Empat

3.4K 376 14
                                    

Maaf kalau banyak typo gak sempat edit.

***
,,,

Tiga puluh jam sudah sejak kunjungan Jane kemarin pagi, dan selama itu otak Jevan benar-benar tidak bisa melupakan sosoknya. Dia harus memejamkan mata, menutup telinga dan mengisi paru-parunya dengan oksigen sabanyak mungkin 
untuk menenangkan syarafnya yang tegang kala sosok gadis itu membenak dalam ingatannya.

Berkali-kali otaknya menyangkal kalau gadis itu bukan tipenya, tapi tubuhnya berkata lain, si kecil di bawah sana tak henti berontak saat bayangan bukit indah yang dimiliki peri hutan itu membayang di ingatannya, bahkan tadi malam dia bermimpi sudah mendapatkannya dan menikmatinya dengan keserakahan seorang pria.

Saat ia terbangun di pagi buta dari tidurnya yang tak nyeyak, dia semakin kesulitan dalam mengendalikan diri. Dia yakin, jika bertemu perihutan itu saat ini, maka dia akan bisa menahan diri untuk tidak menindihnya secepat yang ia bisa.

Dia benar-benar butuh ketenangan sebelum ia bertemu gadis itu kembali, atau akan mempermalukan dirinya sendiri sebagai seorang pemerkosa. Untuk itu dia berada disini sekarang, di danau Bunau yang merupakan salah satu wilayah miliknya, untuk menangkan otak dan tubuhnya yang tegang walau tak berhasil.

Pagi tadi, dia mendapatkan E-mail dari gadis itu kalau keluarga Verlyn akan menyambut kedatangannya nanti malam dengan acara makan malam keluarga. Itu artinya, saat ini dia masih memiliki waktu sekitar lima jam untuk menenangkan diri.

'Kami akan menyambut Anda dengan sambutan makan malam yang istimewa.' Jevan kembali mengingat kata-kata Jane dalam pesan surelnya.

'Aku tak sabar untuk bertemu denganmu,' balas Jevan.

'Para hantu pun tak sabar untuk berkenalan dengan Anda Mr. Hathaway.'

Mengingat kembali perkataan gadis itu tentang hantu yang mungkin akan menerornya, membuat Jevan tersenyum sendiri.

"Kau pikir aku akan takut dengan apapun yang kau sebut dengan hantu, jangan harap, peri hutan. Perkenalkan hantu itu padaku, maka aku akan menindihnya dan juga menindihmu bersamaan." gumam Jevan, matanya menatap lurus pada kilau air danau yang tenang, namun pikirannya akan Jane tak tergantikan.

"Siapa yang kau ajak bicara?" tanya Bianca yang tidak disadari Jevan kehadirannya. Tiba-tiba saja sudah berdiri tak jauh dari Jevan dan mungkin mendengar gerutuan Jevan pada air danau.

Jevan pun menoleh sesaat pada adiknya dan dengan nada ketus ia pun berkata, "bukan urusanmu. Pergilah, jangan mengangguku, aku sedang ingin sendiri!"

Bianca tergelak seolah perkataan Jevan adalah lelucon yang sangat lucu.

"Suasana hati tuan muda rupanya selalu tidak baik selama dia berada di pulau ini. Baiklah, kalau begitu aku akan pergi sekarang juga."

Jevan kembali menoleh ke arah Bianca saat adiknya itu mengucapkan kata terakhirnya. Tidak biasanya Bianca menyerah begitu saja dalam mengganggunya, pikir Jevan.

"Mau kemana kau?"

"Bukankah kau ingin aku tidak berada di dekatmu?" Bianca balas bertanya.

"Tapi, tetap saja aku harus tahu kemana kau akan pergi. Walau bagaimana pun, dirimu adalah tanggungjawabku disini, Mommy menitipkanmu padaku semalam."

"Aku sangat penasaran dengan Fatala Falls," jawab Bianca.

"Itu hanya air terjun biasa, kau tidak akan tertarik sebelum aku merubahnya."

"Jangan sok tahu. Aku sangat tertarik pada sunset yang terlihat indah jika dilihat dari arah puncak air terjun itu, dan kebetulan aku sudah bertemu dengan pemandu jalan yang paham lokasi itu."

The Owner'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang