Kenangan akan selalu ada, walaupun sesuatu telah berakhir.
____________________Pandangan Mikha mengedar ke segala arah setelah Niko menurunkannya di sebuah tempat yang baru beberapa waktu lalu ia kunjungi. Tempat itu tidak lain adalah museum.
Niko menuntunnya untuk duduk disebuah bangku. Bangku yang sama saat beberapa waktu lalu Mikha duduki. Sebenarnya ada banyak bangku di tempat ini, bahkan ada yang lebih teduh dari tempat ini. Tapi, kenapa Niko harus mengajaknya ke tempat ini?
Masih belum tergambar jelas apa tujuan Niko mengajak Mikha ke museum, tapi Mikha merasa bahwa ada sesuatu yang ingin Niko sampaikan kepadanya.
Dengan perlahan Niko menggenggam kedua tangan Mikha. Pengalaman seperti ini baru pertama kali Mikha rasakan dalam hidupnya. Kalau saat ini ada alat penetral detak jantung, Mikha ingin mencobanya karena dari tadi jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
Untuk melepas rasa canggung, Mikha pun bersuara. "Lo kok ngajak gue kesini? Emang ada keperluan apa?" tanya Mikha sambil mengerutkan dahinya.
Napas Niko terdengar gusar. Ia melepas genggaman tangannya kepada Mikha lalu menatap lurus ke depan. "Gue terakhir kali ke museum pas gue masih kelas 5. Waktu itu keluarga gue masih utuh, orang tua gue belum bercerai." Niko menghentikan ucapannya.
Mikha masih tidak mengerti arah pembicaraan ini. Ia memilih untuk menunggu kelanjutan cerita Niko.
Tak lama kemudian, Niko kembali berujar. "Lo mirip sama muka orang yang dulu gue temuin di museum," kata Niko sambil menatap lekat-lekat ke bola mata Mikha.
Mikha terkejut, atau jangan-jangan Niko yang menarik tas punggungnya saat ia hampir ditabrak pengendara motor yang melaju dengan kecepatan di atas rata-rata beberapa tahun lalu. Tapi Mikha memilih bungkam sambil menunjukkan ekspresi kebingungan seakan-akan sama sekali tidak mengetahui tentang hal itu.
Niko tidak lagi melanjutkan perkataannya tentang kejadian masa lalunya setelah melihat ekspresi bingung yang ditampakkan Mikha.
"Lo masih inget sama muka orang itu? Ingatan lo bagus banget ternyata, tapi kenapa kalo disuruh ngapalin rumus-rumus lo selalu bilang lupa?" tanya Mikha mengalihkan topik.
"Ya alasannya karena gue males, nanti otak gue dipenuhi rumus-rumus doang. Jadi nggak ada ruang buat mikirin lo." Mikha tersipu, selalu saja Niko menyambung-nyambungkan segala topik.
Niko mengembalikan arah pembicaraan ke topik yang pertama. "Kenangan kan pasti selalu ada, biarpun kejadian itu udah berakhir. Karena itu gue masih inget sama ciri-ciri orang yang itu. Apalagi gue udah sempet ngobrol-ngobrol sama dia, katanya dia nggak suka sama salah satu buah yang warnanya merah. Sampai sekarang gue masih belum tau buah yang dia maksud." Niko memancing agar Mikha mau bercerita, karena Niko yakin bahwa Mikha adalah orang yang dulu sempat dia bantu.
"Iya, dulu gue juga pernah punya kenangan di museum, tempatnya di sini." Mikha menepuk bangku yang ia duduki bersama Niko. "Orang itu baik banget, nyelamatin nyawa gue dengan cara dia narik tas ransel gue. Waktu itu gue sedih banget, nenek kesayangan gue dinyatakan meninggal. Gue nggak ikut nganterin nenek ke pemakaman karena itu buat gue semakin sedih. Akhirnya gue jalan ke museum ini, pandangan gue kosong sampai-sampai gue nyebrang asal-asalan. Hampir aja gue ditabrak motor, tapi untung orang itu cepet narik tas gue." Mikha menghembuskan napasnya kasar. Ia merasa bersalah karena belum mengucapkan terimakasih kepada orang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Love
Teen FictionKepo? . . Ketika hati ini diam-diam menyebut namamu. . . . Apa yang lebih menguntungkan selain memiliki otak cerdas, keluarga harmonis, ekonomi berkecukupan, punya teman yang pengertian, ditaksir oleh cowok-cowok keren, baik dan juga pintar? Sunggu...