3. Meragu

5.2K 255 10
                                    


Meragu

Dua orang dokter berjalan di lorong rumah sakit. Dan di sinilah Aeri dan Alifa kembali melakoni kegiatannya sebagai dokter bedah di salah satu rumah sakit swasta.

"Aeri, aku tidak tahu harus ngomong apa, kemarin itu lamaran teromantis yang pernah aku lihat. Aakhirnya pangeran burung besinya sudah menemukan angsa jeleknya."

"Aku juga masih tidak menyangka."

"Maaf dokter Aeri, ini ada kiriman buket bunga," ucap perawat Lina.

"Dari siapa Lin,? Aldiantara?" tanya Alifa.

"Duh saya tidak tahu dok."

"Iya makasih ya Lin" ucap Aeri, diapun mengambil sebucket bunga tersebut dan Lina kembali ke nurse station.

"Dari siapa?" tanya Alifa kembali.

"Nggak tahu, nggak ada nama pengirimnya," ucap Aeri yang sedari tadi mencoba menemukan surat di dalamnya.

"Mungkin dari Aldiantara, itu lelaki kamu romatis banget sih."

Aeri memperhatikan bunga yang ada di tangannya. Bunganya begitu cantik dan mengeluarkan semerbak aroma harum. Untuk pertama kalinya seseorang tengah memberikannya bunga.

"Aku masih ragu," gumam Aeri.

"Maksud kamu apa?" Dahi Alifa sedikit berkernyit.

"Ya kamu nggak aneh apa? Aldiantara lelaki yang baru aku kenal beberapa bulan dan langsung melamar. Ini terlalu mendadak, seperti mimpi dan ada rasa keraguan, rasa takut."

"Aku paham kekhawatiran kamu. Ini pertama kalinya kamu dekat dan memulai hubungan dan sekarang ada cowok yang gentle yang secara terang-terangan pergi ke orang tua kamu untuk melamar kamu. Kamu pasti bingung. Tapi pria seperti Aldiantara itu nggak boleh kamu lepasin begitu saja. Aku yakin Aldiantara Azka Langit Putra Simajaya untuk kamu. Bukannya ini keinginanmu, kamu inginnya yang serius kan? Bukan yang main-main ataupun pacaran."

"Iya tapi tetap aja aku merasa aneh."

"Tapi kamu sebenarnya suka kan sama dia?" Tanya Alifa.

Aeri langsung mengangguk. "Suka. Bahkan sejak pandangan pertama."

"Dia tipe kamu banget kan?"

Aeri langsung mengangguk mantap.

"Ya sudah nggak usah meragu karena takdir yang tertulis untukmu ditulis oleh penulis terhebat."

Aeri terdiam sejenak mencerna ucapan Alifa.

"Masih tetap meragu juga?" tanya Alifa.

"Entahlah? Saat dia melamarku tidak ada alasan untuk menolaknya. Tapi..." Aeri diam, dia sendiri tidak tahu bagaimana cara mendiskripsikan perasaannya.

"Bukankah hari ini, kamu akan menemuinya?"

"Ya, kami akan bertemu sebelum dia kembali terbang."

"Lalu tunggu apalagi? Kalian akan segera menikah, jika kamu masih meragu itu tidak akan baik. Saranku, jika kamu masih ada seribu pertanyaan di kepalamu itu. Tanyakan padanya langsung."

**

Menjalin sebuah hubungan bersama Aeri yang memiliki usia matang namun berjiwa muda membuat Aldiantara merasakan kembali ke masa muda.

Tak ada makan siang di restoran mewah, ataupun menyusuri hiruk pikuk dunia malam. Hal yang dilakukannya adalah pergi ke taman hiburan. Hampir semua wahana mereka coba, dari komedi putar, kora-kora sampai wahana halilintar. Aldiantara benar-benar dikejutkan oleh tingkah Aeri. Dia benar-benar unik dan spesial untuk wanita seusianya.

Aeri meraih tangan Aldiantara dan mengatakan ingin membeli es krim. Hari ini, Aldiantara benar-benar menikmati harinya bersama Aeri.

Aeri menertawakan Aldiantara saat pria itu belepotan es krim akibat ulahnya. Aeri juga terbahak saat melihat ekspresi Aldiantara mencoba es krim matcha miliknya. Pria itu memejamkan matanya saat menelan rasa pahit matcha tersebut.  Aldiantara memilih menelan matcha pahit itu demi melihat tawa lebar Aeri.

"Ada lagi wahana yang ingin kamu coba?"

Aeri tersenyum dan berjinjit. Bibirnya mencapai pipi Aldiantara dan berbisi, "Ya, aku ingin menaiki wahana bianglala."

Darah Aldiantara berdesir manis saat merasakan napas hangat Aeri yang menyapu pipinya. Belum sampai Aldiantara sadar sepenuhnya, Aeri kembali menarik tangannya untuk segera menaiki wahana bianglala.

Saat ini mereka sudah menaiki wahana bianglala. Aeri begitu takjub dengan pemandangan yang disuguhkan karena matahari sudah mulai terbenam. Aeri lantas menatap wajah Aldiantara tanpa berkedip.

"Ada apa? Apa wajahku terlalu tampan."

Aeri memajukan wajahnya menatap Aldiantara. Dia menelan ludah ketika pria itu membalas tatapan Aeri dengan kedua bola matanya ditambah semburat jingga yang menyinari.

Dan berapa lama waktu yang kembali, Aeri sadar bahwa Aldiantara juga mencondongkan wajahnya dan menyisakkan jarak beberapa senti. Seolah tersadar, Aeri segera beringsut menjauh. Aeri berdehem untuk mengusir rasa canggung.

"Sepertinya ada yang ingin kamu tanyakan tapi kamu susah untuk mengungkapkan?"

Aeri mengerjap. "Aku ingin bertanya, jika aku tidak bertanya mungkin malam ini tidak bisa tidur."

"Tanyakan apa yang ingin kamu tanyakan. Aku akan menjawab sebisaku."

"Kenapa kamu ingin menikahiku?"

"Karena aku jatuh cinta padamu. Jantungku berdetak kencang tiap kali memikirkanmu. Tak sanggup sehari saja tak melihatmu hingga aku memberanikan diri untuk melamarmu. Aku tak pernah berhenti memikirkanmu saat insiden di bandara." Aldiantara mengatakan apa yang benar-benar dia rasakan.

Aeri mempercayai kalimat Aldiantara tapi dia tidak bisa mempercayai dirinya sendiri. Aldiantara masih melihat titik keraguan di mata Aeri, sehingga dia menggenggam tangannya. Tangannya basah oleh keringat, kebiasaan setiap kali dia gugup.

Albi ( My pilot )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang