Chapter I

20.1K 744 117
                                    

Waktu menunjukkan pukul empat sore, sudah setengah jam yang lalu seharusnya Aku pulang, dan saat ini harusnya aku menonton tv bersama si Putih. Miss Selena mengajakku, Seli, dan Ali untuk berkumpul sebentar di ruang BK tadi, tetapi berhubung hari ini Seli tidak masuk, hanya Aku dan Ali yang datang.

Rupanya Miss Selena hanya memberi salam dari Av dan Keluarga Ilo selepas bertugas dari Klan Bulan. Beberapa minggu yang lalu, Miss Selena memang mendapat kabar dari Klan Bulan bahwa ada beberapa masalah internal dan Miss Selena harus ikut terlibat sehingga harus mengambil cuti dari sekolah untuk beberapa minggu. Bagi sekolah, itu sudah hal biasa untuk Miss Selena izin mengajar.

Ketika kami berada di ruang BK, Miss Selena memberikan oleh-oleh kepada kami berdua, tiga pasang baju dengan desain khas Ilo khusus untuk kami berdua dan Seli, dan juga beberapa pasang baju untuk orang tua kami di rumah. Bagian punya Seli aku simpan, besok akan kuberikan begitu dia sampai ke kelas.

"Keluarga Ilo sangat merindukan kalian, sekali-kali kalau ada kesempatan, berkunjunglah ke rumah mereka. Apalagi Ou, dia yang paling sering bertanya tentang kabar kalian." Jelas Miss Selena singkat.

"Tentu saja, Miss. Kami pasti akan mengunjungi mereka kalau sempat," balasku. Ali hanya mengangguk sambil mengamati baju yang ada di tangannya.

"Baik, kalau begitu, sekarang kalian boleh pulang, maaf Miss mengambil waktu kalian, ini sudah cukup sore," timpal Miss Selena.

"Tidak apa-apa Miss, lagi pula di rumah juga tidak ada yang menungguku." Jawab Ali dengan memasang wajah santai, Aku bergegas menyikutnya,

"Hei! Aku tidak salah kan?" Ali membela diri sambil mengangkat kedua tangannya. Aku hanya bisa memasang muka sebal. "Miss duluan ya, titip salam untuk orang tua kalian. Selamat tinggal," pamit Miss Selena sambil berjalan menuju ke pintu ruang BK.

"Hati-hati Miss!"

Hanya tinggal kami berdua di dalam ruangan, Aku merapihkan barang-barang yang diberikan Miss Selena tadi ke dalam tas. Begitu juga dengan Ali, entah apa yang terlintas di pikiranku,

"Hei Ali, pernahkah kau merasa kesepian ketika berada di rumah sendiri? Maksudku, ketika orang tuamu bekerja?" Aku bertanya ragu-ragu. Aku hanya merasa sedikit kasihan padanya, mungkin dia juga merasakan kesepian di luar sifat menyebalkannya itu.

"Yah, kalau dipikir-pikir, Aku memang agak kesepian, cukup membosankan hanya bisa mengobrol dengan supir dan beberapa pembantuku di rumah. Bisa-bisa hobiku berubah menjadi tukang gosip," ucap Ali dengan nada bercanda. Aku hanya bisa menggeleng-geleng kepala dan sedikit tersenyum. "Memangnya kenapa?" Ali bertanya.

"Setelah mendengar kondisimu yang terancam menjadi tukang gosip, aku menjadi sedikit kasihan," balasku. "Kalau begitu, hm, bagaimana jika kau berkunjung ke rumahku?" Aku bertanya dengan nada was-was, Aku punya perasaan dia malah justru akan menjahiliku-

"Hah? Apa aku tidak salah dengar? Putri Bulan, yang paling suka menyikutku dan mengomeliku, mengajak berkunjung ke rumahnya karena rasa kasihan terhadap seorang sepertiku?" Ali dengan nada sok dramatis mulai berbicara yang tidak-tidak. Lihat apa yang kuduga, benar kejadian kan.

"Hey! Setidaknya Si Putri Bulan yang berbaik hati ini sudah berbaik hati mau mengajak Tuan Muda Ali berkunjung ke rumah untuk menghilangkan rasa kesepiannya," ujarku dengan nada menyamai seperti nada Ali tadi. Ali hanya terkekeh kecil sembari merapikan baju miliknya.

"Baiklah, kuterima tawaranmu, tapi jangan salahkan Aku kalau makanan di rumahmu habis, Aku sedang sangat lapar," ujar Ali. Aku hanya bisa membalas dengan kembali menggeleng-gelengkan kepala untuk kedua kalinya. Heran dengan selera makan sahabatku yang satu ini, biasanya selera makannya hanya akan meningkat ketika sedang berpetualang saja. Bahkan kalau tidak salah, sebelum kami berdua dipanggil Miss Selena, Ali sempat menghabiskan kotak makannya. Tapi hei, yang kita sedang bicarakan ini Ali, sudah sewajarnya perutnya suka ber-ulah.

Kami melanjutkan percakapan hingga sampai ke angkot, dan-

------------------------------------------------------

Begitulah bagaimana Aku dan Ali bisa berada di dalam satu angkot sekarang, menuju rumahku.

Angkot serasa sangat hening. Di dalam angkot hanya ada Aku, Ali, dan satu penumpang lagi, tetapi tidak ada yang bercakap-cakap. Biasanya Ali lah yang membuka percakapan di antara kami (dan juga Seli).

Tanpa disadari, Aku sudah cukup lama memperhatikannya sejak tadi. Wajah yang biasanya terlihat cool dan collected, entah kenapa ketika di angkot, dia memasang wajah yang agak murung. Ali yang biasanya selalu bercanda dan mengeluarkan lelucon tidak lucu ketika dalam keadaan genting, kini hanya terdiam sambil melihat ke luar jendela angkot. Rambutnya berantakan, begitu pula dengan seragamnya, raut wajah yang murung sambil menyanggah kepalanya dengan satu tangan di bagian speaker angkot, dan juga-

Ali menoleh ke arahku,

Aku tertangkap basah.

Oh tidak-

"Hei, lebih baik kamu mengambil foto, akan lebih awet dibandingkan hanya dengan memperhatikanku seperti itu," ujar Ali dengan raut wajah yang biasa. Iya, raut muka menjengkelkan yang biasa dia pakai.

Aku seketika terkejut dan bisa langsung merasakan wajahku yang mulai memerah, hanya bisa mendengus kesal dengan kata-kata yang barusan diucapkan Ali. Bisa-bisanya dia!? Untunglah hari ini Seli tidak masuk, karena jika dia sampai tahu kejadian ini, Aku bisa menjadi bulan-bulanan dia selama berminggu-minggu.

Sementara itu di tempat lain,

"Ada apa ini? Aku bisa merasakan sesuatu yang lucu sedang terjadi antara mereka berdua," Seli tertawa kecil dan kembali tertidur di kasurnya, "Andai saja hari ini Aku masuk," pikirnya dalam hati.

"Aku tidak sengaja memperhatikanmu, tadi hanya kebetulan saja Aku ketahuan," balasku dengan cepat.

"Oh? Benarkah? Sepertinya ada hal lain yang membuatmu menatapku lama-lama, apakah karena Aku terlihat lebih tampan hari ini?" Ali membalas kembali dengan sedikit menyeringai.
"Berisik!" Aku berbisik tetapi tetap dengan nada yang sebal. Aku hanya bisa kembali terdiam dan memandang apapun selain muka menyebalkannya itu.

Tetapi, ada benarnya juga dia. Wajah sedihnya itulah yang membuatku tak sengaja mengamati dia secara terus-terusan. Memang sebelumnya Aku sudah pernah melihat raut wajahnya yang sedih seperti itu ketika sedang berada di dalam atmosfer menyedihkan saat berpetualangan ke dunia paralel, tetapi hal ini berbeda. Kita sedang berada di Klan Bumi dan tidak ada keadaan serius, tak ada hal yang harus dikhawatirkan. Rasa kasihanku mulai muncul kembali.

Apakah ada hubungannya dengan rasa kesepiannya di rumah? Pikirku dalam hati. Mungkin saja. Seorang genius pun pasti tetap memiliki rasa kemanusiaan, seperti yang lain. Begitu pula dengan Ali.

Entah, Aku sedikit merasa bersalah karena telah menanyakan hal yang agak personal kepada Ali.

Aku tahu Ali pasti tidak menyadari bahwa dia sedang menampakkan wajah murungnya kepadaku.

Mungkin nanti ketika kita sampai di rumahku, Aku bisa mengajaknya bicara mengenai hal itu.

Tak terasa bahwa hujan sudah berhenti, tetapi raut wajah yang dipasang Ali tetap mengingatkanku terhadap hujan.

Kenapa waktu terasa berjalan dengan lambat saat ini?

Bulan dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang