02 ; Jangan pergi sebelum waktunya

1.8K 355 115
                                    

Chenle menatap Jihun yang sesekali melirik gelang tangan biru mudanya, sudah sejak kemarin Jihun begitu membuat Chenle heran.

"Kamu mau gelang tangan aku?" tanya Chenle membuat Jihun terkejut dan menatap ke arah lain. "Enggak kok."

"Jujur aja deh, kamu dari kemarin natap gelang ini mulu. Kamu mau?"

Jihun menggeleng cepat. "Enggak, aku nggak suka pake gelang tangan."

Bohong. Jihun hanya tak sanggup jika apa yang di katakan Jinsol benar. Bagaimana kalau ada bekas sayatan di tangan Chenle?

"Kamu nggak apa? Dari kemarin perasaan kamu diam mulu, biasanya juga cerewet," ucap Chenle membuat Jihun melotot. "Dih enggak. Kapan aku cerewet?"

"Kamu mau aku sebutin satu-satu kapan aja kamu cerewet?" tanya Chenle sembari terkekeh pelan. "Pas aku lupa makan, kalo aku banyakan makan mie daripada nasi, kalo aku tiba-tiba nggak balas chat, um apalagi ya..., eh iya pas aku nggak masuk sekolah juga."

Jihun mengerucutkan bibirnya. "Ya itu kan wajar-wajar aja aku cerewetnya."

"Enggak, kamu lebih kayak mau pidato kalo ngomel, cerewetnya juga bikin gemes," ucap Chenle sembari tertawa dolphin.

Jihun memukul lengan Chenle pelan. Tatapannya tak sengaja terarah pada seorang lelaki yang sedang berjalan di seberang jalan, terlihat buru-buru.

"Itu bukannya Jisung sahabat kamu?" Chenle menoleh dan mengangguk. "Aku kok kayak udah jarang liat kamu main sama dia?"

Chenle mengangkat bahunya. "Dia tiba-tiba marah sama aku dan nggak mau bicara. Yaudah aku biarin aja."

"Jangan gitu. Kamu mungkin bikin kesalahan secara nggak sadar. Coba deh bicara baik-baik. Masa persahabatan kalian harus hancur cuman gara-gara kesalahan yang sebenarnya kamu nggak tau," nasihat Jihun membuat Chenle terkekeh.

"Iya deh, aku ikut mau tuan putri aja."

Jihun tersenyum mendengar ucapan Chenle. Gadis itu segera menarik Chenle masuk ke dalam supermarket dan membeli es krim.

"Kamu belinya banyak banget," komentar Chenle heran. Tak biasanya Jihun membeli es krim lebih dari tiga, tapi kini gadis itu malah membeli lima es krim.

"Ya kalo mau jalan ke rumah kan agak jauh, Le. Jadi mending kita jalan santai sambil makan es krim."

Chenle menatap Jihun bingung. "Maksud kamu?"

"Hari ini kita jalan kaki aja ya Le, pulangnya? Aku males naik bus. Terus liat deh cuaca juga mendukung buat jalan," jawab Jihun membuat Chenle tersenyum kecil.

"Iya deh, aku ikutin aja apa kata tuan putri."

***

Menuruti kata Jihun, Chenle segera mendatangi tempat duduk Jisung begitu sampai di sekolah keesokan harinyaㅡsebenarnya sih mereka satu tempat duduk, tapi Jisung tiba-tiba pindah ke depan karena marah besar sama Chenle.

"Jisung?"

Jisung menatap Chenle sejenak sebelum kembali memainkan ponselnya. Chenle tersenyum pahit melihat itu, terlebih ketika Jisung memasangkan earphone di kedua telinganya, tanda bahwa tak ingin di ganggu.

"Maaf ya, Sung. Aku nggak tau kalo kamu bakal sebegitu marahnya," ucap Chenle pelan sambil menghela napas.

Kelas hanya ada mereka berdua. Murid lain belum datang karena masih terlalu pagi untuk berangkat ke sekolah. Karena itulah Chenle merasa sedikit lega jika nantinya dia dan Jisung akan beradu mulut.

"Harusnya..., harusnya kamu nggak buka kalender hape aku," ucap Chenle lagi membuat Jisung menoleh dan menatapnya tajam. Dittatap begitu membuat Chenle menunduk. "Maaf."

"Kalo bukan karena aku nggak sengaja buka kalender hape kamu, berarti aku nggak akan pernah tau? Chenle, kamu anggap aku apa sih? Cuman sekedar teman sebangku?" tanya Jisung dingin membuat Chenle menggeleng.

"Bukan gitu, aku nggak bermaksud. Hanya aja, kamu nggak ngerti."

"Gimana aku bisa ngerti kalo kamu bahkan nggak pernah cerita?" Jisung menghela napasnya dan mencopot  earphone dari kedua telinganya. "Kamu nggak tau ya, kalo di luar sana ada yang mau hidup kayak kamu? Kenapa kamu nggak mencoba untuk bersyukur?"

Chenle menggeleng. "Kalo mereka tau yang sebenarnya, mereka nggak akan mau jadi aku, Sung. Aku selalu mencoba bersyukur, tapi nyatanya, keinginan itu semakin kuat begitu aku ngeliat wajah mereka."

"Kalo gitu nggak usah liat wajah mereka! Kamu nggak liat aku? Orangtuaku meninggal, aku hanya tinggal sama kakakku. Kamu harusnya bersyukur bisa hidup sama orangtua kamu," bentak Jisung membuat Chenle terkejut. Dengan cepat, lelaki itu menggeleng kuat.

"Lebih baik aku hidup kayak kamu. Seberat-beratnya hidup kamu, setidaknya sampai sekarang kamu masih bahagia kan ngejalanin hidup kamu?" tanya Chenle dengan mata memerah.

"Tapi aku enggak, Sung. Kapan terakhir aku bahagia aja aku nggak inget. Hidup aku monoton dan rasa sakit itu tetap terasa setiap ngeliat wajah mereka. Mereka maksain aku ini dan itu tanpa tau kalo aku udah hampir mencapai batasku. Jadi aku harus apa? Tetap diam dan mati perlahan-lahan?"

"Jangan semudah itu bicara tentang kematian!" bentak Jisung lagi. "Buka mata kamu, kamu nggak sendiri. Kamu disayang sama semua orang meskipun sama orangtua kamu nggak. Apa itu nggak cukup? Di luar sana, ada orang-orang yang hidup tanpa tau siapa orangtuanya, kelaparan, tidur di jalanan."

Jisung menghela napas, berusaha mengontrol emosinya. "Jangan pernah ngelakuin hal buruk Le, tolong. Jangan pernah berpikir buat pergi dari dunia ini sebelum waktunya."

Karena udah mau  puasa, aku bakal updatenya malem malem nanti, ehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Karena udah mau  puasa, aku bakal updatenya malem malem nanti, ehe.

Btw aku minta maaf kalo aja aku ada salah ya ^^

16 Mei 2018.

Every Cloud Has A Silver Lining | 𝘡𝘩𝘰𝘯𝘨 𝘊𝘩𝘦𝘯𝘭𝘦 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang