Lelaki kalau sedang menyukai seorang perempuan, dia akan terus memperhatikannya. Dan satu hal yang membuat lelaki melambung tinggi adalah saat dia merasa dibutuhkan oleh orang yang ia anggap spesial.
Dia sangat periang, pintar, dan cantik. Tentu siapa saja bisa nyaman bersamanya. Tidak sedikit yang berusaha mendekatinya. Itu alasan mengapa dia punya banyak teman.
Aku menyukainya. Kenapa? Alasannya klise. Seperti novel - novel remaja lainnya. Karena dia sangat baik. Dia dikenal banyak orang. Bagaimana tidak? Dia adalah ketua dari klub pemandu sorak sekolahku.
Namanya Yara, omong-omong.
"Yoshi." panggil seseorang dari arah depanku. Aku yang sedang membaca novel ditemani kopi kaleng, langsung mendongak. Uhh... Rambutnya sangat indah diterpa sinar matahari yang menyeruak dari jendela kelasku.
"Ada apa?" tanya ku. Aku masih memegang novelku. Kali ini, lebih kencang.
"Bisa minta tolong? Aku kesusahan mengerjakan soal ini." ujar Yara seraya menunjukkan ku soal matematika yang ada di buku tulisnya.
Sejenak, aku terduam menatap soal yang ia maksud. "Ohh... Pertama, kau harus membagi dua semua variabelnya, lalu kau bisa mengerjakannya seperti biasa."
Senyumnya mengembang. "Ya tuhan... Bodohnya aku. Dari kemarin aku mencoba dan belum berhasil. Terimakasih Yoshi."
Aku hanya tersenyum.
"Oya. Omong-omong, apa kau membawa handphone mu?" tanya Yara. Aku mengeluarkannya dari tasku, lalu memberikannya ke Yara. Dia tersenyum kearah handphone ku, lalu memberikannya lagi kepadaku. Kulihat handphone ku sudah berganti home wallpaper nya menjadi foto perempuan itu. Entahlah. Aku tidak tahu. Yara tersenyum lalu pergi.
***
Aku berjalan pulang dari sekolahku pada pukul setengah lima sore. Sebelumnya, aku membeli segelas jus mangga didepan sekolahku. Menyegarkan sekali setelah seharian berkutat dengan kegiatan sekolah yang melelahkan.
Di persimpangan, aku mendengar seseorang berteriak--meskipun itu lebih terdengar sepeti membentak.
"Tidak!" ujar seorang perempuan dari balik dinding tempat aku bersandar. Sepertinya aku mengenali suaranya.
"Ayolah. Kenapa tidak?" tanya seorang laki-laki. Aku tidak tahu suara itu. Aku sedikit mengintip dari balik dinding. Benar seperti dugaan ku. Itu Yara tapi entah dia bersama siapa.
"Karena aku tidak mau berpacaran dengan mu!"
Apa yang terjadi? Aku bertanya-tanya, memikirkan apa yang sedang terjadi diantara mereka. Kulihat tangan lelaki itu mulai mengayun, bersiap menampar. Aku berlari ke arah Yara, menariktangannya dengan cepat. Untung saja tangannya hanya lewat di depan wajar Yara.
"Hey!" lelaki itu menarikku lalu memukulku bertubi-tubi di perut dan wajahku. Aku meringkuk kesakitan, memgangi peritku yang sangat nyeri. "Awas saja jika aku melihat wajahmu lagi." ujar lelaki itu sebekum akhirnya berjalan pergi.
"Yoshi!" teriak Yara.
"Apa kau tidak apa?" tanyaku.
"Seharusnya aku yang bertanya. Maafkan aku, kau jadi terlibat."
Aku berusaha berdiri. Dengan susah payah, akhirnya aku bisa menegakkan badanku. Aku mengusap puncak kepalanya. Reflek. "Aku tidak apa."
Yara tersenyum kecil.
"Yara. Meminta izin untuk mengajakmu ke kafe di seberang sana." ujarku sambil menunjuk kafe yang kumaksud. Lagi, Yara tersenyum.
"Izin diberikan."
Kami pun berjalan ke arah kafe itu.
***
Langit gelap bertabur bintang saat kami berjalan pulang. Tak lama kami berjalan, hujan turun. Aku memberikan jaketku kepada Yara.
"Kenakanlah." ujarku.
Spontan, Yara langsung menarikku berlari lalu berhenti di sebuah persimangan.
"Yoshi, terimakasih." ujarnya dengan sedikit berteriak, mengalahkan suara hujan.
"Yara," panggilku. "Meminta izin."
"Untuk?"
"Singgah di hatimu dan menjadi spesial bagimu. Menjadi seseorang yang bisa kau gunakan untuk berlindung." aku menatap matanya lekat-lekat. Tangan dinginnya berada di genggamanku. Sejenak, dia terlihat tertegun, lalu memelukku di bawah hujan malam ini. Aku membalas pelukannya
"Akhirnya aku mendengarnya darimu." ujar Yara.
The End.
Playlist: Perfect - Ed Sheeran
KAMU SEDANG MEMBACA
Isi Hati
RomanceJika kalian berada diantara dua pilihan, jika kalian memilih untuk tetap hingga titik darah penghabisan, jika kalian memilih untuk pergi tetapi tak ingin berpindah hati, apa yang akan kalian lakukan? Kuharap kalian bisa menentukannya