Author's POV
Aliyah membuka gerbang perlahan. Rasanya, lelah sekali hari ini. Aliyah ingin segera menonton film yang baru saja ia download."Assalamu'alaikum..." Aliyah membuka pintu rumah. Dilihatnya Abi sedang membaca koran di sofa ruang tamu. "Eh, kok pulang cepat, Nak?" tanya Abi. Aliyah bergegas menyalami Abi.
"Iya, Bi. Guru rapat." jelas Aliyah singkat. "Barusan kamu pulang sama siapa?" tanya Abi lagi. Aliyah gelagapan, takut bila Abi tahu Aliyah pulang bersama kakak kelas laki-lakinya, yang baru ia kenal tadi.
"Aliyah... Pulang sama Kak Alif, Bi." Aliyah menunduk, takut Abi akan memarahinya. Namun, diluar dugaan, Abi justru tertawa renyah, yang membuat Aliyah mengernyit heran.
"Alif? Tetangga kita, kan?" Abi mengusap puncak kepala Aliyah lembut. Aliyah mengangguk. "Abi gak marah? Aliyah baru kenal tadi, lho, Bi!" tutur Aliyah. "Buat apa marah? Dia baik. Abi sudah kenal dengan anak itu." Abi tersenyum lagi, menenangkan Aliyah.
"Ya sudah, Bi. Aliyah permisi ke kamar, ya." pamit Aliyah, beranjak dari duduknya. "Iya. Beristirahatlah." tanggap Abi.
Belum genap lima langkah, pergerakan kaki Aliyah terhenti karena panggilan Abi. "Ada apa, Abi?" Aliyah menatap Abi. "Abi minta tolong bawakan map biru di meja kerja Abi, ya, Nak." pinta Abi. "Siap, Abi!"
Aliyah berlari menuju kamarnya. Meletakkan tas, lalu mengganti seragamnya dengan baju rumah. Sebelum menonton film, Aliyah berjalan ke ruang kerja Abi, di samping kamarnya. Cklek... Dibukanya pintu ruangan itu.
Setelah mengucap salam, Aliyah mendekati meja kayu milik Abi, lalu mencari map biru seperti yang Abi minta.
"Alhamdulillah... Akhirnya ketemu!" Aliyah mengangkat tinggi-tinggi map biru tersebut. Namun, tiba-tiba, isi map tersebut meluncur dari dalam map. "Duh, jatuh segala, sih!" keluh Aliyah.
Ia membungkuk, mengambil kertas yang baru saja ia jatuhkan. Sekilas, matanya mengamati kertas tersebut.
"Hah? Akta kelahiran Kak Alif?" Matanya membulat, melihat nama kedua orang tuanya tertera jelas di sana. "Kak Alif? Dia kakakku?" gumam Aliyah heran. Kenapa Abi dan Ummi merahasiakan ini?
Aliyah berlari cepat, menuruni tangga. Menemui Abi lagi di ruang tamu. Sejenak, Aliyah terhenyak melihat Alif yang duduk bersisian dengan Abi.
"Ehm!" Aliyah mengeluarkan suara. Membuat kedua pria yang tengah asyik bercengkrama terdiam. Tanpa mempedulikan tatapan mereka, Aliyah segera menyerahkan map biru tersebut pada Abi.
"Itu, Bi, akta kelahiran Kak Alif yang Abi minta." Aliyah mengucapkan sebuah kalimat yang cukup mengejutkan Abi dan Alif.
"Abi tidak pernah mengajari kamu untuk mengurusi privasi orang lain!" Abi segera menerima map itu, dengan kekesalan yang memuncak. "Tadi, aku tak sengaja menjatuhkannya. Kedua bola mataku menangkap tulisan nama Kak Alif, Abi, dan Ummi di kertas itu. Maaf, Abi." tutur Aliyah, takut-takut.
Abi mendesah keras. "Abi pegang ucapanmu. Jangan sampai kamu menghancurkan kepercayaan Abi." "Demi Allah, Abi. Aliyah enggak bohong." Sekali lagi, Aliyah meyakinkan Abi.
"Iya. Abi percaya." tanggap Abi. "Tapi Abi, sejak dulu, aku hanya tinggal bersama Ummi, Abi, dan Kak Ali. Di mana kakakku yang satu ini?" tanya Aliyah. Ia duduk di samping Abi.
"Dulu, ketika kamu lahir, perusahaan Abi sedang bangkrut. Abi dan Ummi akhirnya menitipkan Ali dan Alif di rumah adik Abi, Anita." Abi menghela napas panjang. "Tante Anita?" tanya Aliyah. "Iya. Mereka tinggal di Belanda, makanya kamu tidak tahu." jawab Alif.
"Jadi Kak Ali sama Kak Alif pernah tinggal di Belanda?" tanya Aliyah antusias. "Iya, dong!" jawab Alif sombong. "Nah, ketika usiamu empat tahun, perusahaan Abi sudah berjaya kembali. Abi meminta kepada Ali dan Alif agar mereka mau kembali ke sini. Sayangnya, Alif menolak. Ia ingin tetap tinggal di sana. Jadi, kamu besar dan tumbuh bersama Ali, tanpa Alif. Jadi, maklumlah kamu tidak tahu dia." Abi menutup ceritanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aliyah
RandomNamanya Aliyah. Dibalik senyum manisnya, ternyata ia menyimpan sebuah penderitaan. Mirisnya, semua penderitaan itu justru berasal dari orang-orang terdekatnya. Menghadapi semuanya, Aliyah harus kuat bukan? Ya, Aliyah kuat!