Habis manis, sepah dibuang.
Setiap kali aku mengingat kalimat itu, aku merasa hatiku sedang disayat. Entah. Padahal aku sudah berusaha melupakannya. Bukan karena dia meninggalkanku, tapi apa yang ia pernah katakan padaku membuatku tak rela melepas kepergiannya.
Dia menjadikanku tempat untuk mencurahkan semua keresahan hatinya. Akupun begitu. Menjadikannya tempat untuk bersandar.
"Dera..." panggil Reza dari samping ku. Reza langsung duduk di sofa, di sebelahku. Aku yang sedang memainkan handphone ku, menoleh ke arahnya.
"Ada apa lagi?" tanya ku.
"Aku tidak tahu lagi. Dia sangat egois. Aku--"
"Itu bukan egois. Dia hanya ingin bahagia bersama mu. Ayolah. Kau tahu itu. Berbiacralah padanya lagi." Selaku.
Sesaat, Reza terdiam.
"Baiklah." ujar Reza lalu beranjak pergi.
***
Pukul setengah tujuh malam dan aku tak tahu apa yang harus kulakukan.
"Za" panggil ku di ruang obrolan. Tak lama, Reza membalas.
"Ada apa?"
"Apa kau sibuk? Aku ingin kerumah mu. Aku tidak punya apapun untuk dilakukan disini."
5 menit, Reza baru membalas. Aneh.
"Datang lah. Aku juga butuh teman."
***
Aku bingung. Reza tidak seperti biasanya. Entahlah. Aku tidak tahu.
Rumahnya sepi seperti biasa. Orang tuanya selalu pulang larut malam saat Reza sudah tidur. Terkadang aku merasa kasihan kepada Reza. Dia jarang sekali bertemu orang tuanya.
"Rezaa..." panggil ku dari depan rumahnya. Reza menengok keluar jendela kamarnya yang ada di lantai dua.
"Masuklah. Pintunya tidak dikunci."
Tidak dikunci? Seseorang bisa masuk kapan saja.
Aku berjalan, menaiki anak tangga, dan masuk kekamar Reza. Seperti biasa, kamarnya rapi dan wangi. Wanginya khas wangi Reza. Aku kenal sekali bau cokelat ini. Dengan cepat, Reza menarik lenganku, membuatku tersentak, dan...
cup.
Apa? Apa yang terjadi? Aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku juga juga tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang.
Aku mendorong Reza hingga ia mundur. Dia hampir jatuh tersandung kakinya sendiri.
"Maaf." ucapku.
"Tidak. Aku yang maaf. Kau pasti berpikir yang aneh-aneh sekarang. Maaf." balasnya.
Aku hanya terdiam. Canggung. Sangat canggung sekali.
***
Sepulang dari rumah Reza, aku berjalan sambil memikirkan Reza. Aku tidak tahu. Dia sangat aneh hari ini. Dia bahkan, ahh... Aku sangat malu mengingat hal tadi. Segera kubuang pikiran itu.
Tadi, dia terlihat sangat bahagia. Katanya, sekarang dia dan pacarnya sudah berbaikan. Dan, entahlah. Itu membuatnya sibuk. Seharusnya aku bahagia. Tapi, dia berubah.
***
Pagi ini seperti biasa. Sekolah, tugas. Membosankan sekali. Tapi, ada sesuatu yang membuatku gelisah. Reza, dia tidak datang mencari ku. Biasanya di pagi hari dia menemuiku di depan kelasku. Kulihat Reza sedang bersama pacarnya. Kurungkan niatku untuk menyapanya. Aku tetap duduk di bangku depan kelas ku, sementara Reza berjalan, jari kelingkinhnya saling bertautan.
Sesaat, kulihat Reza menoleh kearah ku, lalu ku lambaikan tanganku. Tapi, dia langsung membuang pandangannya. Mungkin dia tidak melihat.
***
"Reza!" panggilku dari jendela. Dia hanya menoleh sesaat, lalu kembali fokus pada permainan basketnya. Aneh. Biasanya dia membalas dengan lambain tangan meskipun dia bermain. Kuputuskan untuk menghampirinya setelah dia selesai.
"Hei." sapa ku saat aku sudah ada dihadapannya.
"Hei," balasnya. "Ada apa?"
Aku menghela nafas. "Tidak apa. Aku hanya ingin menemuimu."
"Oh."
Oh? Hanya 'oh'? Yang benar saja.
"Kau berubah, Reza!" bentakku. "Ada apa?" semua orang sekarang melihat kearah kami.
"Berubah? Apanya berubah? Aku tidak tahu maksudmu."
Aku mulai meneteskan air mata ku. "Kau berubah. Kau bahkan tidak membalas sapaan ku tadi."
Reza memutar bola matanya. "Jika kau tidak ada urusan lain, enyahlah. Aku masih sibuk." ujarnya seraya pergi berjalan meninggalkan ku sendiri, sambil tetap terisak. "Jangan menggangguku."
Pecahlah hatiku. Aku hanyalah pengganti saat orang lain tidak ada untuknya. Aku hanyalah pemberhentian sementara. Aku, bukan apa-apa untuknya.
THE END.
playlist: Somebody that i used to know - Gotye.
KAMU SEDANG MEMBACA
Isi Hati
RomanceJika kalian berada diantara dua pilihan, jika kalian memilih untuk tetap hingga titik darah penghabisan, jika kalian memilih untuk pergi tetapi tak ingin berpindah hati, apa yang akan kalian lakukan? Kuharap kalian bisa menentukannya