Chenle membuka pintu rumah neneknya sambil mengucapkan salam dengan pelan. Lelaki itu berjalan menuju dapur dan membuka kulkas lalu mengambil satu kaleng minuman soda. Bunyi ketukan sepatu pada lantai membuat Chenle menoleh. Lelaki itu melebarkan matanya.
"Mama ngapain disini?" tanya Chenle pelan begitu melihat mamanya berdiri beberapa meter di depannya.
"Kenapa kamu? Kayak ketangkep bawa narkoba aja," ucap sang Mama sambil berjalan menuju kulkas dan membukanya, lalu memeriksa beberapa makanan.
"Makanan disini kebanyakan udah kadaluarsa, kenapa nggak kamu makan terus mati aja?"
Chenle menelan ludahnya kasar begitu mendengar mama berkata dengan nada mengintimidasi.
"Bahkan kalo aku makan pun, belum tentu aku bakal mati secepat itu. Kalo Mama mau aku mati, kenapa nggak bunuh aku sekalian?" tanya Chenle dengan suara pelan namun masih dapat di dengar.
Chenle menunduk, tahu kalau dia sudah sangat kurang ajar, tapi lelaki itu hanya ingin mengatakan apa yang selalu di pendamnya selama bertahun-tahun ini.
Mamaㅡ atau mungkin bisa kita panggil mrs. Jung itu menghela napas kasar. "Ngapain susah-susah ngotorin tangan? Selagi kamu masih bisa, mending lakuin aja sendiri."
Chenle diam. Berusaha menahan gejolak emosi yang sedari tadi ingin meledak.
"Aku tau Mama yang udah ngelahirin aku." Chenle menatap mamanya dengan pandangan tak bisa di artikan. "Tapi Mama nggak ada hak buat nyuruh aku mati dengan begitu gampangnya. Mama nggak inget gimana Mama pertaruhin nyawa hanya untuk akuㅡ engga, maksud aku demi kekayaan yang di kasih kakek ke aku?"
"Ini pertama kalinya aku jadi pembangkang setelah bertahun-tahun jadi robot Mama," lanjutnya lagi.
Mrs. Jung mendengus. "Bangga kamu di sebut pembangkang?"
"Lalu, Mama bangga dengan muka palsu yang selalu Mama pasang? Kalo Mama bangga, aku juga bakal bangga di sebut pembangkang. Biar sekalian orang-orang nilai buah jatuh nggak jauh dari pohonnya."
Chenle berjalan beberapa langkah dan berhenti. "Pintu keluarnya di depan, kalo aja mama lupa. Jangan ngebuat aku menggila, Ma. Aku capek."
Chenle lalu masuk ke kamarnya yang berada di lantai dua. Lelaki itu membanting tubuhnya ke kasur dan menatap langit-langit kamar yang berwarna biru pudar.
Deru suara mesin mobil yang berlalu meninggalkan pekarangan rumah membuat Chenle menghela napasnya, lalu menoleh pada meja kecil yang terdapat fotonya bersama kakek dan neneknya.
"Maafin Chenle ya, Kek, Nek. Chenle udah bikin keributan lagi, Chenle emang nggak guna, kurang ajar," ucap Chenle dengan mata yang memburam karena airmata.
"Kenapa Mama nggak pernah sayang sama aku? Aku pikir, kalo sesuatu terjadi ke aku, mereka bakal berubah tapi nyata mereka tetap sama. Aku benar-benar anak yang nggak diinginkan, ya?"
Tiba-tiba Chenle memukul kepalanya sendiri. "Sadar Jung Chenle, apa yang baru aja kamu pikirin!"
Chenle melakukan hal itu karena tiba-tiba, pemikiran lompat dari gedung tinggi menghampirinya.
"Kamu udah janji nggak akan coba bunuh diri lagi. Sekarang sadar!" Chenle masih memukul-mukul kepalanya sampai dering ponsel membuatnya menghentikan aktivitas yang menyakiti dirinya itu.
"Ha-"
[Aku baru baca email dari Jisung, kamu mau coba bunuh diri lagi akhir bulan ini, kamu gila?]
Chenle spontan terbangun dari tidurnya begitu mendengar kakak sepupunya berbicara dengan nada dingin.
"Kak Jeno apa sih, nggak pake salam dulu-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Every Cloud Has A Silver Lining | 𝘡𝘩𝘰𝘯𝘨 𝘊𝘩𝘦𝘯𝘭𝘦 ✔
FanfictionBagi Chenle, kedatangan Jihun dalam hidupnya adalah hal terindah yang pernah Tuhan berikan padanya. Gadis manis itu selalu berusaha membuat Chenle yakin kalau setelah hujan akan selalu ada pelangi yang menghampiri. Chenle mencoba percaya, dan saat i...