Perpisahan 2

2.6K 91 1
                                    

Hampir saja Nyai Sedi menjerit melihat hasil buruan suaminya, ia mencoba mengucak matanya beberapa kali baranglali ia salah melihat. Namun tetap saja hal itu yang dilihatnya. Hasil buruan yang disebut sebagai " dengkil" ternyata adalah potongan tangan perempuan, sepasang potongan tangan, bahkan masih terlihat noda2 darahnya. " Duh Gusti ", keluh Nyai Sedi : " Mengapa aku harus mengalami hal2 seperti ini ?" Nyai Sedi menjerit dalam hatinya. Ternyata laki2 yang selama ini ia cintai dengan sepenuh hati, laki2 yang selama ini hidup bersama dan yang selama ini begitu sayang padanya,  adalah seorang siluman macan. Ya, siluman macan yang telah menerkam seorang pengantin perempuan yang sedang mencuci di sumur.
Lunglai seluruh tubuh Nyai Sedi, hampir2 ia pingsan. Berbagai pertanyan muncul dihatinya, apakah ia akan memasak hasil buruan itu seperti permintaan suaminya, atau ditinggalkan saja kemudian mengatakan semua itu kepada ayahnya. Kalau ia memasaknya, bagaimana mungkin ia memasak sesuatu yang ia ketahui adalah tangan manusia, apakah ia tega memasaknya. Kalau ia tidak memasaknya, bagaimanakah sikap suaminya itu. Apakah Lukita, suaminya itu akan marah dan kemudian berubah menjadi harimau. Lalu bagaimanakah ia akan menghadapinya, padahal selama ini Lukita sebagai suami selalu bersikap lembut dan sangat mencintainya.  Nyai Sedi benar2 tidak tahu, tetapi akhirnya ia memutuskan untuk memasaknya saja hasil buruan itu. Sambil setengah menggigil Nyai Sedi memotong2 tangan tersebut kemudian dimasaknya dengan bumbu kuning. Diusapnya air mata yang meleleh dipipinya, dikuatkan hatinya untuk menghadapi Lukita suaminya itu. Dipersiapkan dirinya dengan sebaik2nya bagaimana nanti akan menyampaikan kepada suaminya itu.
Sementara itu, sehabis mandi di sungai Lukita pulang. Sampai sejauh ini Lukita masih belum menyadari bahwa keberadan dirinya sebagai seorang siluman telah diketahui oleh Nyai Sedi istrinya itu. Sesampainya dirumah Lukitapun bertanya kepada istrinya : " Nyai, apa sudah siap makananya ? Aku sudah lapar!" . Nyai Sedipun menjawab : " Sudah kakang, tetapi tadi aku makan duluan karena sudah lapar sekali. Sementara kakang Lukita mandi lama sekali !". " Ya sudah gak apa2 ", jawab Lukita. Sesudah makan Lukita berkata : " Nyai, aku akan istirahat. Rasanya capai sekali !". " Iya kakang, silakan istirahat " , jawab Nyai Sedi. " Duh Gusti, bagaimana aku akan bicara sama suamiku agar ia menyadari dengan sebaik2nya " , keluh Nyai Sedi dalam hatinya.
Sampai esok paginyapun Lukita masih belum menyadari tentang keadaan dirinya. Nyai Sedipun masih belum tahu bagaimana cara menyampaikan hal tersebut agar tidak terjadi hal2 yang sangat ditakutkan. Akhirnya ketika hari memasuki malam, Nyai Sedi telah memutuskan : " Biarlah, apapun yang terjadi aku harus menyampaikan kepadanya ", demikian kata hati Nyai Sedi. Maka ketika mereka telah berbaring bersama dipembaringan, dengan hati2 Nyai Sedi lirih berbicara : " Kakang Lukita, maafkan aku. Aku ingin menyampaikan sesuatu ". " Ya Nyai, apa yang akan engkau sampaikan ", jawab Lukita. " Aku, aku....kita..." , terputus Nyai Sedi berkata. " Ya Nyai, bicaralah. Aku akan mendengarkanmu ", Lukita menjawab. ' Ya kakang, kita sudah 5 tahun berumah tangga, tapi....tapi...", kata 2 Nyai Sedi terputus lagi. " Nyai, apakah engkau meragukan kasih sayangku ", tiba2 Lukita bertanya. " Tidak kakang " , Nyai Sedi menjawab : " Aku tahu kakang Lukita sangat mengasihi aku, dan sebaliknya aku juga sangat mencintai kakang ". " Lalu apa Nyai ?" tanya Lukita lagi.  " Ya kakang, kita sudah lima tahun berumah tangga tetapi kita belum punya keturunan. Padahal ayahku benar2 sudah ingin momong cucu !" , demikian Nyai Sedi berkata : " Aku mengerti kakang bahwa dunia kita memang berbeda, itu mungkin yang membuat kita tidak bisa punya keturunan ".
Suasana hening sejenak, Nyai Sedi melanjutkan lagi : " Kakang, sebaiknya Kakang Lukita kembali saja ke dunianya. Kita persaudaraan saja, mari kita berpisah baik2 ", dalam hati Nyai Sedi sudah bulat tekatnya, apapun yang akan terjadi biarlah dihadapinya. Kembali suasana menjadi hening, Lukita menarik nafas panjang. Terngiang kembali kata2 Ki Sangga Langit padanya dulu : " .......  suatu ketika, ia menjadi tua, sementara aku masih seperti sekarang inil, ............  Kamu tahu, kami tidak bisa mempunyai keturunan, ya manusia memang beda dengan kita. Dan puncaknya, ketika ia meninggal dipelukanku, ...... ". Perlahan Lukita berbisik : " Maafkan aku Nyai, dulu aku sudah diperingatkan oleh salah seorang tetua yaitu Ki Sangga Langit. Tetapi engkau tahu bukan kalau aku benar2 mencitaimu. Aku benar2 ingin menjadi manusia dan bisa hidup bersama denganmu Nyai ". Lukita melanjutkan lagi : " Tetapi memang tidak mungkin, kita memang harus berpisah sekarang. Ya berpisah sekarang, Nyai ! ".  " Ya Kakang, .... " , bisik Nyai Sedi. " Aku mempunyai permintaan padamu ", Lukita berkata kemudian. " Permintaan apa kakang ?", jawab Nyai Sedi.
" Pertama, engkau boleh kawin lagi dengan seseorang yang aku tunjuk. Kalau engkau kawin tidak dengan orang yang aku tunjuk, maka orang itu akan aku bunuh " , kata Lukita. " Maaf kakang, siapakah orang yang akan kakang Lukita tunjuk ? " tanya Nyai Sedi.  " Nanti akan aku jelaskan " , sambung Lukita : " Kedua, akan aku  katakan kalau aku sudah selesai dengan yang pertama.  Begini Nyai ", jelas Lukita : " Engkau ingat bukan waktu sayembara tanding dulu siapa yang terakhir bertarung melawanku ". Nyai Sedi menjawab : " Maksud kakang, Nokidin? " . " Ya Nokidin " , jawab Lukita : " Saat itu Nokidin tahu aku terluka oleh serangan Bagus Kuncung dan ia meminta aku menangguhkan pertarungan. Tapi aku tidak mau, aku ingin semuanya selesai saat itu juga. Disamping itu, Nokidin juga mengatakan bahwa ia masuk sayembara tanding bukan untuk mencari istri, tapi karena ia tidak suka dengan Bagus Kuncung dan Jaka Kentring ". Lukita terdiam sejenak, sepertinya sedang memikirkan sesuatu, lalu melanjutkan lagi : " Nokidin tahu bahwa kita saling mencintai, maka ia mengajak pura2 bertanding ". Lukita meneruskan lagi : " Padahal kalau Nokidin bertarung sungguh2, belum tentu aku menang. Artinya Nokidin telah memberi kesempatan padaku untuk menang ".
Nyai Sedi terdiam sesaat, lalu bertanya : " Kakang, lalu apa hubungannya dengan kita ini sekarang ? ". " Aku akan meminta agar ia mengawini engkau, supaya engkau bisa memiliki keturunan ", jawab Lukita. " Tapi....tapi...apakah ia mau, apalagi kalau ia sudah beristri ? " tanya Nyai Sedi : " Lebih2 sekarang aku sudah tua, sudah berumur 20 tahun ?". Lukitapun berkata : " Kalau ia sudah beristri, aku akan memohon padanya agar ia mau. Bukankah seorang lelaki (manusia) bisa beristri lebih dari satu ?". Suasana kembali hening, " Nyai, aku sekarang akan ke Pekuncen. Menemui Nokidin ",  Lukita berkata. " Malam2 seperti ini kakang Lukita akan menemui Nokidin, apa tidak besok saja ?' tanya Nyai Sedi. " Justru malam2 seperti ini aku bisa leluasa bergerak dan berbicara dengannya " , jawab Lukita. " Terserah kakang saja " kata Nyai Sedi.

Bersambung........

Perkawinan Dua DuniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang