C•17

41 6 1
                                    

Suara tetesan air keran menetes satu per satu sehingga menciptakan nada yang indah dalam ruangan yang Ciara pijak saat ini. Ciara menatap kosong dirinya didepan cermin, memandang dirinya yang sayu. Hidungnya terus mengalirkan darah.

Tisu yang ia bawa pun sudah habis, kini hanya tersisa beberapa lembar tisu yang terbuang di lantai namun sudah ternodai oleh cairan berwarna merah.

Kepalanya terasa pusing, belum pernah ia merasakan hal seperti ini sebelumnya. Ciara terus memandangi dirinya dari arah pantulan cermin. Kini darah yang semula hanya dibagian hidungnya telah menjalar ke seragam putih nya.

"Ya tuhan, gakuat! Seseorang tolong!" rintih Ciara, sebelum semua penglihatannya menjadi gelap.

***

Semburat cahaya putih yang bersinar terang memaksa gadis itu untuk membuka matanya secara perlahan. Gadis yang berwajah pucat itu kini terbaring lemas di dalam uks.

Dilihatnya 3 perempuan dan 1 lelaki di dalam ruangan itu yang sedang menatapnya secara seksama. Gadis itu-Ciara memegangi kepalanya yang masih terasa sakit.

"Gue dimana?"

"Syukur lo udah sadar Ci, lo ada di uks sekarang." jawab Zellian panik melihat keadaan Ciara saat ini.

"Ci, lo kenapa kok bisa kayak gini?" tanya Gavin, tangannya menyentuh pipi Ciara secara perlahan.

Ciara diam tak merespon pertanyaan yang dilontarkan dari mulut Gavin. Kali ini ia lebih mengutamakan kedaannya sendiri. Ciara mencoba duduk diatas ranjang uks itu. Dengan sigap, Zellian, Luna dan Agatha segera membantu Ciara untuk bangun.

"Aku sakit apa?" lirih Ciara menahan rasa sakit yang ada dikepalanya.

"Katanya lo kelelahan Ci, emang seharian kemaren lo ngapain aja?" tanya Luna jengkel.

"Gue ga ngapa ngapain." racau Ciara membenarkan.

Masa sih ini cuma kelelahan? Kok rasanya beda ya, Lebih sakit dari biasanya.

Luna memutar bola matanya dan mendengus kesal. "Lo boleh pulang Ci, sekarang gue antar pake mobil lo gimana?"

Ciara samar samar mengangguk. Pertanda setuju atas tawaran yang diberikan oleh Luna.

***

Bibi. Inah segera membawa sepiring nasi dan segelas air putih menuju kamar Ciara. Seketika tergambar jelas raut wajah khawatir bibi inah. "Yaampun non Zefa kenapa?"

Ciara tersenyum tipis, "Gapapa kok bi"

"Gapapa gimana sih non, bajunya non juga banyak darah nya. Non ada apa, apa yang terjadi sama non?" beberapa pertanyaan langsung keluar begitu saja dari mulut bibi. Inah.

Ciara tertegun melihat kekhawatiran yang terpancar dari seorang wanita paruh baya yang kini sedang menyuapinya. Tak pernah sekalipun ia merasa di pedulikan seperti ini.

"Aku tadi mimisan bi. Cuma kelelahan kok." jawab Ciara mencoba menenangkan Bibi. Inah.

"Non Zefa juga gak pernah pulang ke rumah. Bibi kangen banget loh sama non Zefa." ucap bibi inah matanya berkaca kaca.

Ciara tertawa kecil. "Masa sih bibi kangen sama anak kayak aku?"

Bibi. Inah mengernyitkan keningnya, "Emang nya non Zefa kayak apa? Ada ada aja non Zefa nih."

Ciara tertawa kecil, rasa sakitnya sedikit berkurang. Kini Bibi. Inah pergi meniggalkan Ciara menuju dapur untuk mencuci piring sisa makanan.

Ciara menatap langit langit kamarnya, matanya berkaca kaca. Dadanya terasa sesak karena dipenuhi oleh kesedihannya. Secara perlahan ia menutup matanya menuju ke alam mimpi.

***



CiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang