Sepuluh

3.5K 307 22
                                    

"Di mana Taehyung?"

"Aku tidak melihatnya sedari tadi, Eomma."

Tuan Kim, Nyonya Kim, serta Seokjin sudah berdiri manis di samping sisi mobil. Beberapa koper sudah bertengger di atas halaman rumah itu. Tuan Kim bahkan berkacak pinggang, tak percaya kalau mereka akan membawa barang sebanyak ini. Pria tua itu pun memasukkan barang - barang mereka ke dalam mobil di bantu oleh Seokjin.

Nyonya Kim kembali masuk ke rumah, melepas sepatu heel nya ke sembarang arah. Ia menaiki lantai dua, ke kamar anak bungsunya.

Wanita ini menggedor kamar Taehyung, menyerukan nama anaknya berkali - kali. Namun, tak satupun sahutan yang ia dapati. Merasa penat jika memanggil anaknya terus - menerus, ia akhirnya masuk ke kamar anaknya yang tak terkunci.

Kamar anaknya masih berantakan. Bajunya masih berserakan di mana - mana, tetapi sudah ada sebuah koper yang sudah disiapkan rapi oleh anaknya di sudut kamar.

"Dia sedang mandi? Tetapi kenapa pintunya tidak di tutup?"

Ibu Taehyung merasa sedikit aneh ketika menangkap siluet pintu kamar mandi yang ada di kamar anaknya itu terbuka. Dengan langkah ragu, ia masuk ke kamar mandi itu. Bagaimana jika benar anaknya itu sedang mandi? Bisa bahaya.

"Taehyung?"

"Astaga! Nak?! Taehyung-ah!"

Taehyung tergolek di atas ubin kamar mandinya. Wajahnya mulai membiru, kulitnya dingin sekali ketika bersentuhan dengan kulit ibunya. Matanya sudah menutup sempurna, namun deru napasnya masih bisa terdengar.

"Taehyung, bangun! Taehyung-ah!"

Taehyung mengerjapkan mata, menatap sayu mata ibunya, meminta pertolongan. Wanita itu meraih tangan Taehyung, menggenggamnya erat, mendekapkan ke dada lalu menciumi tangan itu. "Tak apa, tak apa."

"Kau akan baik - baik saja. Tak apa, tak apa, Nak."

Nyonya Kim memeluk tubuh Taehyung yang semakin membiru, terisak, terus meyakinkan anaknya kalau semuanya akan baik - baik saja.

"Sekarang, aku bisa lega. Terima kasih atas genggamanmu, Eomma."

 

♡♡♡

 
Mata Seokjin berkaca, menatap nyalang ke arah tulisan ruang gawat darurat yang terpampang jelas menusuk mata. Sungai di matanya itu telah penuh akan air, tapi air itu tak juga kunjung meluap.

"Aku yang akan mendonorkan sumsum tulangnya."

"Seokjin-ah,"

"Aku," sungai itu berhasil meluap, "rela membagi sumsum tulangku pada Taehyung. Asalkan, a-asalkan,"

Ia jatuh terduduk, memeluk lututnya sendiri, terisak kuat di sana. "Asalkan, dia berjanji padaku ketika aku sudah memberikannya sumsum tulang itu...,"

Napasnya tertahan, "... dia harus kembali."

Seokjin bangkit, menghampiri orang tuanya yang tengah duduk hampir depresi, "Izinkan aku, Eomma, Appa."

 
♡♡♡
 

Tuan Kim membuka pintu gereja, membuat sinar matahari pun berlomba menyeruak masuk menyinari gereja itu. Ia berjalan menyusuri gereja dengan langkah tertatih, terus berjalan hingga ia sampai tepat di depan altar.

Dadanya terasa terbakar. Ia menarik dan menghembuskan napas yang terasa panas itu dengan cepat, memukulkan tangannya keras ke atas altar.

Tuan Kim benar - benar seutuhnya menjadi seperti orang yang depresi. Ia berteriak di sana, menatap dinding gereja itu, memukul - pukul dadanya.

"Kenapa kau lakukan ini pada anakku?"

"Kenapa?!"

"Keadaan pasien saat ini sangat anemis dan hanya memiliki trombosit kurang dari 100.000 per mikro liter darah. Saya sangat menyesal karena ia bisa saja meninggal dalam hitungan hari. Sum - sum tulangnya tak lagi dapat menghasilkan sel normal dalam jumlah yang cukup untuk mengangkut oksigen, melawan infeksi dan mencegah pendarahan. Ia sangat banyak kehilangan darahnya akibat muntah itu. Kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Pasien Kim Taehyung harus segera mendapatkan donor sum - sum tulang yang baru."

"Kenapa kau melakukannya?!"

Nyonya Kim berlari membuka paksa pintu gereja, terseok - seok menghampiri suaminya yang tengah seperti orang gila karena memaki Tuhan. "Kesalahan apa yang anakku lakukan?!" Tuan Kim menunjuk dirinya sendiri, "Katakan sesuatu!"

Nyonya Kim hanya bisa menangis, memperhatikan suaminya yang terus saja memaki Tuhan tanpa sedikitpun hatinya tergerak untuk menghentikan aksi gila suaminya.

"Anakku? Ya, anakku."

"Dia bekerja dan belajar sangat keras selama hidupnya." Pria itu menangis, mundur beberapa langkah menjauhi altar. Ia jatuh bersimpuh, "Kau tahu itu. Iya 'kan?"

"Jika Kau benar - benar di sana, kau pasti melihat semuanya, kan?"

Tuan Kim memegang kedua pahanya, berlutut sembari menangis keras. "Aku berjuang dan bekerja keras agar bisa merawat anak - anakku." Ia menarik napasnya kembali, "Tapi aku gagal. Aku gagal, Tuhan."

"Tolong...," ia menyenderkan kepalanya ke meja altar, "Tolong biarkan anakku hidup. Tolong biarkan dia hidup."

Tuan Kim menggosok - gosokkan kedua telapak tangannya, memohon pada Tuhan. Tuhan pasti tahu yang di inginkan dan dibutuhkan olehnya. Ia akan merayu Tuhan, membujuk Tuhan agar tidak membawa anaknya itu pergi.

"Aku akan melakukan apapun yang kau perintahkan. Aku akan melakukan apapun."

Ia masih betah menggosok kedua telapak tangannya, "Anakku masih belum..., dia masih belum bisa pergi, Tuhan." Ia menyapu air matanya, "Dia tidak bisa pergi sekarang. Tolong..., tolong dengar aku, Tuhan. Tolong biarkan anakku hidup."

"Dowajuseyo..."

 
♡♡♡

 

Tubuh Seokjin dan Taehyung beriringan digiring ke ruang operasi. Ketika sudah sampai di depan pintu ruang itu, ranjangnya berhenti di dorong. Seokjin meraih tangan adiknya yang tertidur di sampingnya, menggenggam tangan adiknya itu erat. Ia menoleh ke samping, alisnya naik ketika menatap wajah pucat pasi adiknya.

Seokjin kembali menatap lurus, melihat langit - langit rumah sakit yang berjejer banyak lampu di sana. Seokjin menghela napas. Ranjang pesakitannya dan Taehyung kembali digiring masuk ke sana.

Lampu operasi telah bercahaya terang sepenuhnya, menyilaukan indra penglihatan Seokjin karena lampu itu tepat menggantung di atasnya. Mesin elektrokardiograf telah berfungsi semestinya, menampilkan garis berlika - liku mengikuti irama jantungnya.

Sebagian wajah tampan Seokjin telah tertutupi oleh masker oksigen di sana.

Anestesi yang telah dimasukkan ke tubuh Seokjin yang dialirkan melalui cairan infus itu telah sepenuhnya beredar di peredaran darahnya. Seokjin perlahan menutup kedua kelopak matanya, seiring anestesi itu merenggut kesadarannya secara perlahan - lahan.

"Tae, bangunlah ketika aku menyuruhmu bangun nanti. Jangan kecewakan aku dan kedua orang tua kita."

Kini, mata Seokjin telah sempurna tertelan oleh kelopak matanya.

"Taehyung, jangan takut untuk bangun. Aku akan menunggumu, Tae."

"Kita akan memulai transplantasinya sekarang." []
 

Awake ( V  & Jin FF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang