"Priss. Jadian yuk."
Ahh... Mulutku tidak bisa menahan kata-kata yang ada di pikiranku. Aku memang ingin mengatakannya. Tapi tidak sekarang. Bodohnya aku.
"Eh? Ki-kila?" Kulihat Priss mulai gelisah.
Kami duduk berhadapan, saling menatap. Priss terdiam, menggigit bibirnya. Aku tak tahu apa yang akan ia katakan. Aku tak tahu apa yang ia pikirkan. Aku tak peduli. Ku pegang dagunya, mengangkat wajahnya yang tertunduk. Matanya menyiratkan tanda tanya. Beribu tanda tanya.
"Priss, make it quick. Kau hanya perlu menjawabnya kan?" aku tersenyum kearahnya. Tak ada jawaban dari Priss. "Okay, it's up to you." ujarku seraya mengusap puncak kepalanya sebelum akhirnya beranjak pergi.
***
Malam selalu tahu apa yang aku rasakan. Seolah-olah, dia hidup di dalam ku. Saat ini, langit sedang berawan. Tanpa ada kepastian akan turun hujan, atau sekedar angin yang berlalu. Hati ku pun sama. Belum ada kepastian darinya. Entah dia akan memberikan tempat untukku singgah dihatinya, atau aku akan dihempaskan begitu saja. Aku, tidak tahu.
Sebuah notif masuk.
"Kau belum tidur, 'kan?"
Priss.
"Belum. Ada apa?"
Semenit, dua menit, tiga menit. Sebuah notif masuk lagi.
"Temani aku. Sampai aku tertidur. Boleh?"
Merasa dibutuhlan oleh orang yang kau sayangi adalah suatu hal yang bisa membuatmu bersemangat menjalani hidupmu. Kau akan merasa seperti diterbangkan ke angkasa tanpa bisa turun lagi.
"Boleh saja. Kenapa? Kau tidak bisa tidur?" tanyaku.
Sesaat, lalu dia mengirimkan sebuah voicenote.
"Aku tidak bisa tidur. Dan sekarang, aku menyalahkan mu."
Aku tertawa kecil mendengarnya. Kurasa dia tidak bisa berhenti memikirkan tentang hal tadi. Tapi, aku sedikit meraaa bersalah. Ya, sedikit.
"Hahaha.... Jika kau terlalu memikirkannya, aku tidak bisa kau salahkan. Itu salah mu sendiri :p"
/read/
***
Seperti biasa, kelas ku selalu yang paling sepi meskipun sudah pukul setengah tujuh. Dan pada pukul tujuh, baru semua sudah lengkap. Aku sering duduk disebuah bangku di depan kelas ku sambil memetik gitar cokelat ku. Dari jauh, aku bisa melihat Priss berjalan menuju kelas.
"Hai, Priss." sapa ku sambil tersenyum kearahnya. Yang disapa pun menoleh. Dia tidak jadi masuk ke dalam kelas. Priss langsung duduk di sampingku. "Ada apa?" tanyaku.
"Bukan apa-apa. Aku hanya ingin bersama mu." ujar Priss seraya menyandarkan kepalanya ke pundakku. Aku hanya mengakat kedua alis ku. Kurasa ini tidak buruk.
"Kila." panggilnya. Dia beranjak, lalu berdiri dihadapanku. Aku mandangnya dengan sedikit mangangkat kepalaku. Sesaat, dia memcondongkan tubuhnya dan,
*cup*
Aku tidak bisa berkata apa-apa. Entah apa yang ia pikirkan. Aku hanya terdiam, terpaku. 3 detik, dia melepaskan ciumannya. Bibirku tidak bisa mendeskripsikan apa yang barusan terjadi. Priss langsung berjalan menuju kelas.
***
"Kila. Ada yang ingin ku katakan. Tapi tidak disini." ujat Priss seraya mernarik lengan baju ku.
"Lalu?"
"Tunggu aku di depan gerbang sekolah."
Aku hanya mengangguk lalu berjalan ke depan sekolah. Aku menunggunya sambil mendengarkan lagu dari mp3 ku. Tak lama, seseorang menarik lengan bajuku.
"Oh. Maaf."
"Apa kau sudah menunggu lama?" tanya Priss. Aku menggeleng.
"Jadi, apa yang ingin kau katakan?"
Dia diam, menggigit bibirnya. Mungkin dia masih berpikir.
"Kila, tentang apa yang kau katakan," kalimatnya menggantung. Aku sangat ingin tahu apa kelanjutannya. "Kurasa,"
Kenapa jantung ku berdebar sangat cepat? Aku tidak bisa mengendalikannya. Kenapa? Kumohon, jadilah kabar baik.
Dia menggenggam tangan ku seraya berkata, "Kila. Someone could love you more."
Someone could love you more.
THE END.
Playlist: idfc - blackbear
KAMU SEDANG MEMBACA
Isi Hati
RomanceJika kalian berada diantara dua pilihan, jika kalian memilih untuk tetap hingga titik darah penghabisan, jika kalian memilih untuk pergi tetapi tak ingin berpindah hati, apa yang akan kalian lakukan? Kuharap kalian bisa menentukannya