meskipun Ino tidak sekolah, ia bukan tidak tahu mengapa demikian. Oh ayolah, Ino hanya sekedar ingin membandingkan.

"Nona benar-benar kembali."

Meski tidak benar-benar terkejut, Ino sempat akan menyemburkan umpatan. Gadis itu menoleh, sebelum menjawab. "Aku harus." Ujarnya, diselingi senyum kecil.

Sai, lelaki berkulit pucat dengan iris sekelam malam mengatup bibirnya usai mendengar jawaban. Ia cukup lama terdiam sebelum melangkah lebih dekat dan memberikan atensi untuk langit yang sudah gelap. "Apakah ... Benar-benar harus?"

Ino tidak langsung menjawabnya, melainkan semakin melengkungkan bibir selagi mengikuti arah pandang Sai. "Kamu seharusnya mengatakan jika aku sudah terlalu terlambat di sini."

Sai menatapnya. "Itu ... Tidak seperti itu."

"Lahan sudah hampir berubah tandus, bahkan sudah ada puluhan pengganti ditambah keluargaku." Ino menurunkan pandangannya, "akan ditambah satu lagi, jika aku tidak kembali. Menurutmu ... Apakah itu tidak seperti itu?" Ino balik menatapnya.

Sai tidak menjawab. Membiarkan keheningan membelai keduanya melalui angin malam.

Ino terlebih dahulu membuka suara. Ia memanggil, "Sai."

"Mn?"

"Mengapa kalian tidak mencari ku?"

Ino hanya memiliki rasa penasaran. Melihat seberapa menderita penduduk desa dan seberapa kelaparan makhluk itu sejak ia tinggalkan. Tidak bisa dianggap mudah kalau nyawa orang lain yang menjadi penggantinya. Bahkan berladang sudah hampir tidak ada gunanya.

Yang ia tahu, hanya seseorang yang merawatnya yang mendapatkan konsekuensi. Itupun ia ketahui baru setelah Asuma dan Sasuke. Kemudian, setelah ia mengetahui ada konsekuensi lain melalui nenek, ia jelas mempertanyakan alasan mengapa hal ini dibiarkan terlalu lama ... dan kejam.

"Mereka mengharapkan mu bahagia."

Ino tersentak, saluran napasnya terasa menyempit usai mendengar jawaban ringan dari mulut Sai. 

Sai melanjutkan. "Kalian sudah menanggung beban yang berat. Nenek mengatakan tidak memiliki bantuan lain selain menyelamatkanmu." Lelaki itu memiliki senyum diwajahnya. "Dipikirkan bagaimanapun, itu memang benar adanya."

Ino menggeleng, merasa tidak percaya. "Kamu paham artinya membunuh seseorang? Keturunan kami bahkan sudah membunuh ratusan bahkan mungkin ribuan orang sejak perjanjian! Dan kalian menyebutkannya sebagai penderitaan bagi kami? Lalu bagaimana dengan para tumbal?!"

"Mereka menginginkannya." Sai tidak mengatakan hal lebih, beranggapan Ino mungkin paham apa maksud lelaki tersebut dan berhenti menyalahkan diri sendiri.

Namun tidak demikian, Ino terlalu marah untuk beranggapan apa, dan seberapa besar benarnya ucapan Sai.

"Bagaimana jika tumbalnya sepertiku? Terlalu takut mati hingga kabur dan bahkan berharap untuk tidak dilahirkan sekalipun jika hanya hidup untuk menjadi tumbal." Ino menghela napas, mengurangi rasa sesak napasnya. "Sai, kamu ... Mengapa tidak membenciku?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 22, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A R O M ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang