C•16

50 7 3
                                    

Bugh!

Suara tinjuan yang begitu keras terdengar nyaring di telinga. Tak membuat perempuan itu jera. Perempuan itu terus menerus memukul samsak yang berada di hadapannya secara berulang kali. Ia memukuli benda itu untuk melampiaskan semua amarahnya. Keringat mengalir deras dari pelipisnya.

Merasa cukup lelah, akhirnya perempuan itu memutuskan untuk berhenti dan duduk. Dilepasnya sarung tinju berwarna biru, dan ia segera meneguk habis sebotol air mineralnya.

Perempuan itu menatap kosong samsak yang kini sudah tidak bergerak. "Gue kangen," ucapnya seraya tersenyum.

Langit jingga telah mewarnai pemandangan sore ini. Matahari tampak mulai tenggelam sebagian di ufuk barat. Perempuan itu- Ciara memutuskan untuk segera pulang dari tempat yang saat ini ia pijak.

***

Deru mesin mobil di pagi hari membuat Ciara bertambah geram. Pasalnya hari ini di sekolahnya ada upacara, dan naas posisi ia sekarang berada di dalam mobil terjebak macet. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 lewat 5 menit.

Anj*ng! Please, untuk kali ini gue lagi males banget dihukum.

Akhirnya dengan segenap perjuangan, Ciara telah sampai di sekolahnya. Keberuntungan sedang menimpanya saat ini. Gerbang belakang sekolah masih terbuka lebar. Ia memutuskan untuk memarkirkan mobil nya disana.

Sesampainya di lapangan, tidak ada satu pun murid yang berada disana. Ciara bingung. Dengan terpaksa ia memutuskan untuk bertanya kepada para cowok yang sedang nongkrong, tepatnya mereka duduk di samping koridor lapangan itu.

"Eh lo semua, tadi ga ada upacara ya?" tanya Ciara sambil menatap satu per satu cowok yang berada di hadapannya saat ini.

"Kaga ada cantik, udah sana buruan ke kelas. Nanti dimarahin guru loh." jawab salah satu dari mereka.

Ciara mengangguk. "Tau gini gue ngorok aja tadi. Makasih infonya."

Cowok itu tersenyum. "Sama sama cantik."

Ketika berjalan di koridor, Pak. Antok kepala sekolah SMA Garuda Wijaya menyuruh Ciara untuk pergi ke ruangan nya. Entah angin apa yang membuat guru itu mengajak Ciara menuju kedalam sana. Karena jika Ciara mempunyai suatu masalah, ia selalu dipanggil lewat Bk. Positif thinking Cia, moga moga gue ga kena hukuman.

Ciara duduk berhadapan dengan guru itu. Suasana hening membuat jantung Ciara berdebar hebat.

"Ciara." ucap pria itu memulai percakapan

Mata bulat Ciara menatap pria paruh baya yang berada di hadapannya saat ini. "Ada apa ya pak saya dipanggil disini?"

Suasana hening kembali, Pak. Antok menatap mata Ciara selama beberapa menit. Membuat jantung Ciara berdebar lagi. Inikah rasanya cinta?

"Kamu tau bagaimana keadaan Fika sekarang setelah kamu tonjok kemarin?" tanya pria itu mata nya menatap tajam mata bulat Ciara.

Ciara menggeleng. "Saya tidak tau, dan lagian saya juga tidak mau tau."

Pak. Antok menghela napas kasar. "Keadaanya sekarang sangat tidak baik, tulang rahangnya patah."

Siapa yang nanya?

Ciara hanya diam menatap mata pria paruh baya itu.

"Dan kamu beresiko mendapatkan DO 1 bulan." jelas pria itu lagi

"Baiklah jika hukuman itu yang akan saya dapatkan. Saya adalah tipe orang yang akan bertanggung jawab atas semua kesalahan yang telah saya perbuat." lanjut Ciara

Pak. Antok tersenyum. "Tapi saya belum bisa memutuskan kapan saya akan memberikan hukuman itu kepada kamu. Sekarang kamu boleh kembali ke kelas."

Ciara mengangguk dan segera beranjak pergi dari ruangan itu yang menurut nya berhawa panas. Ia berjalan kembali di koridor melewati satu per satu kelas yang sangat ramai. Di sepanjang perjalanan ia menggerutu kesal karena akan mendapatkan hukuman kecil namun terasa berat.

Tapi keuntungan nya selama satu bulan gue jadi bisa bangun tidur sesuka gue!

***



CiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang