Pecahan Waktu; kematian

220 20 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Nisan belum terpasang, makammu masih begitu basah

Bahkan hampir aku tidak bisa mengenalinya kalau bukan karena makam ayahmu berada disebelahmu

Silalahi, marga keluargamu.

Kau tau?
Dengan bermodalkan aku pasti akan mengingatnya kalau sudah disana, aku mencari kediamanmu

5 tahun ternyata waktu yang cukup lama, namun hebat, setelah setengah jam berjalan kaki, berkeliling komplek perumahan yang sial begitu luas, aku menemukannya

Tidak, aku tidak bisa menemui ibumu, ia akan bersedih, aku tau kau pasti tidak mau dia bersedih, kan?

Dari rumahnya, kamu lurus terus saja kebawah, begitu kata mereka di akhir telfon

Lurus terus saja,

Lurus terus,

Lurus apanya?

Hampir satu jam aku berjalan kaki, ternyata cukup jauh

Kau tau? Aku hampir saja menyerah dan kembali,

Bagaimana tidak? Menembus hutan, aku takut,

Tapi tak apa, aku terus berjalan dan bertanya pada orang lain, kalau-kalau aku salah arah

Ketemu, kan?

Nafasku tercekat, iya, aku sampai di pemakaman mu. Luas juga, senang kamu tidak sendiri disana,

Silalahi,

Silalahi lagi,

Ah, ini pemakaman keluarga kah?

Dan, menemukan nama lengkapmu disana, rasanya kakiku lemas sekali...

Tentu, aku duduk disebelahmu saat itu, aku tau Na, harga pemasangan nisan memang cukup mahal, kalau aku berada sudah kubelikan untukmu

Hey, sepi kah didalam sana?

Apa kamu kedinginan seperti waktu dulu memelukku?

Maaf ya, aku menangis disini, apa tidak sopan? Disebelah ayahmu pula,

Permisi pak, sudah bertemu dengan ayah saya disana?

Pertanyaan macam apa ini,

Na, sekarang aku sudah bisa berdandan, masih kah secantik yang dulu kamu bilang?

Rasanya bodoh, maaf aku sempat melupakanmu,

Ternyata benar, baru akan merasakan kehilangan jika sudah tidak ada, keberadaan terkadang tidak begitu berharga

Menyebut namamu terasa berat di bibirku,

Entahlah, aku sudah sedikit bisa menerima kepergianmu

Seringlah mampir ke mimpiku, mari bertemu meski hanya disana

Aku menangis lagi, kesal ya? Nanti aku akan jadi lebih kuat

Na, setelah ini aku akan ke sekolah lalu menulis untukmu, di kelas kita yang sepi.

Libur, tentu saja, sekolah masih libur, tidak akan ada siapapun disana kecuali aku dan bayang waktu yang masih tertinggal di diriku

Aku tidak bisa berlama disini, makam ini belum menjadi tempatku,

Tidak, aku tidak ingin menyombong, tidak mau menjanjikan apapun, belum tentu aku akan menjadi seperti yang dulu kamu impikan

Yang harus aku syukuri adalah rebtang waktu ini yang masih kujalani, aku akan menyusulmu namun entah kapan, terserah tuhan saja

Na, aku pulang dulu ya?

Dan,
Terhitung dua hari mata itu tidak dapat terpejam,

pikirannya sama sekali tidak beristirahat,

Tidak, bukan salahmu, bukan salah siapapun, batinnya.

Hingga detik ini kantuk belum juga datang

Berisik, pikirannya tidak dapat dimengerti

Ayo tumpahkan, tidakkah kamu lelah?

Manusia yang terjebak dalam pusaran waktu, anak kecil yang tidak ingin beranjak dewasa

Sialan, bagaimanapun kamu berontak, waktu tidak akan diam, tidak akan

Rindu kah? Tidak

Lalu apa?

Ia hanya senang bermain dengan pecahan waktu, tanpa sadar waktunya sendiri pun habis karenanya

Orang orang memang mati, kan biasanya memang begitu

Nenekmu, kakekmu, Tantemu, Ayahmu, teman yang kau cintai,

Si kematian tidak akan kemana mana, menunggumu disana juga

Bohong, sialan. Lantas kenapa tiap kali aku mengejarnya, ia seolah menjauh?

Bahkan kematian menjauhinya,

Impian, mereka bilang. Cita-cita katanya, peduli amat. Barang -semua hanya untuk barang.

Kejar yang kamu inginkan mereka bilang, bohong, sialan.

makan tuh, jadi dewasa,
Ternyata sulit kan?

Aku hanya menuliskan kisah yang sudah selesai,
Karena kalau tidak begitu,
lalu bagaimana aku bisa tau akhir ceritanya?

Dan aku berharap tidak pernah menulis tentangmu disini,
Karena aku tidak ingin kita berakhir.

****

Unboxing my Head ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang