bab 1

5K 215 0
                                    

Duduk di teras belakang rumah, sudah menjadi kebiasaan Maya saat sore hari, biasanya Maya duduk bersama Ibunya. Tapi sejak Ibu nya meninggal empat tahun yang lalu, Maya lebih sering sendiri sesekali bersama bapak atau willa keponakannya.

Maya menarik napas, dan menghembuskannya, berharap angin membawa kesedihan dan kegelisahan hatinya saat ini. Kerinduaan pada Ibu nya pun sangat besar, tanpa Maya sadari air matanya sudah menetes di pipinya."Maya kangen Bu," ucap Maya pelan.

Sinar matahari, kini telah diganti kan dengan sinar bulan, dan bintang bintang bertaburan di langit dengan cahaya indah nya, membuat perasaan Maya lebih tenang dan damai.

"Masuk May..! udah gelap tuh,"suruh bang Ferdy.

" Iya, Bang." Maya menghapus air mata nya dengan telapak tangan nya sebelum beranjak mengikut Ferdy masuk kedalam rumah.

Selesai makan malam, setelah membantu Merlyn kakak iparnya memberes kan meja makan. Maya keluar dan duduk di teras depan rumah menikmati sinar bulan dan bintang.

"Maya kenapa....?"tanya Bapak duduk di kursi yang ada di sebelah maya.
Maya tersenyum."Maya gak apa apa pak."

"Tapi ...., Bapak perhatikan, dari sore tadi kamu lebih banyak diam, biasa kamu bercanda dengan Willa atau nemenin bapak nonton televisi."

Maya tersenyum lagi." Maya gak apa apa Pak,"ucap Maya menyakinkan.
"Maya cuma menimati cahaya bintang Pak." sambung Maya.

"Kepala Bapak pegal, liatin bulan May," ucap bapak sambil tertawa.

"Ya udah Pak, kita masuk yuk! nyamuk nya malam ini banyak," ucapku menggandeng tangan Bapak yang mulai dingin karena angin malam.

Setelah masuk kamar, aku merebahkan badan ku di tempat tidur ku, usiaku sudah dua puluh sembilan tahun, usia yang cukup matang buat menikah, dan tahun depan aku sudah tiga puluh, kalau orang bilang kepala tiga, akan banyak lagi yang bertanya kapan aku mengakhiri masa lajang ku ini, teman, saudara dekat saudara jauh, termasuk bang Ferdy dan kak Merlyn istri bang Ferdy. Kecuali Bapak yang tidak pernah menanyakan hal itu pada ku, padahal jauh di lubuk hati Bapak yang paling dalam, Bapak lah orang yang paling ingin melihat aku menikah dan bahagia.

Pagi saat aku keluar kamar, Bang Ferdy sudah berdiri di depan pintu kamar ku.
"Berangkat bareng Abang ya May, ada yang ingin abang bicarakan," ucap bang Ferdy.

Aku mengangguk. Dan berjalan, mengikuti bang Ferdy menuju meja makan.

Setelah sarapan, dan pamit pada Bapak yang lagi bersihin rumput, di halaman belakang rumah.

Willa keponakan ku, anak bang ferdy yang usia nya tiga tahun, mengantar kan kami sampai pintu depan.

"Da.....daaaaaaa,Tante!" Willa melambai kan tangan mungilnya.

Ku cium pipi Willa, yang lembut." Tante sama papa willa, kerja dulu ya sayang," pamit ku .

Bang Ferdy  pun melajukan mobil, setelah ku pastikan Kak Merlyn membawa willa masuk ke dalam rumah.

"May!" panggil Bang Ferdy membuka pembicaraan.

"Iya, Bang," sahut ku, melihat kearah Bang Ferdy.

"Hemm..., Abang punya teman, tampan,dan mapan, usianya sekitar tiga puluh lima tahun, gimana May?" ucap bang Ferdy melihat ku sebentar dan kembali fokus menyetir.

"Abang mau menjodohkan aku? sama dia?" tanya ku agak malas.

Bang ferdy mengangguk.

"Bang, Maya capek di jodohin terus, jangan jodohin Maya lagi. Percayakan Maya buat cari jodoh Maya sendiri."

"Abang gak mau, kamu terlena dengan kesendirian kamu May, trus kamu gak pikirkan pernikahan," ucap Bang Ferdy dengan wajah serius.

"Aku pikirkan kok Bang, cuma kalau belum ketemu yang cocok gimana Bang?"

"Atau, kamu mau sama seorang guru, kayak Abang?"ucap bang Ferdy tertawa.

"Kamu pikirkan ya May, ingat Bapak udah tua," sambung bang Ferdy.

Aku menarik nafas ku dalam, dan menghembuskannya. Kata kata Bang Ferdy sangat mengena di hati ku.

                                  🎈🎈

# BECAUSELAURA

BECAUSE LAURA (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang