Keajaiban adalah keganjilan atau keanehan. Sedangkan pasrah adalah menyerahkan sepenuhnya.
Sarada tidak tahu korelasi antara dua kata tersebut, tapi satu hal yang ia dapati adalah saat ia pasrah akan keadaannya maka keajaiban datang.
Sudah berhari-hari kemarin Sarada memikirkan bagaimana caranya untuk bisa pergi ke Konoha, namun sampai hari ini tak ada alasan yang masuk akal yang bisa ia gunakan.
Awalnya, Sarada pikir akan mengajak kakek dan neneknya untuk pergi berlibur ke Konoha, tapi ia yakin sekali kalau hal tersebut akan ditolak mentah-mentah oleh mereka. Bukan karena disana ada ayah nya Sarada, tetapi karena jarak dari Suna ke Konoha itu jauh sekali jadi kakek dan nenek nya tidak akan mau berpergian jauh hanya untuk berlibur.
Pilihan terabsurd yang pernah terlintas adalah memutuskan untuk kabur dari rumah, tapi ia akhirnya mencoret pilihan itu. Selain akan berpotensi membuat kakek dan neneknya mengalami sakit jantung, Sarada tidak punya cukup uang tabungan untuk kabur dari rumah. Bisa-bisa ia jadi gembel di Konoha. Ia tidak ingin menjadi gembel disana. Tidak.
Sampai pada akhirnya ia menyerah. Mungkin ia bisa bertemu dengan ayahnya nanti, saat ia lebih dewasa dan punya cukup uang untuk pergi ke Konoha. Kira-kira sepuluh tahun lagi. Semoga ayahnya masih hidup saat itu tiba.
Namun keajaiban datang pagi ini.
Sarada dengan gontai melangkahkan kaki menuju kelasnya. Ia kurang tidur karena memikirkan kemungkinan pergi ke Konoha.
Sampai di kelas, ia meletakkan tasnya diatas meja dan menjadikan tasnya sebagai bantal untuk ia tidur. Sarada terlelap begitu cepat. Suara bising didalam kelasnya pun sudah tak terdengar ditelinganya. Namun, sentuhan kecil dilengannya membangunkannya.
"Nee, Sarada chan, bangun"
Sarada mengerjapkan matanya beberapa kali dan ia sudah menemukan wali kelasnya didepan kelas. Ia membetulkan letak kaca matanya dan menarik kuat-kuat tangannya keatas untuk merenggangkan tubuhnya.
"Tatte kudasai," perintah ketua kelasnya dan semua anak berdiri.
"ohayou gozaimasu" semua murid mengatakan salam serempak.
"Nee, minna san. Minggu depan sekolah kita akan mengadakan kunjungan ke sekolah dasar Konoha."
Kelas menjadi riuh, ada yang senang tapi tidak sedikit yang bingung karena tidak tahu Konoha ada dimana. Sarada ada dalam kelompok siswa yang bingung. Bukan karena ia tidak tahu Konoha dimana, tapi karena tiba-tiba saja jalannya ke Konoha mulai terbuka. Ia tak perlu menunggu sepuluh tahun untuk pergi kesana. Tak perlu mencemaskan apakah ayahnya masih hidup sepuluh tahun lagi.
"Sekolah Dasar Konoha adalah sekolah dasar berbasis Internasional. Sekolah disana sudah sangat maju dengan beberapa fasilitas teknologi yang diterapkan." jelas wali kelasnya.
"Kita semua akan pergi ke sana untuk mempelajari tentang sistem pendidikan dan kebiasaan serta budaya" tambahnya.
Sarada tidak perduli dengan semua penjelasan dari wali kelasnya mengenai Sekolah Dasar berbasis Internasional itu, ia hanya ingin pergi ke Konoha untuk bertemu dengan ayahnya. Titik.
.
.
.Haruno Kizashi menautkan kedua alisnya. Ini sudah ketiga kalinya ia membaca surat edaran dari sekolah Sarada. Isinya mengenai izin study banding ke Sekolah Dasar Konoha.
Tidak ada yang salah dari kegiatan tersebut, hanya saja kenapa harus pergi ke Konoha?. Di Suna padahal banyak sekolah yang sama baiknya dengan sekolah di Konoha. Atau mereka bisa saja pergi ke Amegakure atau negeri manapun, asalkan jangan pergi ke Konoha.
Kizashi enggan memberi izin. Tapi, sedari tadi Sarada sudah merengek ingin pergi dengan berbagai alasan. Kizashi memijit pelan pangkal hidungnya setelah ia menanggalkan kacamata bacanya.
Ia membuang nafas pelan, tanpa sepatah kata ia pergi meninggalkan Sarada dan surat edaran bodoh itu.
Istrinya, Haruno Mebuki mengelus pelan punggung cucunya. "Tolong tunggu sebentar ya, Sarada chan" lalu Mebuki menyusul arah pergi suaminya.
Sarada membutuhkan keajaiban sekali lagi. Hanya sekali lagi saja. Itu cukup. Keajaiban, tiba-tiba kakeknya mengizinkannya pergi mengikuti kunjungan itu. Ia gamang. Akankah neneknya dapat membujuk kakeknya untuk menandatangani surat edaran itu.
.
.
.Pagi harinya saat Sarada terbangun dan meraba nakasnya untuk mengambil kacamata, ia menemukan surat edaran itu sudah terbubuhi tandatangan ditambah stempel resmi milik kakeknya.
Sarada girang bukan main. Kalau bukan karena takut dipergoki oleh kakek dan neneknya ia mungkin sekarang sedang loncat-loncat diatas kasur Sangking bahagianya.
Terima kasih keajaiban.

KAMU SEDANG MEMBACA
Didalam Hati
FantasyHaruno Sarada, 10 Tahun. setelah kepergian Ibunya, Haruno Sakura, Sarada pergi jauh meninggalkan rumahnya di Suna menuju Konoha untuk mencari ayahnya.