Chapter 4

500 64 9
                                    

Ino menilik barang yang akan di bawanya dengan seksama. Ada beberapa kertas dalam sebuah amplop portofolio berwarna cokelat, lalu tas gendong berisi cemilan dan kebutuhan lain seperti bedak, gincu, parfum, serta komputer jinjing hingga pengisi dayanya. Sedang ponsel ia masukan dalam kantung jaket berwarna hitam dengan aksen abu-abu yang ia kenakan sebagai pelapis baju terusan lengan pendek selutut berwarna gading.

Gadis itu kemudian mengalihkan atensi keberbagai penjuru apartemen miliknya dengan raut yang sulit untuk di artikan. Beragam pikiran berkecamuk dalam benaknya. Ada rasa tidak rela, ada rasa takut, hingga rasa ingin mengamuk.

Setelah ini, mungkin berpikir kembali ke rumah ini akan jadi mustahil untuknya. Terlebih di luar sana alat berat sudah siap-siap bertempur untuk meratakan bangunannya.

Menghela napas panjang, gadis itu memperbaiki jepit rambutnya yang melorot karena sempat di acak tangannya sendiri, tanpa perduli ikatan rambut yang berantakan dan tentu juga minta di perhatikan. Ia lantas melampirkan tas gendongnya kebahu dan meraih map sebelum beranjak keluar dari kamar.

Si Namekaze dan Uchiha itu sudah menunggunya di depan pintu, entah apa yang mereka pikirkan untuk membawa mobil box besar di samping jalan sana. Sebenarnya siapa juga yang meminta bantuan? Toh Ino bukan sedang dalam acara pindahan pada umumnya.

Ino memutar kenop dan membuka pintunya bersama raut datar dan mata berkantung serta lingkaran hitam yang menakutkan. Ia terkejut ketika Naruto menarik tasnya hingga membuka pintu apartemen gadis itu lebar-lebar.

"Mana barang bawaannya?" Tanya Naruto bernada heran.

Sedang Sasuke hanya menatapnya dengan raut datar, meski sedikit menunjukan rasa heran.

Ino lantas menunjuk tas gendong yang terlapir di punggung dan mengangkat amplop di tangannya yang lain.

"Hanya itu?" Naruto sedikit berteriak selagi menahan keterkejutannya. "Bahkan di acara perkemahan kau harus membawa tas besar, dan hari ini kau pindahan hanya dengan sebuah amplop dan tas gendong kecil seperti itu. Kau sudah tidak waras? Kami tidak menyediakan properti pengisi rumah asal kau tahu nona." Nada sebal lelaki itu di iringi suara yang lumayan keras.

Sedang Ino hanya mengangkat bahu. Ia membalas dengan nada datar namun terasa sengit. "Yang pindahan aku, bukan kau."

Naruto menepuk jidatnya keras, menatap Sasuke untuk meminta pembelaan, tetapi yang di tatap hanya menyunggingkan sebuah senyum miring.

Lelaki bersurai pirang tersebut hanya mampu menghela napas, merasa jengkel sekaligus sedih. "Lalu semuanya akan di ratakan saja, begitu maumu?"

Naruto mengingat betapa banyaknya koleksi langka yang sangat sulit di dapatkan di dalam sana.

"Ya, seperti itulah." Sahut Ino tanpa perubahan nada.

"Boleh kupungut beberapa?" Nada bicara Naruto lebih mirip seperti kucing kelaparan yang meminta makan setelah sekian lama.

Sedang Ino terdiam, nampak menimbang-nimbang dan berakhir dengan gelengan kepala.

Gadis itu melangkah lebih dulu, di ikuti Sasuke yang mendadak terkekeh kecil. Ia tidak tahan untuk tidak mnertawakan Naruto yang sudah seperti orang sinting bersama tatapan putus asanya.

"Kau ingin tinggal dan mati di tindih reruntuhan?" Ejek Sasuke tanpa melihatnya.

>><<

"Kita naik mobilku saja." Ujar Sasuke, sementara di balas anggukan oleh Ino dan napas berat oleh Naruto.

Mereka tengah menaiki elevator. Ketiganya hanya sibuk bersama urusan masing-masing, Ino yang bermain ponsel, Sasuke sama saja, dan Naruto yang sepertinya masih sedikit terguncang.

A R O M ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang