Melisa

30 5 0
                                    

Keputusan terbesarku adalah melanjutkan sekolah.mungkin hal sederhana yang menjadi keputusan bagi setiap orang tua untuk anak seusia ku.
Tetapi ini keputusan ku sendiri.
Setelah apa yang ku lalui membuatku depresi.
Ya,mungkin itulah perkiraan orang lain tentangku.seorang gadis yang mengurung diri berbulan-bulan tanpa peduli akan hal-hal lain selain diam,tak banyak bicara.tenggelam dalam lautan kesedihan yang mendalam,dan juga kesendirian.

"Melisa,apa kau sudah siap?"

Tidak!, tepatnya aku tidak sendirian sepenuhnya.melainkan sosok lelaki yang tengah memanggilku kini.
Dia dan keluarganya.
Adalah suatu cahaya yang telah sulit kupercaya dapat hadir dalam kegelapan pada diriku,dan juga hatiku.ntahlah,mungkin mereka terlalu bodoh untuk dapat mempedulikan gadis teramat bodoh sepertiku.
Tampa sadar kepedulian merekalah yang membuat ku bangit.
Kasih sayang mereka,kasih sayang yang amat sangat kurindukan.
Meskipun dengan perantara lain,tetapi setidaknya kini aku mulai tenang.

Kumasukan satu persatu buku ke rensel ku, peralatan yang telah disediakan Om Albert untukku sejak berbulan lalu.
Mungkin sekarang sedikit berdebu,
Tetapi tak masalah.
Karena untuk memulai hal baru,
Tidaklah penting kesempurnaan pada awal,karna tujuan hidup adalah akhir hidup.

Setelah kurasa siap,aku bergegas menemui mas Yuda yang dengan sabaran menunggu ku di luar rumah.

"Kamu sudah siap mel?"
Tanya mas Yuda lagi setelah berada  hadapanku.

Aku hanya mengangguk meyakinkan bahwa aku sudah siap.

"Melisa Mama mau kamu menemuinya sebelum berangkat"

Mendengar perkataan mas Yuda barusan,dengan sigap aku langsung berlari ke rumah mas Yuda untuk menemui Tante Rosa,

"Melisa kamu bawa bekal ya,ini udah Tante siapin buat kamu bawa"
Sambut Tante Rosa dengan membawa kotak makan.

"Eeh,ngak usah Tante,melisa gak mau ngerepotin Tante"
Jujur aku merasa tak enak hati dengan perlakuan Tante Rosa terhadapku.
Selayaknya memperlakukan seorang anak,tetapi betapapun itu tetap saja tak bisa disamakan seperti bunda terhadapku,ada batasan disana yang tidak pernah runtuh oleh apapun.

"Gak apa-apa Melisa,malah Tante akan sedih kalo tante udah repot siapin buat kamu tapi kamu malah menolak"

Tante Rosa menarik ranselku dan memasukan kotak makan itu ke dalamnya.

Setelah berpamitan dan mencium tangan Tante rosa,aku bersiap pergi.
Tiba-tiba Tante Rosa memanggilku membuatku mebalikan tubuh lagi.
Tante Rosa mencium puncak kepalaku,aku terpejam merasakan hangatnya keberadaan seorang ibu,meskipun bukan ibu kandungku.
Tante Rosa sangat peduli padaku.
Mungkin karna dia tidak memiliki anak perempuan.
Dan mas Yuda adalah anak laki-laki satu-satunya.

Terbukti dari tatapannya,
Meskipun sulit dijelaskan tatapan itu adalah sebuah rasa sayang,atau rasa kasihan melihat gadis bernasib malang seperti diriku.

Please votement😊

sweet smileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang