12. Sayang

70 31 15
                                    

"Hoammm."

Pagi yang cerah sekaligus cuaca dingin menyelimuti hutan yang berada dekat di kota Nuuk.

Delko semakin menarik selimutnya sampai sebatas leher. Matanya masih terpejam, sampai benerapa menit setelahnya matanya terbuka sempurna.

"Lym, kenapa ya semalem?" kata itu yang Delko ucapkan saat bangun dari tidurnya.

"Kok gue khawatir, terus kemaren kaya berkaca-kaca gitu matanya."

"Apa dia nangis? Tapi kenapa?"

"Karena gue mau pulang trus dia nangis?"

"Gak mungkinlah Delko! Ge'er banget."

"Tapi bisa jadi sih."

"DELKO STOP BERHARAP!"

"Hari ini gue make baju siapa?"

"Minjem lagi aja deh, besok 'kan gue pulang gapapa kali ya."

Entah mengapa dari semalam tidurnya tidak nyenyak karena di otaknya terus terlintas nama Lym. Akhirnya, dengan rambut yang masih acak-acakan, Delko beranjak dari tempat tidurnya lantas pergi ke rumah Lym.

Tok tok tok

Tak ada sahutan. Delko mengetuk pintu kembali hingga berulang-ulang namun masih sama, tidak ada sahutan.

"Masa nggak ada orang? Nggak mungkin."

TOK TOK TOK

Kali ini lebih keras, tak peduli dengan punggung jarinya yang merah, Delko terus mengetuk pintu itu. Saat ini di otaknya hanya ada Lym.

"Lym!! Kakak!!" teriak Delko dari luar.

"Lym!! Buka pintunya!"

Delko semakin cemas. Kemana mereka? Apa mungkin Dyr sudah berangkat bekerja? Itu bisa jadi. Kalau Lym?

Delko berpikir keras, tidak mungkin jika dirinya harus mendobrak pintu itu.

Delko terus berpikir sampai pada akhirnya Delko mengelilingi rumah itu.

Pandangannya terhenti saat melihat jendela yang sedikit terbuka. Ia yakin itu pasti kamar Lym!

"Lym!" panggil Delko kencang sembari membuka jendela itu lebih lebar.

Delko semakin panik ketika menemukan Lym terbaring di lantai.

"LYM!"

"Gue harus loncat lewat jendela ini!"

Hap!

Delko mengampiri Lym lantas mengangkat kepala Lym untuk ia taruh di atas pahanya. "Lym, Lym bangun Lym!" Delko menepuk pipi Lym pelan.

Tubuhnya sangat dingin, jelas saja. Lym tidak menggunakan selimutnya, Lym hanya mengenakan piyamanya.

"Astaga Lym!! Bangun! Gue mohon jangan buat gue khawatir!" Delko mengenggam tangan Lym dengan erat seolah-olah gadis itu akan pergi. Hatinya tidak tenang.

Dengan gerakkan cepat, Delko menggotong tubuh mungil itu dan dengan segera menaruhnya di atas ranjang, kemudian ia langsung mengambil selimut yang terjatuh di lantai, lantas langsung memakaikannya pada tubuh mungil Lym.

Sampai akhirnya Delko bangkit untuk segera menutup kembali jendela yang dilewatinya tadi.

"Kenapa sih Lym itu?" Delko kembali berjalan mengahmpiri Lym dengan wajah bingungnya seraya duduk di pinggir ranjang.

Mengapa Lym menjadi seperti ini?

Delko memandang keluar jendela. Mengingat kejadian beberapa hari lalu, saat dirinya menemukan rumah ini dan Lym.

Senyumnya terukir di wajah tampannya. Delko bingung mengapa dirinya sangat senang jika berada di dekat Lym. Hatinya tenang, bahagia menjadi satu.

"Tapi liat wajahnya yang sekarang, buat gue khawatir sama dia, gue takut kehilangan dia, katakanlah gue aneh bisa ... suka sama dia dalam jangka waktu dekat, tapi memang itu kenyataannya, Tuhan jaga dia," lirih Delko. Ia harus menahan perasaanya sekarang, Delko tidak ingin jika harus menyakiti hati Lym, jika ia memberikan harapan pada gadis itu.

Apa Lym mau menunggu Delko sampai ia kembali menemui Lym?

"Lodel."

Delko memutar tubuhnya menghadap ranjang Lym.

"Lolym! Kamu gapapa 'kan? Ada yang sakit?" tanya Delko mengebu-gebu.

Lym hanya tersenyum tipis sebagai jawaban dirinya baik-baik saja.

"Kenapa bisa kaya gini sih? Lodel panggilin nggak nyaut-nyaut ternyata pingsan!" protes Delko dengan bahasa Indonesia.

"Lodel, Lolym nggak terlalu paham, jangan pake bahasa Indonesia, lagi males mikir."

"Oke."

"Lodel tadi—"

"Lolym dengar?!" Delko memotong ucapan Lym, ia takut gadis itu mendengar ucapannya.

"Dengar apa?" tanya Lym sedikit menggoda. Gadis itu pura-pura tidak tahu, padahal ia mendengar semua yang dikatakan oleh Delko.

"Curhatan Lodel kalo Lodel suka sama Loly--EH EHH NGGAK BUKAN GITUU." Delko salah tingkah sendiri.

"Suka sama siapa?" tanya Lym. Kalau pada siapa Delko suka, Lym tidak tahu.

"Sama perempuanlah."

"Ooh, namanya?" Lym berusaha untuk duduk.

"Namanya Rahasia," kata Delko bangga.

"Namanya Rahasia? Memang ada nama seseorang Rahasia?" tanya Lym dengan polosnya.

"Ck." Delko menghela nafas.

"Nanti antar Lodel jalan-jalan kaya kemarin mau?" tanya Delko melembut.

"Lodel, harus pulang besok?"

"Iya, keluarga Lodel sama sahabat Lodel nyariin Lodel terus."

"Lolym boleh ikut gak?"

"Enggak, nanti Kakak Lolym khawatir, nanti yang jagain dia siapa?"

"Kakak sudah besar." Lym mencebikkan bibirnya.

"Jangan." Delko mengacak rambut Lym pelan.

'Kenapa aku harus sayang sama Delko?' batin Lym. Ingin rasanya Lym menangis. Tapi ia tidak boleh egois. Mungkin ini adalah perasaan sementara saja.

Mata Lym mulai berkaca-kaca, kepalanya terus menunduk.

"Lolym?" tanya Delko lembut.

Tak ada sahutan, Lym terus menunduk.

"Hei, Lolym nangis?"

Benar saja, air mata Lym tumpah begitu saja. Ia mengerutuki dirinya yang begitu bodoh karena menangis di depan Delko.

"Kenapa?" tanya Delko lagi.

"Lodel, Lolym boleh jujur?" tanya Lym menahan isakan.

"Siapa yang nyuruh Lolym bohong?" tanya Delko balik.

Lym menarik nafas panjang.

"Lodel, Lolym nggak tahu kenapa bisa gini, Lolym ... Lolym nggak tenang karena Lodel ingin pulang besok, Lolym senang bisa di dekat Lodel," bibir Lym bergetar, "Lolym bahagia karena Lodel," lanjutnya masih menunduk.

"Lolym, sayang Lodel."

.
.
.
.

Huhuuhuhuuuu dapet nggak feelnya?? Enggak yah?

Yang jijay dan ingin muntah silakan😂

Keep stay guys

Vommentnya don't forget

SalYos,
😍

STRAY✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang