Chapter XV

5.9K 408 118
                                    

Hari ini sudah Hari Senin lagi. Kami harus sekolah seperti biasa, walaupun kemarin agak melelahkan. Tapi tidak apa, yang penting, rasa rinduku dan rindu keluarga Ilo sudah terbayar.

Aku dan Seli sedang berada di perpustakaan. Kebetulan, kami ada tugas meresensi buku biografi dari guru Bahasa. Beliau hari ini tidak bisa hadir di kelas hari ini karena harus mendampingi murid-murid yang sedang berkompetisi, jadi dia memberikan tugas untuk kami.

Kami masih mencari buku biografi yang kami rasa paling mudah untuk diresensi.

"Ah, aku yang ini aja," tunjuk Seli ke arah buku biografi seorang penari balet. Bukunya terlihat sedikit lebih tipis dibandingkan dengan buku yang lain.

"Biar aku tebak, kau memilih itu karena terlihat tipis kan?"

"Hehe, iya." Seli menjawab, "Mau kucarikan yang pendek juga, Raib?"

"Tidak usah, kau duluan saja mengambil meja untuk kita. Nanti aku menyusul."

Seli menjawab dengan 'oke!' dan segera menuju meja yang kosong. Aku kembali mencari di rak buku selanjutnya. Mencari tokoh yang aku rasa mudah untuk dirangkum biografinya.

"Kau sedang kesulitan, Raib?"

Tiba-tiba Ali muncul di sampingku, aku sedikit terkejut. "Tidak, aku bisa mencarinya sendiri."

"Kau yakin? Aku sudah simpan satu buku cadangan untuk kau atau Seli loh. Kau bisa menggunakannya kalau mau." Ali memberi tahu sambil menunjukkan buku tersebut di sampingku. Hm benar juga... daripada tidak dipakai,

"Baiklah. Sini, aku pinjam." Kataku sambil mengambil buku tersebut. Tetapi Ali tiba-tiba menjauhkannya dariku. "Bilang apa?"

Ayolah ini masih pagi, Ali. Pikirku sambil menghela nafas.

"Terima kasih, Ali." Tatapanku terlihat sedikit kesal. Ali terdiam, kelihatan kurang puas.

"Kurang. Aku ingin melihat senyumanmu, aku sedang butuh itu." Ali kembali meminta aku mengulang perkataanku. Aku menatap tidak percaya.

Apa sih, baru pagi sudah kambuh saja.

Heuh, ini hanya demi nilai Bahasa Indonesia, oke. Tidak ada alasan lain.

"Terima kasih, Ali." Kali ini aku tersenyum.

"Nah, seperti itu kan lebih enak dilihat. Sama-sama, Raib." Ali membalas sembari memberikan bukunya. Sedikit tertawa.

Aku masa bodoh wajahku merah atau tidak, aku langsung berjalan menuju Seli. Ali mengikutiku di belakang.

Dasar.

"Eh, Ali."

"Hei, Sel." Ali membalas sapaan Seli.

Lalu mereka mengobrol sambil berbisik-bisik, aku hanya mendengarkan musik sambil membaca-baca buku yang diberikan Ali. Tak lama, mereka mulai mengerjakan tugas mereka. Saat mereka baru mengerjakan, aku sudah seperempat jalan.

Kami pun menikmati keheningan di perpustakaan sampai bel istirahat berbunyi.

__________________________

"Raib," sahut Seli. "Ya?"

"Nanti sore, Ali dan yang lain akan bermain basket melawan kelas sebelah loh. Nonton yuk."

"Kenapa aku harus ikut nonton?" Kataku sambil memakan soto.

Aku dan Seli sedang duduk di meja kantin. Entah, hari ini tidak seramai biasanya. Tetapi tidak terlalu sepi juga. Aku lebih suka kalau hening-hening begini, bisa makan dan minum tanpa harus merasa terganggu. Toh, aku kalau mau melempar makanan Seli jadi tidak harus takut kena orang.

Bulan dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang