KOS Melati cukup ramai sore ini. Seluruh penghuni kos tengah mengobrol di luar sambil makan roti pemberian ibu kos. Kos ini tidak berbentuk rumah. Berupa kamar-kamar kecil seperti kontrakan dengan kamar mandi dalam. Di luar, di sediakan sofa dan TV untuk bersantai. Sedangkan rumah ibu kos berada di sampingnya, tidak menyatu.
"Mau lanjut univ mana, Mbak Ti?" tanya Rani kepada Mbak Tiara yang saat ini sudah menginjak semester kedua kelas tiga.
Mbak Tiara menenggak air mineral, "Nggak tau, Ran. Kalau bisa sih negeri. Soalnya gue nggak lolos jalur undangan."
Zara mengangguk-angguk, "Emang anak melati yang lolos siapa aja, Mbak?"
"Esti sama Fira deh, kayaknya. Lo keterima nggak sih, Li?" tanyanya kepada Lili.
Lili menggeleng, "Enggak. Mau swasta aja gue kayaknya."
Mbak Tiara mengangguk.
"Mbak Esti sama Mbak Fira daftar mana, Mbak?" tanya Rani lagi.
"Undip sama Unair si Esti, kalau jurusannya gue nggak tau," jawabnya.
"Kalau Mbak Fira?" Agnes ikut menimpali.
Mbak Tiara menggidikkan bahunya, "Kurang tau gue, yang jelas ambilnya Geodesi sama Matematika sih."
Ugh. Matematika. Kata itu lagi.
"Udah positif keterima ya, Mbak, kalau ikut undangan gitu?" tanya Rani.
"Belumm. Masih disaring dari seluruh Indonesia, Ran. Bayangin aja, yang udah pinter-pinter aja masih disaring. Apalagi gue, yang kayak gini. Mau ikut mandiri sama sbm, udah nethink gue," jawab Mbak Lili panjang lebar.
"Nggak papa, Mbak. Coba aja dulu. Atau nggak kan juga banyak sekolah swasta yang udah bagus-bagus sekarang ini," Zara memberi semangat.
Mbak Tiara mengangguk, mengiyakan.
"Tumben lo nggak gesrek, Ra," jawab Mbak Lili yang dibalas kekehan dari Zara.
"Jadi nyesel dulu gue nggak belajar, susahnya baru sekarang. Lo mau ambil mana Ra ntar rencana?" tanya Mbak Tiara.
Zara mengangkat bahunya tanda tidak tau, "Masih kejauhan, Mbak. Belum mikir sampai sana."
"Astagfirullah, Ra. Kejauhan mbahmu! Kita udah kelas dua semester genap, loh," sangkal Rani.
Zara tertawa, "Udah ah, Ran. Gue mau mandi dulu, terus les."
Tertawa, Mbak Tiara melempar botol air mineral kosong ke punggung Zara, "Les juga sekarang lo?"
"Iya, Mbak. Mau mengejar masa depan."
Gurunya yang masa depan gue, Mbak.
*
"Dir, rumahnya yang mana, dah?" tanya Zara saat dirinya sudah berada di jalan.
"Minimarket AGATA lo belok kanan aja. Gang kanan ke empat," jelasnya.
"Oke oke, thank you," ucapnya.
Lalu setelahnya, Dira menutup panggilan dari Zara.
Saat ini Zara tengah berjalan di komplek yang bahkan Zara belum pernah menginjakkan kakinya di sini. Angkutan umum hanya bisa berhenti di tepi jalan raya, tidak bisa memasuki gang. Lupakan gojek, karena bagi kaum penghuni kos seperti Zara, lebih baik naik angkutan dan jalan sedikit. Kalau naik gojek, bayarannya bisa tiga kali lipat dari angkutan umum, dan itu sudah cukup untuk membeli sosis bakar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adiksi
General Fiction"Kayaknya saya percuma deh jadi guru Matematka." "Loh, kenapa gitu, Pak?" "Percuma saya pinter grafik eksponensial kalau ga bisa jadi imam yang potensial buat kamu." - - - 8 Juni 2018