[...]
[...]
Aku terbangun karena mendengar suara batuk yang tidak berhenti daritadi. Mataku langsung melihat ke arah jam weker diatas meja belajar, pukul setengah 1 malam. Aku turun dari kasur dan membuka pintu kamarku, mencari-cari suara batuk itu berasal dari mana.
Awalnya aku melihat ruang tengah sudah sepi, berarti bunda dan ayah sudah tidur dan mereka tidak sedang sakit. Lalu aku mendekat ke pintu kamar Jisung, menempelkan telingaku di pintunya dan aku bisa mendengar suaranya batuk.
Tanpa mengetuk, aku langsung masuk ke kamarnya dan berjongkok di samping kasurnya. Aku lihat disekitar dahi hingga lehernya dipenuhi keringat, bahkan lengannya juga basah.
"Ya allah, maafin y/n karena y/n
mau pegang Jisung sebentar," gumamku sebelum memegang dahi Jisung. Saat ku pegang dahinya terasa cukup panas, segera aku ambil termometer di kamarku dan mengecek suhu tubuh Jisung. Sementara itu aku turun ke dapur dengan pelan untuk mengambil air hangat."38 derajat?" batinku. Aku menyimpan termometer itu dan mengompres dahi Jisung, berharap pagi nanti panasnya bisa turun.
Sebenernya, aku juga ngerasa bersalah. Jisung rela ngorbanin dirinya sendiri buat gak ngebiarin aku basah kuyup, jadi demam gini anaknya. Demi nebus rasa bersalahku, aku rela gak tidur buat ngurusin Jisung sampai panasnya lumayan turun.
[...]
Setelah sahur dan solat subuh, aku balik ngurus Jisung. Perihal Jisung sakit pun aku belum ngasih tau orang tuaku. Aku gamau mereka ikutan repot, jadi biar aku aja.
Setelah ngecek suhu tubuhnya lagi, aku agak lega karena udah lumayan turun jadi 36,5 derajat. Aku urus lagi bentar sampai aku gak sadar kalo ketiduran.
Beruntung aku ketiduran cuma sampai jam 8, aku langsung mandi, bersih-bersih dan buru-buru nyamperin bunda dibawah buat nanya obat dengan alih-alih temenku sakit.
"Bun, obat demam apa ya? Ini si Rizka, temen aku sakit dari kemarin," ujarku. Yaallah, maafin y/n lagi karena udah bohong sama bunda.
Bunda menghentikan langkahnya yang baru saja mau keluar dari rumah, "Paracetamol atau Sanmol, biasanya manjur, bilangin ke dia cepat sembuh ya."
Aku ngangguk dan sekalian ngantar bunda sampai pagar rumah karena bunda mau pergi kerja seperti biasanya. Begitu bunda udah pergi, aku buru-buru masuk lagi, ngambil makan, minum serta obat yang untungnya siap sedia dirumah. Langsung aja aku antar ke kamar Jisung.
Aku nepuk pipinya pelan, supaya laki-laki ini bangun. Awalnya dia ngeluh, tapi setelah aku usap rambutnya akhirnya dia mau bangun.
"Sorry, i should say this. You're sick, right now, then you must eat your food and your medicine too," ujarku pada Jisung.
Dia gak nolak dan langsung makan apapun yang aku kasih. Sementara dia makan, aku ke bawah untuk ganti air kompres, dan begitu balik ke kamar Jisung semua makanan, minum bahkan obatnya juga udah dia habiskan.
Aku megang dahinya lagi yang mulai kerasa agak mendingin, "Do you wanna rest again?"
Jisung cuma ngangguk dan langsung rebahan lagi. Aku juga langsung ngompres dahinya dan nyelimutin lehernya pakai handuk kecil hangat supaya batuknya reda.
"You're fever," ucapku. Jisung menoleh dan menatapku sayu, seperti pandangan orang sakit seperti biasa.
"Thanks, to take care of me," balasnya dengan suara pelan. Aku hanya mengangguk dan menepuk-nepuk punggung tangannya karena sebelumnya ia minta digitukan supaya bisa tidur.
"You are same with my mom," katanya tiba-tiba dengan suara parau. Aku hanya mendengarkan celotehannya. "I like it, i.. i feel better and i feel i have mom here," sambungnya.
Aku terus menepuk punggung tangannya, "Sstt.. Sstt.. Today, i am your mom," kataku membuat lelaki yang lebih tua 4 tahun dariku ini terkekeh pelan.
"My mom? Kkk, you're so cute to be my mom," ejeknya. Aku ikut tersenyum dan masih menepuk punggung tangannya, "Aren't you go to sleep again?"
Jisung menggeleng pelan, "No, i'm sweat. I wanna take a bath," ucapnya sambil berusaha turun dari kasur.
Aku menyuruhnya duduk dulu sambil menungguku menyiapkan air hangat untuknya. Begitu siap, aku langsung membantunya berjalan ke kamar mandi takutnya nanti tiba-tiba ia limbung atau jatuh, kan aku susah ngangkatnya.
Setelah itu aku membereskan kamarnya dan turun ke bawah.
"BWAA!!!"
Aku hampir menjatuhkan diri dari sofa karena Jisung yang tiba-tiba berteriak di belakang ku, persis dibelakangku. Begitu aku melihatnya, ia hanya tertawa dan ikut duduk disamping kursiku.
"Do you feel better?" tanyaku tanpa mengalihkan pandangan dari tv.
"Ya, i'm feel better now. Ouh, what's this? Indonesia's reality show?" tanyanya sambil ikut menonton tv. Aku mengangguk dan memberinya setoples kacang agar tidak berisik.
Kami berdua cukup tenang menyimak acara tv ini, tapi aku baru sadar. Apa Jisung ngerti sama acara tv ini?
"Do you understand with bahasa?" tanyaku. Jisung berhenti makan dan menelan bolusnya sebelum menjawab pertanyaanku.
"Sikit, kerana saya faham bahasa malaysia, right?" jawabnya.
Ngapain susah-susah ngomong pake bahasa inggris selama ini ya?
[...]
a/n
Bentar lagi aku bakal ngadain syukuran karena gaperlu bikin teks dialog nya mereka pake basing lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] ᴏɴᴇ ᴍᴏɴᴛʜ • ʜᴀɴ ᴊɪꜱᴜɴɢ ✔
Fanfictionpernah kepikiran nggak, han jisung tiba-tiba udah di depan rumah kamu, minta tolong, terus tinggal sebulan di rumah kamu? selamat berhalu ria❣ [°•Prequel of HIDE • Han Jisung•°] Cover by : @Wonderlater