Defisit # 12

25.8K 2.3K 71
                                    

Yuk yang mau beli pdf sale semua judul hanya Rp 50.000. Dapat 11 judul ya. Sampai besok siang jam 12 siang besok

Judul PDF:

1. Random Wife
2. Ugly Ceo
3. Romantic Drama
4. Romantic Hospital
5. Wanted! Ugly Wife
6. Annoying Couple
7. Aku Bukan Simpanan
8. He Called Me Buluk
9. Random Husband
10. Am I Pregnant?
11. Defisit

Pembayaran via bank bri atau shopeepay atau pulsa

Hubungi wa 085865080449

***

Angin malam berembus dengan gusar membuat rambutku yang menjuntai bergerak naik dan turun. Dinginnya terasa, tatkala menyapu permukaan kulitku—membuatku merasa menyesal tak membawa jaket. Padahal, aku baru beberapa meter meninggalkan gerbang perusahaan, tetapi tubuhku sudah kedinginan.

Aku masih harus melangkah lagi untuk mencari taksi. Dengan malas aku melanjutkan langkah kakiku seraya menatap bangunan yang menjulang menatap langit di setiap trotoar yang kutapakki.

Tinnn! Tinnn! Suara klakson berbunyi. Aku menengok ke samping dan mendapati Range Rover bewarna hitam telah berhenti. Tak lama kemudian, muncullah sosok Miko. Ia tersenyum ke arahku dan aku membalasnya pula dengan senyuman singkat.

"Nav, aku antar pulang," katanya dengan nada penuh semangat. Raut wajahnya begitu ceria. Mungkin saja dia baru mendapat bonus.

"Tidak usah, Pak. Nanti merepotkan," sahutku basa-basi. Tidak sepenuhnya aku ingin menolak tawarannya. Lumayan tawaran gratis dan aku tidak perlu berlama-lama mencari taksi, kan?

"Kau ini. Tidak usah sungkan. Ayo, aku antar. Perempuan tidak baik malam-malam pulang sendirian. Apalagi, kalau cantik sepertimu. Bahaya," terangnya seraya menggandeng tanganku.

Aku mengernyit. Tak seperti biasanya, Miko mungkin sedang terkena virus bahagia. Barusan kudengar secara jelas, secara tak langsung dia mengatakan kalau aku cantik. Biasanya menghinaku.Entah kali ini pujian atau mungkin sarkasme.

Aku hanya diam terus melangkah bersamanya menuju ke mobil. Sesampainya di depan pintu mobil, Miko melepaskan tanganku. Kemudian, ia buka pintu dan mempersilakanku masuk. Perlakuannya malah mengingatkanku kepada Bana. Bana yang selalu membukakan pintu mobilnya untukku. Kalau aku tak mau masuk, dia malah menggendongku. Biasanya kalau aku marah, maka aku akan jongkok biar Bana tak mudah membawaku, lalu dia juga ikut jongkok dan bertanya apa yang kumau seraya menggodaku. Dia malah sering menawariku permen atau cokelat seperti seorang kakak yang mebujuk adik kecilnya yang merajuk.

"Nav, ayo masuk. Tunggu apalagi. Kok ngelamun," ujar Miko dengan nada rendah seraya memegang bahuku. Aku mengangguk, lalu tersenyum simpul. Aku masuk ke mobil dengan santainya, diikuti pula dengan Miko. Tak lama kemudian, mobil berjalan membelah jalanan malam.

"Nav, ini kamu langsung pulang kan?" tanya Miko begitu sampai di lampu merah.

"Tidak, Pak. Saya mau menemui seseorang dulu, nanti setelah Indomaret belok ke kanan. Nanti kalau sudah dekat saya akan bilang," jawabku dengan nada santai. Aku bukan ingin pulang, tetapi ke apartemen Bana. Memastikan dirinya baik-baik saja. Diriku sangat cemas akan keadaannya kurang sehat.

"Bagaimana kalau kita makan malam dulu," tawar Miko seraya melirik ke arahku sekilas.
Aku menggeleng. Terlalu lama sampai ke apartemen Bana kalau harus makan malam dulu.

"Tidak, saya masih ada urusan," jawabku dengan nada rendah.

***

Kubuka pintu kamar Bana perlahan. Begitu terbuka, kulihat dirinya tengah terbaring di atas ranjang. Aku berjalan pelan-pelan ke arahnya dengan senyum mengembang. Lalu, kuletakkan tasku di atas nakas samping ranjang Bana begitu diriku sudah berdiri di depan ranjang.

Defisit (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang