TIGA

94 20 16
                                    


ketika aku melihatmu, aku tahu

aku sedang melihat diriku sendiri.


Bel istirahat makan siang berbunyi.

Jam istirahat umumnya dihabiskan dalam kelas tapi tidak menutup kemungkinan sebagian lebih memilih untuk menghabiskannya di kantin sekolah.

Biasanya murid-murid duduk berkelompok dengan grup masing-masing, saling bertukar isi bekal makanan, lalu mengobrol sampai jam pelajaran berikutnya dimulai. Setidaknya ada lebih dari lima kelompok yang ada dikelas dua A membentuk meja sedemikian rupa untuk makan bersama. Meja yang paling banyak dihuni ada ditengah-tengah kelas dengan kelompok perempuan. Mereka mengobrol soal kosmetik dan hal-hal yang tak terlalu bisa dipahami. Sesekali tawa mereka tergelak mengalahkan suara yang lain. Namun tak ada yang mempermasalahkannya.

Ame merogoh bekal yang seharusnya ada di sana, tapi tidak juga menemukannya. Ia kemudian menepuk jidat, meyadari kecerobohannya, bento yang sudah ia siapkan semalam masih tersimpan di kulkasnya. Ia beralih memandang Moa yang kini sedang membuka kain pembungkus bekalnya.

Ia dan Moa selalu makan bersama, menempati meja paling belakang milik Ame. Terkadang Tomoya ikut bergabung dengan mereka jika tidak diajak teman seklubnya.

Sekarang Tomoya sepertinya makan bersama teman seklubnya, sosoknya sudah menghilang beberapa menit setelah bel berbunyi.

"Moa, aku akan ke kantin sebentar ya, membayar hutang sekalian beli roti. Aku lupa membawa bekalku."

Moa menghentikan tangannya lalu mendongak untuk melihat cengiran di wajah Ame. Gadis itu tak perlu menunggu jawaban Moa karena teman sejak kecilnya itu sudah mengetahui tindak tanduk Ame lebih dari siapapun.

"Aku tidak akan lama."

Ame beranjak lalu meninggalkan Moa yang mulai melahap isi bekalnya.

Langkah Ame memburu ketika berjalan di koridor kelas. Hal yang tidak ia sukai saat hal-hal tak terduga membuatnya menghabiskan beberapa menit hanya untuk membeli sebungkus roti ke kantin yang letaknya bisa dibilang jauh. Untuk sampai ke tempat itu Ame hanya perlu menyeberangi jembatan penghubung gedung antara kelas satu dan kelas dua, lalu melewati beberapa kelas, turun tangga dua kali berbelok ke kanan hingga ujung bangunan itu terlihat sebagai kantin.

Reflek Ame berhenti, kala tangan seseorang menepuk bahunya pelan. Ia memutar tubuh dan mendongak untuk melihat wajah yang lebih tinggi darinya. Mengira itu Tomoya, ia hampir mengeluarkan sumpah serapah tapi kemudian menggigit lidahnya agar suaranya tidak lolos keluar.

Ame bereaksi diluar dugaan. Tubuhnya menegang kaget, napasnya tersekat beberapa saat. Anak baru yang duduk disampingnya itu kini sedang melebarkan senyum polos kepadanya.

"Apa kau mau ke kantin? Sepertinya aku akan tersesaat kalau berjalan sendirian," kata anak baru itu.

Kata-katanya lolos begitu lancar saat mengatakannya. Ame berpikir apakah orang didepannya ini sedang pura-pura mengekprsikan wajah seolah baru pertama kalinya bertemu, dan dia meminta Ame menemaninya ke kantin? Sebuah kebetulan atau ketidaksengajaan, Ame tidak bisa mendapatkan jawabannya.

Mata Ame mengerjap pelan, ketika tangan anak baru itu melambai di depan untuk mengembalikan kesadarannya. Ame membuka mulut tapi tidak bersuara, bingung apa yang harus ia katakan. Seperti tahu apa yang ada dipikiran Ame, anak baru yang masih mengenakan seragam sekolah lamanya itu menyunggingkan senyum kepada Ame.

"Rasanya terlalu tiba-tiba ya, jadi aku akan memperkenalkan diriku sekali lagi. Takahiro Moiuchi, dari prefektur Shizuoka. Aku baru pertama kali tinggal di Tokyo jadi mohon bantuannya," kata Taka sembari mengulurkan tangan kedepan Ame.

Je t'AimerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang