Jadikan ini perpisahan termanis
Yang indah dalam hidupmu
Sepanjang waktu.
Lovarian – Perpisahan Termanis
Lima tahun lalu aku berdiri di sini meminta seseorang untuk menemaniku menjalani hari. Aku bahkan masih ingat semu merah muda mengalahkan sakura yang mekar di sekitarnya. Wajahnya yang putih semakin memperjelas bagaimana ia tersipu dengan ucapanku. Ah, mengenangnya selalu terasa manis, tak pernah gagal melengkungkan bibir ini ke atas.
Tapi kini ada pahit yang ikut terbawa. Jika bukan karena aku sudah terbiasa mungkin airmata ini akan menemani bersamanya. Ku usap bangku yang kini selalu kosong di sebelahku. Biasanya di sini dia akan duduk dan tertawa, mendengar semua ocehanku sepanjang waktu atau menggerutu tentang bagaimana dosen killer itu begitu menyebalkan. Kini hanya ada hampa yang memenuhi gendang telinga.
Ku pandangi langit yang cerah membiru dengan sapuan putih abstrak di beberapa titik. Akan selalu ada bentuk yang dia temukan di antara gumpalan awan putih yang lewat. Ku alihkan pandangan pada sakura yang mekar sejak satu minggu lalu. Dia akan berdiri di sana, memejamkan mata, menghirup aroma musim semi lalu bilang padaku untuk mengambil gambar terbaik tahun ini. Aku meremas tanganku sendiri. Tak akan pernah dia membiarkannya kosong karena tak ingin ada yang mengisi selain jari-jarinya yang terasa sempurna melekat.
Aku menghela nafas. Percuma. Dia telah hidup di setiap hembus nafas. Semua hal dalam hidupku terlalu di penuhi olehnya. Bahkan ketika aku memejamkan mata bukan kegelapan yang menjemput, namun seraut senyum dengan tatapan sehangat pelukan yang menyambut.
Tapi seperti yang pernah ia bilang padaku bahwa perpisahan kami adalah perpisahan termanis yang harus kami kenang, bukan semacam perpisahan tragis akibat takdir yang terlalu ingin bermain, aku tersenyum.
"Aku tidak menyangka jika kankernya menyebar dengan sangat cepat. Biasanya butuh beberapa tahun tapi ini hanya hitungan bulan."
"Lalu apa yang harus kita lakukan?"
Lelaki berjas putih itu menatap pria di depannya pedih. Hal yang paling ia benci dari pekerjaannya adalah memberikan harapan kosong pada keluarga pasien. Tapi semua orang setidaknya boleh berharap akan keajaiban bukan?
"Kita akan melakukan yang terbaik," ucapnya seperti sebuah kalimat otomatis. "Tapi saya mohon untuk mempersiapkan hal yang terburuk," tambahnya lirih.
Jennie yang tanpa sengaja mendengar Ayahnya yang berbincang dengan Ayah Taehyung meneteskan airmata. Apakah itu artinya hidupnya tidak lama lagi? Memang sakit itu semakin menyiksa dan serangan semakin sering datang tiba-tiba tapi apakah secepat ini? Baru beberapa bulan kemarin dia di nyatakan menderita kanker pankreas dan sekarang dia di nyatakan akan meninggal. Apakah dunia sedang bermain dengannya?
"Je? Ada apa?" Taehyung panik melihat kekasihnya berada di depan ruang kerja ayahnya bersimbah airmata. Tanpa aba-aba gadis itu ambruk ke pelukannya.
Dua minggu berlalu sejak kejadian tersebut, semua orang terdekat Jennie sudah mengetahui bahwa gadis itu tanpa snegaja mendengar percakapan Dokter dan Ayahnya. Dua minggu itu pula gadis itu lebih banyak diam dan memandang jendela yang mulai meneteskan air dari es yang meleleh.
"Hei, kau masih murung? Ayah bilang kita akan mencari jalan yang terbaik." Taehyung tidak lelah menemani kekasihnya mengobrol meski hanya di jawab seadanya.
Lelaki itu bahkan lebih sering menghabiskan waktunya di rumah sakit daripada di rumahnya sendiri. Ibunya yang juga menyayangi Jennie layaknya putri sendiri pun tak keberatan, kadang ibu yang masih tampak muda itu membawakan makanan atau buku untuk pasien suaminya sekaligus kekasih anaknya itu baca.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRUMOUS
RomantizmAll My Foggy Stories Fanfic - Cerpen Sekumpulan cerita berupa Fanfiction dan Cerpen yang berbau kesedihan. Untuk mereka yang merindukan sentuhan cerita berhias kabut, Selamat Datang.