BACA SETELAH BUKA PUASA YA!
Dean, pria berkulit seputih salju itu duduk lesu pada tepian ranjang. Kepalanya pening disusul bahu yang melorot, jauh dari kesan perkasa. Di balik punggungnya, seorang perempuan menyibak selimut dengan kesal lalu berjalan memunguti pakaian yang terserak di lantai. Sama sekali tidak menunjukkan malu berbugil ria hilir-mudik.
"Ada apa dengan kamu?" Tanya perempuan itu serak. Kedua tangannya memeluk gaun tanpa usaha menutupi kondisi telanjangnya.
Dean diam. Matanya bertahan menatap lantai marmer. Dia tahu perempuan itu berjalan mendekatinya, berdiri gelisah di sebelah. Namun dia tidak punya jawaban untuk pertanyaan perempuan itu.
"Terus saja diam," sengit perempuan itu yang kemudian mengenakan pakaiannya di tempat. Dean melirik aktivitas perempuan itu lalu membuang pandangannya pada ratusan kerlip lampu gedung-gedung pencakar langit yang tampil melalui jendela besar.
Perempuan itu mengambil tasnya yang teronggok di dekat sofa. Sebelum memutar kenop pintu, dia menyempatkan diri menoleh pada Dean. Pancaran matanya masih berharap pria itu akan mencegahnya pergi. Seperti yang dulu.
Namun semenit berlalu, Dean tetap dalam kediamannya. Perempuan itu mendesah. Hubungan mereka tidak lagi sama. Dean berubah, dirinya berubah, dan mereka berubah.
Jika bukan malam ini mereka memperbaiki perubahan ini, mungkin esok atau lusa. Yang jelas, perempuan itu bertekad tidak akan membiarkan situasi mereka gamang selamanya.
Ketika suara benturan pintu dan kusen terdengar yang menandakan perempuan itu telah pergi, barulah Dean bisa menghela napas. Dia membanting badan ke belakang, melepaskan segala penat ke atas ranjang yang gagal dipanaskan.
Perempuan itu, Laura, pasti marah padanya.
Jika bisa jujur, Dean pun ingin marah pada dirinya sendiri. Mengapa mereka selalu gagal dalam berhubungan, seolah dirinya kehilangan makna keperkasaan.
Sial!
Dean mengangkat sebelah lengannya menutupi mata, membiarkan dirinya terlelap dalam situasi setengah telanjang. Kali ini dia mau menyingkirkan segala kebiasaannya. Dean letih dan muak. Hal yang dibutuhkannya kini ialah tidur.
・・・・・
"What's up?" Lucas datang bersama dua kopi dalam gelas kertas. Satu disodorkan pada Dean yang selama dua jam melamun di depan laptop.
"Nggak ada," jawab Dean sembari menerima gelas dari Lucas. Dia butuh kopi, minuman yang bisa menormalkan sedikit saraf otaknya.
"Nggak usah bohong. I knew you, dude. Kasih tau gue, ada masalah apa?" Lucas bukan tipikal orang yang akan melepaskan keingintahuannya begitu saja. Mereka yang melabeli semua pria sebagai manusia paling tidak peka sedunia harus mengoreksi ulang pernyataan tersebut. Lucas contoh pengecualian itu, dia sangat sensitif pada lingkungan. Dan dia hapal gelagat Dean―sahabat sekaligus partner mendirikan startup company―tiap mengalami masalah.
"Laura," gumam Dean, agak enggan mengungkapkan kehidupan asmaranya pada si bule Scotland paling kepo.
"Oh, Laura." Lucas mengangkat kedua alisnya disusul menyesap frappe hangat. Topik Laura berada di urutan nomor tiga paling dibenci Lucas. Yang pertama, isu nilai tukar rupiahーyang akan memengaruhi bisnis mereka. Yang kedua, isu agama. Dan ketiga, Laura The Social Climber. Menjijikan mengingat bagaimana Laura bisa berselingkuh dari sosok Dean yang tanpa celah. Perselingkuhan merupakan tindakan fatal yang tidak akan pernah dimaafkan Lucas. Dia berjanji, tidak membunuh perempuan itu hanya demi menghormati Dean.
"If you wanna talk, just talk. If you don't, just go through it," kata Lucas yang mana dia berusaha secara implisit meminta Dean memikirkan ulang tentang memaafkan penghianatan Laura.
Dean menyeringai lemah. Kepalanya bersandar pada kursi kerja sambil menyisir ruangan kantor tidak lebih dari 80 meter persegi. Kubikel para karyawan kosong di awal bulan, tanda semua pegawainya tengah menikmati gaji mereka dengan makan di luar. Ini yang diharapkan Dean, terus mengembangkan usaha agar seluruh karyawan hidup sejahtera. Meski keinginannya perlahan terwujud, kehidupannya sendiri yang malah makin menjauhi kebahagiaan.
"Apa lo pernah gagal memuaskan pasangan?" Desis Dean masih tertangkap indera Lucas.
"Shit," umpat Lucas yang tersedak minuman. Dia membersit hidung yang mengeluarkan cairan kehitaman. Setelah ini dia akan mencoret frappe dan Dean dalam radius seratus meter. Rasanya nyaris mati ketika cairan itu naik ke hidung.
"Did you ask me about sex?" Tanya Lucas meragu.
Dean terkekeh. "Otak lo emang nggak jauh dari pangkal paha," kata Dean. Dia menepuk bahu Lucas lalu meninggalkan pria itu sendirian bersama setumpuk pertanyaan dalam benak.
"Hey, man. Wait, lemme know more," seru Lucas, mengejar Dean.
###
10/06/2018
Gemintang ini emang kakaknya Galih yang ada di London 😂
Kalo Dean 🤔 blom pernah nongol di cerita manapun sih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Big MOMMA
General FictionGemintang begitu takut sendirian. Dia takut tidur dalam kegelapan. Dia enggan tinggal sendirian di ibukota. Dia berharap ada satu bahu tuk bersandar. Namun semuanya makin sulit saat tak ada secercah harapan akan datang masa dia dipinang, memiliki te...