Lemon tea is a favorite drink seorang Levara Agatha. Sepulangnya dari sekolah, Leva memilih untuk rehat dicafe sejenak. Ia tidak seperti anak remaja lainnya yang senang mengurung diri didepan layar dengan beberapa drama pilihan. Hal tersebut tidak begitu menarik baginya.
Saat ini, Leva sedang duduk dibangku cafe. Matanya menatap keluar jalanan. Tangannya tidak berhenti mengaduk-aduk minuman yang ada diatas meja. Hatinya sudah mulai tenang ketika menghirup aroma khas yang datangnya dari hujan.
Setelah dirasa cukup, Leva berniat untuk pulang. Hujan sudah kembali reda. Ia menggerakkan tangannya untuk menarik ponsel yang ada didalam saku seragam, dan mulai mengetik pesan.
Levara Agatha
Jemput dicafe biasaTinggg ...
Devaza Pahlevi
YMembalas pesan dengan istilah singkat, padat dan jelas memang sudah menjadi kebiasaan abangnya—Dev.
Sikapnya yang terbilang penyayang, terkadang membuat Leva lupa bahwa Dev adalah manusia yang sangat cuek. Siapapun yang mengenalinya akan terjadi perbedaan prinsip jika harus mendefinisikan laki-laki tersebut. Ya, karena pengaruh jabatannya sebagai penanggung jawab organisasi siswa disekolahnya, tidak mungkin semua kalangan menilainya sama.
Beberapa menit kemudian, suara mesin mobil terdengar. Dev sudah berada didepan cafe tempat ia berada. Leva segera menyimpan ponselnya dan berjalan menuju kasir untuk membayar pesanan.
"Udah selesai renungannya?" Pertanyaan muncul begitu saja saat membuka pintu mobil.
Leva mendelik, "Siapa yang renungan sih, emangnya Leva anak sd,"
"Ga cuman anak sd aja kali yang renungan," Sahutan pun terdengar kembali.
"Ngga nanya," Leva mengalah.
Saat Leva ingin duduk, Dev menahannya. "Berkas gue jangan lo dudukin, penting semua."
"Ini juga mau Leva beresin. Lagian berantakan banget sih, ngapain aja lo disini," sarkasnya. Ia melihat beberapa berkas tergeletak dijok mobil Dev. Tidak mungkin ia membiarkannya.
"Bukan urusan lo,"
Leva tidak berniat membalas. Ia langsung membantu merapikannya agar ia dapat bergerak nyaman disana.
"Ngga latihan basket?" Alih Dev sambil menjalankan mobilnya setelah aksi beberes selesai.
"Ngga. Leva mau refreshing, manusia juga butuh istirahat kali," Ia tak tega melihat wajah Dev yang kelelahan karena harus mengurus segala kewajiban yang tiada habisnya.
"Tadi bukan refreshing?" Tanya Dev mengejek.
Leva melirik sinis, "Apaan sih bang,"
"Abang masih latihan futsal?" Lanjutnya beralih menatap orang disebelahnya. Entah apa yang terlintas dipikiran manisnya.
Dev melirik Leva sekilas, "Jadwalnya lagi bentrok sama rapat osis," Lalu matanya kembali menyusuri jalanan.
Leva merasa sedikit tidak puas dengan jawaban yang Dev ucapkan. Ia mendenguskan nafas. Sudah bersyukur Dev tidak seperti dulu. Ia lebih bisa membagi waktunya untuk hal yang lebih berguna daripada harus membuangnya sia-sia. Lain halnya dengan pertanyaan yang Leva lontarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Levan
Novela JuvenilLeva tidak bisa menanggung masalahnya sendiri, ia selalu menghindari hal tersebut, apalagi turut dalam penyelesaian-nya. Bagaimana ia bisa tersandung dalam masalahnya? Mengapa ia memiliki kebahagiaan pada circle yang sama? *** Alvan harus rela memut...