Memory Three: By The Way, Thanks. (Daniel & Wanda)

30 1 0
                                    

"Wan. Would you be mine?" akhirnya aku berhasil mengalahkan kegugupanku selama 2 tahun ini. Kutatap mata biru Wanda, berusaha menyiratkan ungkapan "sayang" padanya.

"Ke-kenapa, Daniel?"

Aku mengangkat bahuku, menyesap machiato panas ku. Kulihat pipinyanyang merona. Manis sekali.

"Daniel, aku tidak bisa menjawabnya sekarang. Setidaknya, beri aku waktu." ujarnya.

"Kau tidak perlu menjawabnya sekarang, Wanda. Aku akan menunggumu sampai kau nau menjawabnya." aku mencubit kecil hidungnya.

***

"Daniel," Panggil Wanda. "Kenapa kau mau mengatakannya?"

" 'kenapa' katamu? Apa perlu alasan untuk menyayangimu?"

Wajah Wanda yang merona sangat menggemaskan. Dia langsung menarik-narik rambutku.

"I-i-iya-iya. Lepaskan." ujarku sambil terkekeh. Perlahan, Wanda melepaskan tangannya dari rambutku. "Oya. Kau mau apa untuk makan malam?" tanyaku

"Terserah kau saja. Tapi bisa kakau memasak dengan bahan keju?"

"Siap, tuan putri!"

Wajahnya memerah lagi. Sungguh sesuatu yang harus ku lindungi.

Aku kembali dari dapur saat Wanda membaca novel di atas sofa. Setelah kupanggil, dia berjalan mengikutiku ke dapur. Dia seperti melihat sesuatu yang telah lama hilang dan langka. Kuharap dia suka.

Langit senja, machiato yang masih mengepulkan asap, dan Wanda, wanita yang telah lama kuinginkan.

Aku menikmati sore ku. Aku benar-benar nyaman. Entahlah. Aku juga bingung mengapa aku bisa jatuh cinta padanya. Aku tak peduli.

"Daniel, aku menyayangimu." ujar Wanda tiba-tiba. Sesaat, aku tertegun.

"So, is it the answer?"

Wanda dengan malu-malu sambil menutup mukanya dengan novel yang dipegangnya mengangguk. Kutarik ia ke dalam dekapan ku.

"By the way, Daniel," Wanda mendongak ke arahku. "Thanks."


The End.

Playlist: Just The Way You Are - Bruno Mars.

Isi HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang