"SEKIAN dulu ya materi hari ini. Sudah jam delapan malam, les hari ini saya tutup. Hati-hati ya pulangnya," ucap Pak Abiandra sembari memasukkan spidol ke dalam kotak pensilnya.
Kemudian, semua yang ada di tempat les itu mengangguk dan berkemas untuk pulang.
"Ra, ngegojek nggak? Gue ada kuota kalo misal lo ga ada," tawar Dira.
Zara menggeleng, "Gue ada kok. Lo duluan aja."
Dira mengangguk, "Gue duluan. Gapapa kan lo ngga gue tunggu sampe gojek dateng?"
Zara memutar bola matanya malas, "Biasanya juga gue yang nungguin lo."
Dira terkekeh. Kemudian melambaikan tangannya ke Zara saat dia memasuki mobil jemputannya. Disusul satu persatu teman Zara yang pulang dengan motor masing-masing.
Sebenarnya Zara tidak memesan gojek. Pak Abiandra tadi berkata padanya bahwa ada hal serius yang harus mereka bicarakan. Nggak enak juga kalau harus pulang bareng Pak Abiandra terus setiap habis les.
Pak Abiandra lagi akting masuk rumahnya. Selalu begitu tiap abis les. Nggak mau disalimin kayaknya. Takut pada khilaf pas cium tangannya ya Pak? Alhamdulillah kalau peka.
Nggak lama, bau parfum Pak Abiandra tercium semerbak di sekitar Zara. Sudah dipastikan, doi udah ganteng banget keluar dari rumah. Eh gitu aja sisiran eh?
Pak Abiandra yang sisiran kok Zara yang sir-siran ya? Duh.
"Pak," sapa Zara.
Pak Abiandra menampilkan perfoma senyum terbaiknya. Kemudian membuka pintu penumpang, "Masuk Azzara."
Astagfirullah al adzim.
Suara Pak Abiandra tuh kok kayak ubin di masjid sih? Bikin adem gitu dengernya. Tumbenan juga doi bukain pintu ke Zara.
"Makasih Pak," jawab Zara sebelum masuk.
Pak Abiandea senyum, kemudian menaruh telapak tangannya di jidat Zara supaya tidak kepentok. Tau nggak sih Pak kalau perlakuanmu itu bikin dag--dig--dug--ser?
Setelahnya, Pak Abiandra duduk di kursi kemudi. Menyalakan mesin dan menjalankan mobil.
"Apa yang penting Pak?" tanya Zara.
Pak Abiandra tersenyum, "Tau deh. Besok nggak ada PR kan?"
Zara menggeleng, "Enggak Pak."
Mobil Pak Abiandra berhenti saat lampu merah menyala.
"Kita ke rumah Ayah ya, Zar?" tanya Pak Abiandra.
Zara terdiam.
"Ke rumah Ayah saya, oke?" tanya Pak Abiandra lagi.
"Apa nggak terlalu cepat, Pak?" tanya Zara.
Pak Abiandra tersenyum, "Saya cuma pengen kenalin kamu sama Ayah, Zar. Cuma itu, nggak lebih."
Zara diam.
"Bapak cerita apa aja soal saya?" tanya Zara.
Pak Abiandra menggeleng, "Saya belum ada cerita. Cuma bilang hari ini ada yang mau saya kenalkan."
Zara menghela napas berat.
"Apa kata orang tua Bapak nanti kalau tau saya masih berumur enam belas, Pak? Jarak kita terlalu jauh. Usia Bapak adalah usia matang sementara saya?" tanya Zara.
Tangan kiri Pak Abiandra yang bebas mengelus puncak kepala Zara, "Nggak apa-apa. Saya kenal mereka."
"Apa nggak cukup Mas Opi aja Pak yang tau soal hubungan kita ini?" tanya Zara lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adiksi
General Fiction"Kayaknya saya percuma deh jadi guru Matematka." "Loh, kenapa gitu, Pak?" "Percuma saya pinter grafik eksponensial kalau ga bisa jadi imam yang potensial buat kamu." - - - 8 Juni 2018