Chapter 5

490 51 12
                                    

Sasuke membuka pintu mobil ketika Naruto sudah berada tidak jauh dari posisi tubuhnya. Lelaki itu melirik sedikit sahabat pirangnya sebelum memilih mengabaikan raut bodoh yang terus menerus berkerut seperti tengah melupakan sesuatu.

"Sasuke," Naruto berkata saat Sasuke hendak menutup pintu mobil. "Rasanya aku meninggalkan sesuatu."

"Ambil dan cepat kembali." Lantas Sasuke menjawab cepat, karena memang ia sudah merasa bosan, dan ingin segera pulang.

"Bagaimana ya, aku ..." Naruto menengadah, dengan tatapan menuju kearah jendela kaca apartemen lamanya yang masih tertutup gorden.

"Kau melupakan apa yang tertinggal?" Tanya Sasuke dengan kelopak menyipit.

Naruto tidak lantas menyahut, ia nampak berpikir dan terus merasakan jika ia memang sepertinya melupakan sesuatu atau barangkali ada hal yang harus di selesaikan sebelum pergi. Makadari itu, ketika gorden kebiruan yang menutup hampir seluruh permukaan jendela berkibar, Naruto lantas berbalik dan melajukan kakinya untuk segera menuju apartemen miliknya.

Rasanya ... mendadak ada sesuatu yang mengganjal lebih dari sebongkah batu di sela pintu.

Menghela napas singkat, Sasuke membiarkan lelaki itu dan memilih masuk kedalam mobil dan berdiam diri. Pikir Sasuke, mungkin Naruto tengah meninggalkan hartanya—celana dalam, atau barangkali hal-hal memalukan untuk kaum adam lainnya.

Tapi, untuk beberapa alasan rasanya Sasuke merasa sedikit resah.

___________________________________________

Tidak memerlukan banyak waktu untuk sampai, Naruto sudah terbiasa dengan hal semacam tergesa-gesa karena kebiasaannya yang sudah mendarah daging—kesiangan.

Lelaki itu segera mengetik kombinasi angka-angka untuk membuka pintu. Ia terlalu memikirkan perasaan tidak enak dan memilih menerobos tanpa permisi. Tidak mungkin juga Ino sedang telanjang atau sejenisnya karena baru beberapa menit mereka berpisah.

Langkah membawa lelaki itu menuju dapur, naluri berkata Ino masih berada di sana, dan mungkin Naruto akan terlihat amat sangat konyol karena muncul mendadak setelah beberapa menit berpisah.

"Ino, kau ..."

Kelopak Iris sebiru angkasa lelaki itu melebar seiring langkah kakinya yang terhenti seketika. Tubuhnya bergetar mendapati mantan dapurnya yang sudah tidak berbentuk lagi.

Kursi-kursi, meja yang terjengkang, peralatan memasak dan bahkan peralatan makan ... semuanya tengah berhamburan di sana-sini.

Terlebih ... Tubuh ramping yang terpental di balik meja.

Srekk..

Bunyi benda bergesekan pelan di permukaan lantai di balik meja kayu mengubah atensi Naruto. Ia melihat dengan jelas Ino baru saja terkapar setelah terpental di sana, tapi tidak mampu bergerak untuk segera menolong karena merasakan tekanan kuat dari arah yang sama. Walau sedang di landa keterkejutan yang bahkan membuatnya hanya mampu tersungkur di permukaan lantai, Naruto masih merasa waras ketika mendapati tubuh gadis itu seperti sedang di tarik dari bagian kakinya—membuat kepala gadis itu semakin tertelan di balik meja.

Ini semua bukan halusinasi. Lagipula bagaimana caranya gadis itu bisa terpental?

Naruto ingin berteriak, tapi tubuhnya seperti tidak mengijinkan. Ia hanya terus bergetar ketakutan, tanpa tahu apa yang membuatnya merasa teramat demikian, karena ia tidak melihat apapun di sana.

Sampai suara derap langkah santai merebak dalam ruangan berbeda namun dalam lingkup yang sama menetralisir segelanya.

Mungkin terdengar lebih konyol lagi ketika mendapati Sasuke menyusul Naruto hanya karena alasan mengikuti naluri, tapi lelaki itu telah sampai dan sedang bergerak menuju di mana keberadaan dua makhluk sama pirang, selagi hendak mengucapkan permintaan maaf karena mengangingat betapa lancangnya ia masuk tanpa mengetuk terlebih dahulu—salahkan juga pintunya yang terbuka lebar.

A R O M ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang