Karena nyaman soal hati

172 8 8
                                    

Nyaman itu datang tanpa permisi.
Hadirnya karena terbiasa disisi.


***


Drrrtttt.... drrrtttt....

Ponselku bergetar tanda ada pesan masuk.

"Besok akan kujemput, tapi berbeda dari hari sebelumnya." Ujarnya lewat pesan.

"Kenapa?" Tanyaku singkat.

"Udah nurut aja! Gak usah bawel sayangku." Ujarnya.

"Sayang-sayang?" Balasku.

"Iya ada apa sayang? Kamu rindu? Jangan rindu. Kata bang dilan berat, kamu gak akan kuat biar aku saja." Ledeknya.

"Aku blokir nih kalau kamu ngeselin." Ancamku.

Aku mulai jengkel dengan pesannya yang mengesalkan itu.

"Silahkan. Kamu akan rindu." Balasnya.

Aku hanya read pesannya. Aku ingin tersenyum karena balasannya, tetapi....

"Gak... gak...! Ngapain aku salah tingkah." Ujarku.

***


Bintang nampak tersenyum melihat ke arahku yang duduk di luar sembari menatapnya. Aku mengingat lagi wajah arvin siang tadi.

"Kamu itu seperti bintang. Ada namun takkan pernah bisa kugapai. Sekalipun aku bisa menggapaimu, itu hanya mimpiku." Batinku.

Mencintai haruskah sesakit ini?

Aku memejamkan mata, namun yang terbayang hanya wajah Arvin yang tebar pesona di mataku.

"Argh...!" Geramku.

Aku membukakan mata lebar-lebar ketika sadar yang ada di lamunanku hanyalah ada Arvin.

"Kelak kamu akan sadar kalau aku mencintaimu dalam diam dengan sabar." Batinku.

Mike.... Pekalah. Kenapa kamu memilih dia.

***


Mengingat kejadian sore tadi, Arvin ternyata memang mengasyikan. Memberi sebuah cokelat di saat latihan basket tadi.

"Apakah aku nyaman? Ataukah hanya sebatas senang? Aku tak begitu mahir mendefinisikan nyaman dengan rasa sekedar senang." Batinku yang sejak tadi aku terlihat senyum-senyum tak jelas.

Nyaman soal hati dan perasaan.

Apa aku menyukainya?

"Tidak-tidak! Aku hanya menyukai Mike. Logikaku memilih Mike." Gumamku yang semakin menjadi-jadi. 

Not knowing what it was
I will not give you up this time
But darling, just kiss me slow, your heart is all I own
And in your eyes you're holding mine.

Terdengar ringtone ponselku berdering dengan lagu perfect -  Ed Sheeran. Aku lupa meletakkan ponselku dimana. Aku mengacak-acak selimut yang semula tertata rapih menjadi berantakan. Kutemukan ponselku rupanya di bawah bantal, betapa cerobohnya aku.

"Selamat tidur sayang." Ucapnya dari kejauhan sana.

"Tau aja kalau aku belum tidur." Cetusku.

"Karena setiap detik yang kamu lakukan, aku bisa merasakan." Ujarnya.

"Alay!" Jawabku sekenanya dan dengan sigapnya mematikan ponsel.

Drttt.. drttt..

Terdengar getaran dari ponselku.

"Kok di matiin? Aku tau, kamu malu-malu." Ujarnya di balik pesan.

"Bisa diem gak sih!" Bentakku.

"Ini aku juga diem kok, kan aku hanya mengetik pesan." Ujarnya.

Arghhh...

Selalu aja dia menjawab semua ucapanku. Memang sih kalau pakai logika tuh benar. Eh tapi....

"Gak! Cewek harus selalu benar, dan cowok selalu salah!" Gumamku yang semakin tak jelas.

***

Kupaksakan untuk memejamkan mata panda ini. Aku membuka galeri dan mencari foto Mike yang sengaja aku potret diam-diam ketika dia tak melihatku.

"Setidaknya aku lebih dulu mencintaimu daripada dia. Dan mengapa kamu gak pernah sadar sedikitpun tentang kehadiranku." Batinku.

Setiap aku melihat foto Mike di galeriku, terbesit kata-kata yang selalu ingin aku lontarkan. Mungkin karena luka ini masih terasa.

Grekkk...!

Terdengar suara seseorang yang sedang membuka pintu kamarku.

"Non?" Tanya bibik yang berjalan mendekatiku.

Aku dengan sigap bergegas menarik selimut dan berpura-pura memejamkan mata, karena di rumah ini anak sekolah dilarang tidur lebih dari jam 10 malam. Ketat kan peraturannya ya.

"Oh sudah tidur ya." Cetus Bik Ijah.

Bik Ijah meninggalkan tempat tidurku dan berjalan keluar dari kamar meninggalkan aku sendiri lagi. Setelah tak terdengar suaranya lagi aku membuka mata lagi.

Huft...

Aku menghela nafas. Peraturan macam apa ini. Untuk anak seusiaku masih saja ada peraturan seperti ini. Harus tidur jam sepuluh malam. Dan lebih parahnya, setiap jam 10 bibik mengecek. Astaga ini seperti anak kecil bagiku.

Jam menunjukkan pukul sebelas malam. Terpaksa harus kupejamkan mata ini.

"Waktuku terbuang sia-sia hanya karena memikirkan Mike yang menyakitiku. Memikirkan Arvin yang mengesalkan itu."

HARI BERSAMANYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang