Lima

2.5K 367 19
                                    

Setelah memandang cukup lama pintu yang dibanting Jane, Jevan pun berjalan ke arah tempat tidur dengan perasaan takjub dalam hatinya.

Takjub?

Ya, Jevan merasa takjub dengan rasa bibir yang membalas ciumannya secara amatir belum lama ini.

Ciuman yang dia berikan untuk Jane, tentu saja bukan ciuman pertamanya, bahkan sudah tak terhitung berapa wanita yang pernah dia cicipi rasa bibirnya, tapi baru kali ini ia bisa merasakan manisnya menjadi penguasa dan pengendali.

Dan dia suka menguasai bibir yang tak berdaya dan tak berpengalaman itu dalam kulumannya.

Kebanyakan wanita yang pernah berkencan dengannya, selalu membalas ciumannya dengan ahli dan dia menyukai itu. Namun Jane, dia yakin kalau itu adalah ciuman pertama gadis itu, tapi dia menyukai itu lebih dari rasa bibir yang pernah memanjakannya.

Ciuman Jane begitu amatir dan tidak ahli tapi justru membuat Jevan merasa gemas dan ingin kembali memangsa bibir ranum yang bergetar tak berdaya itu.

Bayangan untuk kembali merasakan bibir Jane, membuat darahnya semakian memanas dan saat ini, dia kembali membutuhkan air dingin, dan akhirnya setelah melepas kaus yang ia kenakan dia pun masuk kamar mandi.

Saat pintu dibuka keadaan kamar mandi itu terlihat aman tak mencurigakan. Namun, saat Jevan menutup pintu kamar mandi tersebut, tiba-tiba saja, lampu ruangan itu padam dan kembali hidup dengan sendirinya lalu berkedip-kedip menyeramkan.

Jevan yang kaget sedikit waspada, pandangannya berpendar ke sekeliling, tapi tak ada sesuatu apapun yang terlihat. Dia pun akhirnya memutuskan untuk mengabaikannya, lalu berjalan ke arah wastafel, membuka keran dan air pun keluar dari sana, tapi bukan air yang bening yang segar untuk membasuh muka, melainkan air berwarna merah menyala seperti darah.

Jevan mulai syok, dia pun mencoba kembali menutup keran tersebut tapi tak berhasil. Keran itu seolah terkunci tak bisa ditutup dan air merah itu pun terus keluar dari sana.

Jevanpun mundur beberapa langkah, menjauh dari arah wastafel. Keringat mulai muncul di keningnya, dia lebih kaget dari pada takut. Dan rasa kagetnya semakin kuat saat mendengar suara tangis pilu seorang wanita yang entah dari mana datangnya.

Jevan menelan saliva dengan mata mencari-cari. Lalu ia berkata dengan suara lantang, "siapa itu?" dan seketika tangis itu pun lenyap.

Lampu kamar mandi masih berkedip-kedip saat Jevan keluar dari kamar mandi, dia berniat menelpon pelayan rumah melalui interkom untuk meminta penjelasan tentang apa yang ia temukan di kamar mandi. Otaknya menyangkal habis-habisan kalau semua itu pekerjaan hantu yang mencoba menerornya, untuk itu dia akan meminta penjelasan pada pelayan di vila itu.

Dia pun berjalan ke arah interkom yang terletak di atas meja yang terdapan kursi kayu di depannya. Sebelum sampai pada tujuannya, Jevan harus kembali terlonjak melihat kursi itu bergerak sendiri dengan cepat, menjauh dari arah meja seperti ada yang menggeser.

Untuk sesaat pandangan Jevan hanya terpaku pada kursi itu dengan napas sedikit memburu. Bukannya berlari ketakuakan seperti yang diinginkan si sutradara dalam adegan horor itu, Jevan malah mendekat ke arah meja kecil dengan interkom di atasnya.

Namun, langkahnya kembali terhenti karena tiba-tiba saja laci dalam meja itu keluar dengan sendirinya seperti ada yang menarik. Mata Jevan semakin membulat, jantungnya bedegup kencang.

Dalam waktu tak kurang dari lima menit, Jevan hanya berdiri mematung, menunggu kejadian aneh selanjutnya, tapi hanya hening yang selanjutnya terjadi. Akhirnya, ia pun kembali pada niat awal yaitu menghubungi pelayan di rumah itu.

The Owner'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang