Sayembara Tanding 4

3.3K 101 1
                                    

Ketika Lukita melenting untuk menghindari guntingan Bagus Kuncung, bersaman itu pula mulutnya mulai menggeram karenan desakan kemarahan di dadanya.  Hanya karena cahaya bulan yang terhalang awan menyebabkan perubahan yang terjadi pada tubuhnya tidak begitu  terlihat. Namun tiba2 ia mendengar Ki Sangga Langit berbisik dengan bahasa siluman : " Jangan Lukita, engkau akan kehilangan semuanya. Lihatlah gadismu itu, begitu pucat wajahnya dan meleleh air matanya. Apakah engkau akan membiarkan ia kehilangan dirimu!". Tiba2 Lukita menyadari dirinya kembali, bahwa ia harus mampu mengendalikan diri agar tidak berubah wujudnya menjadi harimau kumbang yang besar. Dan ketika kakinya menyentuh tanah, Lukita berhasil kembali lagi menjadi manusia. Bersamaan dengan itu terdengar kembali bisikan Ki Sangga Langit : " Tarik nafasmu dalam2, tahan dan menggeramlah dalam batinmu, bukan dengan mulutmu!".
Ketika Lukita mencoba menarik nafas dalam2 serta menahannya, kemudian menggeram dalam batinnya, terasa hawa hangat menjalar keseluruh tubuhnya. Sepeti kalau ia sedang berubah wujud menjadi harimau hitam yang besar. Semua gerakanya menjadi ringan, namun wujudnya tetap tidak berubah. Bersamaan dengan itu, serangan Bagus Kuncung datang membadai. Sebuah tendangan putar melibas setinggi pinggangnya, Lukita tersenyum. Ia tidak melenting lagi, tapi hanya menggeser langkah kebelakang dan mengempiskan perutnya. Tendangan Bagus Kuncung lewat sejari didepan lambungnya. Lukita masih belum membalas, ia masih ingin mencoba melihat dan merasakan perubahan yang terjadi dengan dirinya.
Kembali Bagus Kuncung melancarkan serangan beruntun,  pukulan dan tendangan silih berganti. Namun semua hanya terlewat satu jari saja dari tubuhnya. Kini Lukita merasa sudah mapan untuk membalas serangan2 yang melibasnya. Namun ternyata Bagus Kuncung sudah tidak sabar lagi untuk segera menyelesaikan sayembara tanding ini, tiba2 saja Bagus Kuncung meloncat mundur delapan langkah. Tangan kanannya diangkat mengepal lurus keatas, sementara tangan kirinya menekuk didepan dada, Sementara kaki kirinya diangkat menekuk kedepan. Melihat sikap ini Ki Suta Blonos berseru tertahan : " Kuncung ! ". Akan tetapi seruan Ki Suta Blonos sudah terlambat, Bagus Kuncung sudah meloncat kearah Lukita. Sambil mengayunkan tangannya Bagus Kuncung berteriak keras. Sementara itu Lukita yang baru saja mapan untuk mengenali dirinya terkejut melihat serangan yang datang. Secepatnya Lukita menyilangkan tangan didepan dadanya dan diangkatnya untuk menahan serangan Bagus Kuncung.
" BLAAARRR ", sebuah ledakan dahsyat terdengar memecahkan telinga. Dibawah siraman cahaya purnama yang semakin terang, terlihat Lukita jatuh terduduk, sementara Bagus Kuncung terlempar dan terkapar diam. Karena ingin segera mengakhiri pertempuran tersebut,  ternyata Bagus Kuncung telah melepaskan pukulan " sewu kepelan " ( seribu tinju ) kepada Lukita. Itulah mengapa tadi Ki Suta Blonos berseru terkejut, dan berusaha untuk mencegahnya   namun sudah terlambat. Ilmu pukulan tersebut memang masih belum sempurna, sehingga Lukita masih mampu menahan dengan keluatan silumannya. Namun sebaliknya, kekuatan pukulan " sewu kepalan " yang berhasil ditahan dengan keluatan siluman Lukita, justru berbalik menyerang Bagus Kuncung sendiri sehingga ia terlempar dan jatuh terkapar. Bagus Kuncung masih beruntung karena jantungnya tidak rontok oleh daya pukulan tersebut.
" Kakang !", Nini Sedi terpekik kecil. Rasanya ingin segera menghambur kearah Lukita, akan tetapi ia sadar bahwa hal itu tidak pantas. Nini Sedipun terdiam beku disamping ayahnya. Ki Suta Blonos segera meloncat kearah putranya yang terkapar diam : " Kuncung ! " , tiba2 Bagus Kuncung menggeliat hendak bangun. " Sudah2, Kuncung. Engkau sebaiknya jangan  bergerak. Kamu telan saja obat ini ! " Ki Suta Blonos segera menjejalkan sebutir obat ke mulut Bagus Kuncung. " Ayah, bagaimana dengan si Pengembara dari Pasundan itu, apakah.... apakah..." . " Sudah2 Kuncung, kelihatannya ia tidak apa2 ", jawab Ki Suta Blonos. Sejenak Ki Suta Blonos beringsut kearah Lukita, : " Bagaimana keadaanmu anak muda? ".  " Ya Kyai, aku tidak apa2 !" jawab Lukita sambil mengusap beberapa tetes darah yang meleleh dipipinya.
Malam mulai merangkak ke puncak bersama purnama yang semakin terang, sementara angin kemarau yang  behembus dari punggung bukit Banowati terasa semilir dingin. Kyai Astrajiwa berkata pelan : " Ki Suta Blonos, ", belum selesai kalimatnya sudah dijawab oleh Ki Suta Blonos : " Iya Kyai, anak saya kalah. Sekalian saya minta diri untuk pulang !".  " Silakan ", kemudian Kyai Astrajiwa  memberitahu Lukita untuk istirahat sebelum meneruskan pada pertarungan terakhir melawan Nokidin. Pertarungan yang akan menentukan siapa pemenangnya dalam sayembara tanding malam ini. Dalam pada itu Ki Sangga Langit berkata perlahan pada Lukita : " Engkau terluka dalam, apakah tidak sebaiknya minta agar sayembara tanding ini ditangguhkan dulu ". " Tidak usah Ki Sangga, cuma luka sedikit saja. Aku masih bisa meneruskan pertarungan ini ", jawab Lukita.
Ketika waktu istirahat selesai Kyai Astrajiwa meminta Lukita dan Nokidin bersiap. Ketika keduanya saling berhadapan, tiba2 Nokidin berkata : " Engkau telah terluka dalam, apakah akan kita teruskan pertarungan ini ? ". " Ah, tidak apa2. Hanya terluka sedikit, mari mita teruskan sayembara tanding ini !" jawab Lukita. " Baiklah, mari kita teruskan. Kita berpura2 bertarung saja !" kata Nokidin berbisik. " Maksudmu, aku masih mampu bertarung " jawab Lukita sambil berputar untuk menyerang. Lukita tidak mau keduluan diserang seperti ketika berhadapan dengan Bagus Kuncung. " Aku tidak berminat mencari istri " tiba2 Nokidin berbisik.
Lukita berbisik pula sambil melakukan tendangan berganda : " Lalu apa maumu memasuki sayembara tanding ini kalau bukan untuk mencari istri ?". Nokidin berkelit dengan menjatuhkan diri  : " Aku sebel melihat Bagus Kuncung dan Jaka Kentring, sepertinya cuma mereka saja yang laki2. Sekarang mereka sudah tidak ada, jadi selamat untuk engkau!". Lukita menyerang kembali dengan pukulan berantai sambil berbisik : " Terus sekarang bagaimana ?". " Ya engkau yang menang, bukankah kalian saling mencinta" , bisik Nokidin. " Darimana engkau tahu?" jawab Lukita. " Ah gampang, aku melihat kecemasan pada wajah Nini Sedi kalau melihat engkau sedang diserang Bagus Kuncung !". Lukitapun terdiam, kemudian sambil melontarkam tendangan, bertanya : " Lalu sekarang caranya bagaimana?". " Kita pura2 saling menyerang saja, nanti mendekati tengah malam akan kuberitahu caranya " bisik Nokidin. Mereka berduapun terlihat saling menyerang, benar2 seperti pertarungan yang sengit.
Sementara itu Nini Sedi benar2 cemas melihat jalanya pertarungan, kembali dadanya bergejolak. Bagaiman kalau Lukita kalah, apakah ia sanggup menyaksikannya. Apakah ia akan sanggup menjadi istri orang lain, " Ah aku tidak tahu ". Demikian batin Nini Sedia berkata. Dalam pada itu baik Ki Singa Truna, Ki Astrajiwa, Ki Sangga Langit serta semua yang menyaksikan sayembara tanding menunggu dengan cemas. Siapakah yang bakal menang dalam pertarungan terakhit ini.
Ketika malam sudah hampir mencapai pertengahannya, tiba2 terlihat kejadian yang menegangkan. Entah bagaimana peristiwanya, tahu2 Lukita telah menjepit leher Nokidin dari belakang sambil tubuhnya merendahkan diri. Tampak,  Nokidin berusaha keras untuk melepaskan diri dari jepitan tangan Lukita, sementara Lukita mengunci posisi jepitan pada leher Nokidin  sedang tubuh Lukita terus merendahkan diri dibelakang Nokidin. Mereka berkutat cukup lama, ketika tiba2 Kyai Astrajiwa berseru : " Nokidin, sudahlah. Kamu kalah, tidak perlu diperpanjang lagi, bisa2 lehermu yang patah !". Sejenak kemudian terlihat tangan Nokidin melambai tanda menyerah, selanjutnya perlahan Lukita melepaskan jepitanya. " Engkau menjepit terlalu kencang, hampir2 aku tidak bisa bernapas ", bisik Nokidin. Lukita menjawab dengan berbisik pula : " Maaf, aku tidak sengaja. Biar kelihatan sungguh2".
Kemudian Kyai Astrajiwa berkata : " Ki Singa Truna dan saudara2 sekalian, telah kita saksikan bersama bahwa pada pertarungan terakhir telah dimenangkan oleh Lukita, seorang pengembara dari Pasundan. Demikian kwajiban saya sebagai saksi dalam sayembara tanding telah selesai, kepada Ki Singa Truna diminta untuk segera melaksanakan perkawinan putrinya sesuai hasil sayembara tanding ini.
Nini Sedi tampak begitu bahagia menyaksikan kemenangan Lukita dalam sayembara tanding ini. Kecemasan dan kesedihan hatinya manakala ia harus menjadi istri orang lain sirna sudah. Kini dadanya terasa lapang untuk meniti masa depan yang diidam2kan selama ini. " Kakang Lukita, aku ucapkan selamat atas keberhasilan kakang dalam sayembara tanding ini ", kata   Nini Sedi setengah berbisik. " Ya Nini ", Lukita menjawab lirih. Sebenarnya Nini Sedi ingin berlari dan memeluk Lukita untuk menumpahkan isi hatinya, namun itu tidak mungkin karena mereka memang belum menjadi suami istri.

Bersambung.......

Perkawinan Dua DuniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang