4. Mark..

1.5K 305 47
                                    

Lucas mengerjapkan matanya, mendapati ia sedang berada didalam ruangan bercat putih dan tentu saja ini bukan kamarnya, melainkan di rumah sakit. Ia juga merasakan bahwa di hidungnya kini sedang terpasang selang oksigen untuk membantu pernafasannya.

Tak jauh dari tempatnya berbaring, terlihat seseorang sedang berdiri di dekat jendela sambil melamun dengan handphone yang berada di genggamannya.

"Ibu?" gumam Lucas. Tak seperti biasanya, kini suara Lucas terdengar lemah, membuat sang ibu menjadi tak tega melihat anaknya dalam keadaan seperti ini.

Ten tersadar dari lamunannya, kemudian ia menghampiri Lucas.

"Syukurlah kau sudah sadar, Lucas." Ibu sangat khawatir denganmu." ucap Ten sambil mengelus surai kecoklatan putra kesayangannya tersebut.

Ten yang tinggal bersama suaminya di Thailand langsung terbang menuju Korea setelah mendengar kabar kecelakaan anaknya tersebut. Namun Johnny, suaminya belum bisa menjenguk putranya karena terhambat oleh pekerjaannya.

"Bagaimana keadaan Jungwoo, Bu?" tanya Lucas sedikit khawatir dengan kekasihnya tersebut.

"Jungwoo tidak apa-apa, hanya kepalanya saja yang terluka dan itu bukanlah luka serius." jawab Ten.

"Aku ingin bertemu dengannya. Aku khawatir,"

"Lucas, lihat kondisimu. Kau belum bisa menemuinya. Dia tidak apa-apa, sungguh." ucap Ten meyakinkan.

Lucas teringat dengan seseorang yang ia tabrak kemarin, ia berharap orang itu tidak terluka parah.

Seakan bisa membaca pikirannya, Ten menjelaskan keadaan orang itu dan seketika membuat Lucas tak dapat menahan air matanya.

Ia jarang menangis -lebih tepatnya tidak pernah sejak terakhir kali menangis saat masih sekolah dasar. Ini merupakan tangisan pertamanya di usianya yang ke dua puluh dua.

 Ini merupakan tangisan pertamanya di usianya yang ke dua puluh dua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

1 bulan kemudian

"Kak Mark, aku membelikanmu biskuit kesukaanmu."

Haechan meraih tangan Mark supaya ia memegang biskuit yang baru saja dibelinya.

Alangkah terkejutnya Haechan saat Mark tiba-tiba membuang biskuit tersebut dari tangannya.

Haechan menghela nafas, seakan mengerti dengan perasaan Mark. Kakaknya itu berubah setelah kecelakaan yang menimpa dirinya satu bulan yang lalu.

"Kak Mark bersedih lagi? Kenapa? Ceritakan pada Haechan," ucap Haechan lembut sambil mendudukkan dirinya disamping Mark.

Mark sama sekali tak menjawab pertanyaan Haechan dan memilih memandang datar sesuatu didepannya.

Tok.. Tokk..

"Sepertinya ada tamu." gumam Haechan.

Ia segera menuju ruang tamu dan membukakan pintu.

Haechan terkejut melihat kedatangan tamu tersebut. Laki-laki yang sangat dibenci kakaknya.

Lelaki itu tersenyum sambil tangannya membawa bingkisan kecil.

"Apa benar ini rumah milik Mark Jung?" tanya lelaki tersebut.

"I-iya." Haechan mengangguk.

"Bisakah aku bertemu dengannya?"

"Kakakku sedang tidak ingin diganggu."

"Aku sudah jauh-jauh datang kesini. Aku sangat ingin bertemu kakakmu. Aku mohon.."

Setelah menimang-nimang, akhirnya Haechan memperbolehkan Lucas untuk bertemu dengan kakaknya.

Mark masih dalam posisi yang sama, duduk dipinggir kasurnya sambil matanya yang menatap kosong kedepan.

"Kak Mark.. Ada yang ingin bertemu denganmu." ucap Haechan gugup.

"Siapa?" tanya Mark datar.

"Ini aku- Lucas."

Mark mengepalkan kedua tangannya saat orang itu menyebutkan namanya. Nama itu seakan-akan adalah pembawa sial untuknya.

"Aku kesini hanya ingin meminta ma-"

"Pergi!"

Lucas melebarkan matanya mendengar ucapan Mark yang dingin itu.

"Aku meminta maaf atas kesalahan-"

"Kubilang pergi!"

Mark kini sedang menahan amarahnya dan air matanya yang ingin keluar.

Seakan tak mendengar kata-kata Mark, Lucas mendekatinya dan menyerahkan bingkisan kecil yang ia bawa ke pangkuan Mark.

"Anggap saja ini sebagai tanda permintamaafan dariku."

Tanpa menjawab, Mark melempar bingkisan pemberian Lucas yang membuat isinya berserakan di lantai kayunya.

"Kau pikir hanya dengan meminta maaf dan memberikan sesuatu yang tak berguna itu bisa mengembalikan semuanya hah?" ucap Mark dengan suara bergetar.

Matanya menatap Lucas penuh amarah walaupun tatapan itu tidak terarah tepat pada wajah milik Lucas.

"A-aku meminta maaf dengan tulus. Ku mohon maafkanlah aku, Mark." ucap Lucas memohon.

Lucas berlutut dan memegang kedua tangan Mark yang langsung ditepis olehnya.

Mark langsung mengambil beberapa bantal disampingnya dan melemparkannya pada Lucas.

"Kubilang pergi!"

"Jangan pernah kembali kesini lagi dan jangan pernah menemuiku lagi!"

Kini Mark melemparkan benda apapun yang berhasil ia raih dengan tangannya. Jam weker, kalender meja, vas bunga, botol, semua ia lemparkan ke sembarang tempat sehingga membuat kamar rapi tersebut menjadi berantakan.

"Ku harap kau takkan kembali kesini, sialan!"

Itulah kalimat yang terakhir kali Lucas dengar sebelum Haechan menariknya secara paksa untuk keluar dari kamar Mark.

"Kau lihat sendiri kan? Lebih baik kau tak usah mencari kakakku lagi walau hanya sekedar untuk meminta maaf!"

Lucas menundukkan kepalanya, menyembunyikan kesedihan oleh apa yang ia terima hari ini.

"T-tapi-"

"Kau telah membuat kakakku berubah!"

"Lebih baik kau pergi."

"Terimakasih telah membuat kakakku menderita."

Haechan hampir saja menutup pintunya namun dicegah oleh Lucas.

"Beritahu kakakmu kalau aku takkan menyerah begitu saja. Aku akan terus meminta maaf sampai ia memaafkan--"

"Terserah apa katamu!"

Setelah mengucapkan itu, Haechan langsung menutup pintunya dengan keras dan menguncinya.

Lucas menatap pintu rumah yang tertutup rapat itu dengan tatapan sendu.

"Maafkan aku."

Ia meninggalkan pekarangan rumah itu dengan perasaan bersalah sekaligus rasa sakit yang tiba-tiba muncul di dadanya.














Jangan lupa klik ikon bintang dibawah ya~ sekali klik aja udah cukup^^

Étranger ㅡ LumarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang