Tujuan belas (Jane & Jevan)

2.2K 241 13
                                    

Seharusnya bagian ini di simpan di part Dua belas,  tapi berhubung ide ceritanya kesedot ke kisah Bianca Gerard. Akhirnya, part ini harus rela di simpan di part tujuh belas.

Oke selamat membaca.

⭐🌛⭐

Hari sudah mulai gelap saat capung besar itu mendarat mulus diatas helipad yang terletak di lantai paling atas dari mansion milik Jevan di pulau itu.
Mansion milik Jevan cukup jauh dari kediaman Jane, dan bangunan itu sudah cukup lama di bangunnya. Dari sekian banyak properti Jevan di pulau itu hanya, mansion itulah yang memiliki helipad menyatu dengan bangunan hingga tak perlu menggunakan kendaraan lain setelah turun dari capung besar itu.

Dan mengingat keadaan Jane yang terlihat kelelahan sekarang,  tempat itulah yang paling tepat hingga Jane bisa cepat menemukan tempat tidur.

Seumur hidupnya baru kali ini Jane naik helikopter, dia pernah beberapa kali naik pesawat dan selalu berakhir dengan mabuk udara.  Dan capung besar yang saat ini dia tungganginya lebih membuat dia pusing dan mual daripada pesawat terbang bisa.

Capung besar itu terasa sedikit bergoyang jika terkena angin, atau saat berbelok dan itu membuat Jane merasa sangat pusing terlebih saat pesawat itu naik turun kala melintasi bukit.

Di tambah keadaan fisiknya yang lemah sebelum dia naik helikopter itu, memperparah keadaannya saat ini.

Dengan erat Jane memejamkan mata, dan sebuah keberuntungan dia berhasil tidur dan baru terbangun kala helikopter itu mendarat sempurna.

Saat terbangun rasa mual itu kembali dan dia tidak bisa lagi menahan isi perutnya yang mendesak minta keluar, alhasil dia muntah. Beruntung dia memakai selimut dan benda itu cukup membantu isi perutnya yang keluar untuk tidak berceceran.

Sungguh memalukkan, pikir Jane.

Dengan tidak merasa jijik sedikitpun Jevan melepas selimut itu dari tubuh Jane dan menggulungnya, lalu membersihkan bibir gadis itu dengan sapu tangan miliknya. Merapikan rambut Jane yang berantakan dan mengikatnya dipuncak kepala, lalu mengusap keringat dingin di kening gadis itu dengan telapak tangannya.

Dan tanpa menunggu lama dia pun mengangkat tubuh Jane kedalam pangkuannya,  membawanya turun lalu berjalan dengan tubuh Jane dalam gendongannya.

Perlakuan manis Jevan membuat pandangan Jane mendongak menatap wajah Jevan saat berjalan. Rupanya sekejam-kejamnya hama perkebunan ini ternyata dia memiliki jiwa penyayang juga,  pikir Jane. Dan saat ini dia benar-benar optimistis kalau pada akhirnya Jevan akan luluh dan mau mempertahankan perkebunannya demi para petani yang bergantung hidup pada perkebunan itu.

Dia harus sabar dan terus mendekati Jevan untuk membujuk pria itu.

"Jangan terlalu lama memandangku seperti itu, kecuali kau rela jatuh cinta padaku. Cukup ucapkan terimakasih saja," kata Jevan lalu menunduk memperlihatkan senyumnya pada Jane yang langsung bersemu malu.

"Thanks," bisik Jane sambil ia pun tersenyum.

Jevan tak menjawab tapi senyumnya tidak hilang, dan dengan langkah yang semakin cepat dia pun membawa Jane ke dalam sebuah kamar di mansionnya itu.

Kamar Jevan.  Ya, dan Jane baru menyadarinya setelah Jevan membaringkan tubuhnya dia sebuah ranjang dengan ukuran rajanya size. Dan pria itu duduk di sampingnya.

"Apakah ini kamarmu?" Tanya Jane waspada. 

Jevan tersenyum melihat raut curiga Jane. Lalu dia pun berkata, "tenang saja, aku tidak akan memperkosamu. Jangan lupa, aku lebih suka wanita yang agresif dan yang mulai lebih dulu."

The Owner'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang