Sore itu, aku dan kamu memutuskan untuk bertemu setelah beberapa minggu tak saling bertatap muka.
Aku menunggu dengan perasaan gugup sekaligus senang. Menunggu satu jam lamanya tak masalah bagiku. Ketika sosoknya hadir, senyumanku menjadi pudar. Hati ini seolah tercubit. Rasa sesak seakan menelan dada. Sorot mataku memandangnya penuh luka.
Kamu datang bersama perempuan yang tak pernah ku kenal sebelumnya. Dia menggandeng tanganmu dengan manja. Sesekali kamu melempar senyum padanya. Oh, tidak. Rasa sakitnya menjadi bertambah di dalam sini.
Kamu melambaikan tanganmu seraya tersenyum manis. Tentu saja, aku tidak bisa menolak senyuman itu. Senyuman yang dulu hanya kamu berikan padaku. Ya, dulu.
Seakan tak puas, kamu membuatku terjatuh lebih dalam. Terseok-seok hingga rasanya tak sanggup untuk berdiri. Inikah balasanmu? Aku mencintaimu segenap hati. Dengan teganya kamu hanya mencintaiku sedikit dari sepotong hati.
Untuk apa kamu kembali?
Untuk apa membuatku kembali merasakan sakit yang teramat parah?
Luka yang dulu kamu berikan belum juga pulih. Kini, sudah kamu tambahkan lagi.
Jika dari awal niatmu memang menghancurkan semestaku.
Selamat, kamu berhasil!
Senja hari ini, tak pernah semendung ini. Dengan air mata yang telah menggenang dipelupuk mata. Aku mengakhiri semuanya. Semua cerita kita yang ada kini hanyalah kenangan pahit yang akan aku buang jauh-jauh.
Terima kasih.
Telah membuktikan kamu tak pantas untuk dicintai oleh seseorang seperti aku.
Berbahagialah di atas duka yang aku alami.
Dan, aku akan menjadi seseorang yang tangguh.
Yang tak mudah lagi untuk disakiti.
Tunggu dan lihat versi diriku yang baru.
Semoga kamu tak menyesal telah melepaskan aku yang selalu berjuang dan menerimamu dengan tulus.