Wejangan

1.6K 121 3
                                    

"SABTU ini pulang Zar?"

"Iya Pak."

"Hah? Pak?"

"Hah? Pak? Saya bilang Pak emang?"

Pak Abiandra memutar bola matanya, malas menghadapi alibi Zara yang ada-ada saja.

"Saya juga kebetulan mau kondangan di dekat daerah kamu. Mau ikut?" tanyanya.

"Hah? Saya ikut?" tanya Zara.

Pak Abiandra mengangguk mantap. "Iya. Mau nggak?"

Zara menggeleng, "Saya nggak ikut nggak apa-apa kan? Belum siap dikomentarin orang soal hubungan kita, Pak."

Pak Abiandra berdecak, "Ck! Pak lagi."

Zara nyengir, "Panggil Mas nya kalau ada mertua sama Mas Opi aja. Hehehe.."

"Ngomong-ngomong soal mertua, mertua kamu kangen sama mantunya tuh.." ucap Pak Abiandra, membuat pipi Zara memerah.

"Mertuanya apa anaknya mertua tuh Pak yang kangen sama saya?" tanya Zara.

Pak Abiandra tertawa lepas, menampakkan deretan giginya yang rapi. "Semuanya. Tapi yang paling kangen ya anaknya mertua sih.. Hehee.."

Zara berdecih, kemudian menyeruput kopinya.

"Saya serius Zara soal kondanhan. Ikut ya?" pinta Pak Abiandra.

"Pak, nanti saya bilang apa sama orang tua saya?" tanya Zara.

"Gampang. Nanti saya yang ke rumah buat minta izin bawa kamu," jawab Pak Abiandra enteng.

"Jangan!" spontan, Zara berkata agak keras. Untung saat itu suasana kafe cukup sepi.

"Kenapa?"

"Saya belum siap Pak kalau misal ditentang sama orang tua saya," jelasnya.

Pak Abiandra tersenyum. Kemudian duduk agak maju supaya bisa mendekat ke arah Zara.

"Zar, tau nggak kenapa Tuhan menciptakan bahu kanan dan bahu kiri?" tanya Pak Abiandra.

Anjirrr. Lagi serius masih aja gombal.

"Gatau Pak. Saya ngga punya koneksi orang dalem," jawab Zara.

Pak Abiandra tertawa kecil, "Soalnya Tuhan sudah memperhitungkan. Bahu kiri saya buat kamu bersandar dan menangis, sedangkan bahu kanan saya buat bersandar anak kita nanti."

Zara berkedip lambat, "Iya gitu Pak?"

Pak Abiandra melotot. Ya Allah, lemot banget sih digombalin.

"Enggak," ada jeda, "Soalnya saya nggak bakal izinin kamu menangis. Hehehehe."

Zara tertawa.

"Kamu harus pilih ya. Saya ke rumah kamu main atau kamu ikut ke kondangan sama saya?" tanya Pak Abiandra serius.

"Loh kok gitu? Ngga bisa dong," tolak Zara.

"Bisa aja. Siapa bilang ngga bisa?" bantah Pak Abiandra.

"Kalau saya ikut kondangan Bapak ke rumah saya juga dong?" tanya Zara.

Pak Abiandra mengangguk.

"Kalau Bapak main ke rumah saya, saya ngga perlu ikut kondangan?"

Pak Abiandra mengangguk lagi, menampilkan sebuah senyum mempesona seperti biasanya.

Menimang sebentar, Zara bersiap membuka mulutnya, kemudia tertutup lagi.

"Gimana? Lima detik ngga jawab saya yang tentuin sendiri dan saya anggap kamu setuju ya .."

Satu

AdiksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang