Gadis penyuka doraemon dan cokelat disetiap badmoodnya.
Menyukai laki-laki yang bersikap dingin padanya, merasakan pahitnya cinta ketika harus bertepuk sebelah tangan dan menjadikan dirinya pelampiasan.
***
Namaku Evelyna. Remaja yang mempunyai postur tubuh tidak terlalu tinggi, bermata sipit dan membentuk bulan sabit ketika tersenyum, bibir yang mungil, serta bulu mata yang lentik, berambut hitam. Usia 17 tahun. Usia yang cukup pantas membuatku merasakan indah dan sakitnya jatuh cinta.Mengidolakan sosok laki-laki di sosial mediaku yang sedang menjadi perbincangan cewek-cewek seusiaku. Mungkin aku bisa terbilang cewek aneh. Untuk apa mengidolakan seseorang yang belum jelas. Lagi pula dia tidak mengenal kita.
***
"Non Vely bangun!!!!! Sudah jam 7 pagi."Suara wanita separuh bayah membangunkan aku yang masih saja terlelap dalam tidur dari mimpi yang indah di kasur mungil doraemonku dengan tangan yang posisi sudah ada di pinggangnya. Matanya menatap tajam ke arahku yang sejak tadi masih saja enggan untuk bangun.
"Astaga! Kenapa gak bangunin Vely sejak tadi sih bik! Tuh kan Vely telat!" Gerutuku dengan memonyongkan bibir mungilku.
"Eh ini anak malah nyalahin bibik." Bik Ijah menjawab dengan wajah kesal.
"Aku telat! Pelajaran guru killer. Astaga! Mimpi lagi indah pula." Gumamku yang tak jelas dan enggan untuk bangun dari tempat tidur mungilku.
"Bangun non Vely! Atau bibik mogok untuk menyiapkan makanan buat non Vely!" Ujar bik Ijah yang seolah mengancam.
"Etdah busett. Bibik kok galak banget sih. Bibik gak cantik loh kalau galak." Ujarku yang mencoba untuk merayu bibik.
Bik Ijah yang sudah bertahun-tahun bekerja di rumahku memang sudah biasa untuk memarahiku seperti itu. Bukan karena tak sopan kepadaku, namun hal tersebutlah yang dijadikan alasan untuk disiplin. Tak heran jika keluargaku sangat menyukainya, terlebih lagi sudah menganggap bik Ijah seperti orang tuanya sendiri.
Aku menyetir mobil dengan kecepatan penuh karena sudah terlalu terlambat. Tiba di sekolah pagar sudah tertutup dan terpaksa aku harus mengemis-ngemis untuk di bukakan pagarnya dari perjaga yang selalu stand by di depan.
"Eh nak Vely, tumben terlambat?" Tanya si penjaga kepadaku.
"Kesiangan pak." Jawabku dengan santai.
"Ya sudah silahkan masuk." Pak penjaga mempersilahkan aku masuk.
Aku bergegas berjalan menelusuri koridor yang sudah senyap dengan tas ranselku yang hanya di pundak kananku, tangan kiri yang membawa beberapa buku cukup tebal.
Brukkkk......!!!!
Buku yang semula ada di tanganku sekarang terhempas dari genggaman diriku. Kini tubuhku terjatuh di lantai. Buku yang awalnya tersusun rapih kini berserakan di depan tubuhku. Aku hanya merintih kesakitan ketika merasa kakiku sakit akibat insiden itu.
"Mau aku tolong?"
Seketika aku melihat ada tangan yang mencoba membangkitkanku.
"Sini deh aku tolong. Kamu nggak kenapa-kenapa kan?" Ujar laki-laki tersebut dengan lembut.
Aku yang sejak tadi hanya merintih kesakitan, kini memasang wajah kesal karena ulah laki-laki yang di depanku.
"Dasar cowok rese! Kalau jalan pakai mata! Seenak jidat aja! Di pikir ini jalan nenek moyang kamu gitu!" Cetusku sekenanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
HARI BERSAMANYA
Short StoryAku ingin terbang setinggi mungkin meski aku tahu sakitnya jatuh berkali-kali. Apa jadinya jika mencintai seseorang yang diidolakan sejak lama tetapi selalu saja cintanya bertepuk sebelah tangan. Tetapi datang seseorang yang membuat nyaman, selalu...