26

2K 88 8
                                    

Kini Ray dan Rea tengah duduk berhadapan dengan Tari dan Kiano yang saling diam. Tidak ada yang berniat untuk membuka suara terlebih dahulu.

"Nunggu apa sih kak? Ajak pulang cepet pacar sama calon anak lo" ucap Rea yang sudah jengah dengan keheningan di ruang tamunya

"Jaga ya mulut kamu, jangan sembarangan" peringat Tari

Rea menghela napas "Kenapa sih lo ga mau sama kak Kian?" tanya Rea "Apa yang ada di Ray tapi ga ada di dia?" tunjuk Rea ke arah Kian

Tari terdiam tidak bisa menjawab, dia hanya terduduk diam di samping Kian

"Tar kita harus ngomong, berdua" Kian meraih tangan Tari namun dengan cepat di tepis oleh si pemilik

"Ga ada yang perlu di omongin, aku ga butuh orang yang ga bisa serius bahkan dalam ngejalin hubungan" tutur Tari

"Tar.."

"Aku ga bisa mempertaruhkan masa depan anak aku sama orang yang cuman bisa main main aja kaya kamu. Aku mau yang terbaik buat dia"

"Tari!!" bentak Kiano "Kamu bahkan ga bilang sama aku, padahal itu anak aku juga. Kamu pikur aku ga mau ngelakuin ya terbaik buat anak aku nantinya?" ucap Kian emosi

Ray dan Rea hanya menatap perkelahian di depannya tanpa antusias. Bagaimana bisa mereka berdua berkelahi di ruang tamu orang?

"Anu.." Rea memotong perdebatan antara Kiano dan Tari "Bisa santai aja ga? jangan triak-triak, rumah kita ga kedap suara"

Kiano menghela napas merasa tidak enak sudah membuat keributan di rumah orang lain. Ia menggenggam tangan Tari lembut "Ikut aku pulang ya"

Tari tidak bisa menahan air matanya, ia hanya bisa menunduk sambil terisak.

Setelah disuguhkan perkelahian, kini Ray dan Rea memperhatikan dua orang di depannya yang saling menenangkan

"Emang kita ga papa ngeliatin mereka?" bisik Rea

Ray hanya bisa menghela napas "Usir aja kali ya" balas Ray sama bingungnya

°°°°°

Setelah kepergian Tari dari rumahnya, kini Rea bisa kembali tenang tanoa ada yang mengusik dirinya. Terutama di hari sabtu yang cerah ini. Rea tengah berbaring di sofa ruang tamunya dengan chiki kripik singkong di atas perutnya. Tidak lupa ponsel di tangan kirinya yang terus ia mainkan.


Tidak lama ia bisa mendengar pintu rumahnya di ketuk, awalnya Rea ingin berpura pura tidak ada di rumah. Berhubung semua tirai ia tutup dengan rapat, orang tidak akan bisa mengintip masuk untuk mengecek apakah ada orang di rumah atau tidak.

Namun, orang yang mengetuk rumahnya ini seperti tau niatnya. Ia terus saja mengetuk dengan membabibuta membuat Rea terpaksa harus melangkahkan kakinya dan membuka pintu

"Ontii!!"

"ngapain?" tanya Rea ketika melihat Julio di depan rumahnya. Julio ini adalah kakak dari Juan. Dia sudah berkeluarga, bahkan telah memiliki satu anak laki-laki yangs ekarang sedang ada di gendongannya

"Dimana mana tuh kalo tamu dateng harusnya di sambut, di tanyain kabar, di suruh masuk, di suguhin minum di–"

"Aura lo gaenak" Rea menatap Kevan dalam gendongan Julio serta tas berisi perlengkapannya yang di tenteng di tangan kiri

"Aunty, ndong" Kevan berusaha meraih Rea dan meminta untuk di gendong. Dengan senang hati Rea mengambil Kevan dari dalam gendongan Julio

"Nah kalo gitu gue titip Kevan, oke?" ucap Julio tiba tiba

"L–Loh, maksud?"

Julio mengambil tangan kiri Rea dan menyerahkan tas berisi perlengkapan Kevan pada Rea

"Makasih" ucap Julio dengan kurang ajarnya lalu pergi meninggalkan Rea

"Loh loh, anak lo ketinggalan—"

"onti, ain" Kevan menarik rambut Rea untuk mengambil perhatiannya

"Kurang ajar!! Lio anak lo ini, aduh epan jangan ditarik tambut aunty sakit" dengan susah payah Rea menyeret tas perlengkapan milik Kevan masuk ke dalam rumah dan menutup kembali pintunya

Rea menurunkan Kevan di ruang tamu "Epan, jangan nakal ya kalo mau main sama aunty"

dengan semangat Kevan mengangguk membuat Rea tersenyum "pinter"

Rea mengeluarkan puzzle milik Kevan dan memberikannya pada anak laki laki gemas di depannya

Rea memfokuskan pandangannya pada televisi, di temani celotehan tidak jelas yang Kevan lontarkan

"Onti, mu ituuu" Kevan menunjuk ke arah televisi yang menampilkan iklan ice cream

"Nda boleh, nanti batuk uhuk uhuk. Nonono"

"mu itu mu itu mu itu, ontiiii" rengek Kevan yang kini sudah berada di atas sofa

"Kevam jangan naik naik sayang, nanti jatoh sakit. Aunty di marahin papa kamu"

"es klim es klim es klim, ontii mu es klim"  kini Kevan sudah hampir menangis membuat Rea memijat pelipisnya bingung

"es klim onti, mu es klim"

"Assalamualaikum"

Rea menoleh ke arah suara, di sana Ray baru saja pulang dan terlihat bingung dengan keadaan yang ia lihat

"Jangan tanya" ucap Rea sebelum Ray melontarkan pertanyaannya

Ray berjalan mendekat ke arah Kevan "mau es krim?" tanya Ray

Dengan antusias Kevan mengangguk dan menghentikan tangisnya

"Ga boleh! Kemarin siapa yang batuk gara-gara makan es krim aunty di kulkas?" tanya Rea

Mendengar penolakan Rea, Kevan kembali menangis yang mengharuskan Ray menggendongnya

"gimana kalo kita beli balon aja, Kevan mau balon ga? nanti Kita tiup sama sama, gimana?" tawar Ray. Dan seperti tersihir, Kevan mengangguk cepat

"mu alon yang anyak"

"Iya nanti kita beli balon yang banyaak, nanti minta aunty yang niup" ucap Ray tanpa berfikir

"What?"







tbc

Phase //REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang