Tanpa terasa perjalanan perkawinan Lukita dan Nini Sedi telah menapak 5 tahun. Kebahagiaan dan keceriaan selalu tampak mewarnai kehidupan mereka. Disaat2 musim tanam, Lukita berangkat ke sawah pagi2 buta. Kemudian menjelang matahari tingginya dua penggalah, Nyai Sedi datang membawa makanan. Merekapun makan dengan penuh keceriaan. Selanjutnya manakala musim menunggu panen padi tiba, Lukita pergi ke ladang. Lukita benar2 telah lupa bahwa ia adalah seorang siluman pejajaran, ia merasa bahwa ia adalah manusia seperti yang lainnya. Namun demikian ada satu hal yang kurang sampai dengan 5 tahun mereka berumah tangga, mereka belum mempunyai keturunan. Sudah berapa kali Ki Singa Truna ingin bertanya kepada Nyai Sedi tentang hal tersebut, bagaimanapun tentu Ki Singa Truna telah merindukan untuk momong cucu. Namun Ki Singa Truna tak sampai hati menanyakan hal tersebut. Ki Singa Truna tidak ingin merusak ketenangan rumah tangga anak yang hanya satu2nya itu, meskipun dalam batinnya muncul kekecewaan.
Hingga pada suatu ketika....
" Nyai, kemarin sore ketika aku mau pulang dari ladang, ada teman2ku datang menengok ", Lukita berkata kepada istrinya. " Oh iya, betulkah ?", jawab Nyai Sedi : " Mengapa kakang tidak mengajak mereka mampir le rumah. Agar mereka mengetahui rumah kita ini, siapakah teman2mu itu kakang ? ". " Ya ya, aku lupa ", jelas Lukita : " Mereka adalah teman2ku sewaktu aku jadi prajurit di Pejajaran dulu. Lagi pula mereka sedang dalam perjalanan, hingga tak sempat mampir kesini ". Nyai Sedi pun bertanya lagi : " Apakah dulu kakang seorang prajurit? Alangkah senangnya jadi seorang prajurit, kenapa kakang berhenti ? ". " Ya ya, dulu aku berhenti dari prajurit karena aku ingin mrngembara. Kalau aku tidak mengembara tentu aku tidak bertemu engkau Nyai " , jawab Lukita : " Tentu aku tidak akan mempunyai istri secantik dirimu Nyai ". " Ah kakang,... .kakang Lukita selalu memujiku. Di tanah Pasundan kan banyak gadis yang cantik2. Tentu banyak yang ingin jadi istrinya seorang prajurit ", jawab Nyai Sedi : " Disini kakang cuma jadi seorang petani, tiap hari bawa cangkul kesawah. Kakang tentu akan tampak gagah dengan baju prajurit serta menyandang tombak atau pedang ". " Sudah Nyai ", kata Lukita : " Tak ada yang lebih membahagiakan aku selain hidup bersamamu disini. Besok aku akan pergi berburu bersama teman2 ! ". Nyai Sedi tertunduk : " Ya kakang ".
Esok paginya ketika mentari pagi telah menyembul dipunggung bukit Banowati, semburat sinarnya menyentuh lekuk2 Igir Oyod dan bukit Kukusan, Lukita pamit pada istrinya : " Nyai, aku akan pergi berburu dengan teman2ku. Engkau baik2 saja dirumah ". " Ya kakang, hati2 diperburuan. Aku menunggumu " , jawab Nyai Sedi. " Ya Nyai". Siang itu Nyai Sedi tidak melakukan kegiatan apa2, waktu tinggal menunggu panen saja sementara diladang juga tidak ada yang dikerjakan. Dalam pada itu, ketika matahari mulai tergelincir ke barat, tiba2 Man Wangsa datang dan berkata dengan terbata : " Nyai, ayahmu dimana ?". " Ada apa Man Wangsa, kelihatannya penting sekali. Tadi ayah dibelakang, masuklah ! " , jawab Nyai Sedi. Man Wangsa segera masuk ke rumah dan berseru : " Ki Singa..... Ki Singa, ada yang perlu Ki Singa ketahui ! ".
" Ada apa Wangsa, engkau kelihatan cemas dan tergesa? ", demikian Ki Singa Truna berkata. " Anu Ki Singa, anu....." jawan Man Wangsa terbata. " Anu apa Wangsa, coba bernafas dulu ! ", berkata Ki Singa Truna. " Tadi siang adikku, .... adikku... ", berkata Man Wangsa. " Adikmu kenapa ? " , kembali Ki Singa Truna bertanya. " Iya Ki Singa, tadi siang adikku pulang dari Danasari mengabarkan " , Man Wangsa berhenti lagi. " Iya, adikmu mengabarkan apa. Coba bicara yang yang jelas ! " , kata Ki Singa Truna. " Iya Ki Singa, tadi adikku mengabarkan kalau di Danasari baru saja ada peristiwa mengerikan " , kata Man Wangsa. " Peristiwa mengerikan, peristiwa apa ?, tanya Ki Singa Truna. " Iya Ki Singa, seorang pengantin perempuan yang baru satu minggu kawin ketika sedang mencuci pakaian disumur, tiba2 diterkam oleh kyaine " , jelas Man Wangsa. " Kyai siapa yang menerkam pengantin baru. Apa kyai itu kepengin kawin lagi ? , tanya Ki Singa Truna. " Maksudnya bukan kyai orang ", kata Man Wangsa. " Terus kyai siapa maksudmu ?, tanya Ki Singa Truna lagi. " Itu Ki Singa, kyaine yang kakinya empat dan ada ekornya " , jelas Man Wangsa. " Oo maksudmu macan ", berkata Ki Singa Truna. " Ya itu Ki Singa ", jawab Man Wangsa : " Saya khawatir kalau2 nanti kyaine terus mampir ke dukuh kita ini ". " Ya ya, kalau begitu, beritahu orang2 untuk berjaga2. Sedi.... Sedi ", Ki Singa Tuna segera memanggil Nyai Sedi. " Suamimu kemana ? ". " Ya ayah, kakang Lukita tadi pagi pergi berburu dengan teman2nya ", jawab Nyai Sedi. " Siapa teman2 suamimu, mengapa tidak diajak mampir dan diperkenalkan denganku ? ", tanya Ki Singa Truna lagi. " Ya ayah kata kakang Lukita, mereka adalah teman2 sesama prajurit dulu. Sekarang mereka sedang dalam perjalanan, jadi tidak sempat mampir ", jawab Nyai Sedi. " Ya ya ", jawab Ki Singa Truna : " Engkau jangan ke sungai dulu ! ". " Ya ayah ", demikian Nyai Sedi menjawab.
Sampai menjelang senja, ternyata Lukita belum juga pulang. Nyai Sedipun menjadi gelisah : " Ada apa gerangan sampai sekarang kakang Lukita belum juga pulang " , demikian pertanyaan dalam hati Nyai Sedi : " Apa ada halangan atau terjadi kecelakaan atau..." . Silih berganti pertanyaan yang muncul dihati Nyai Sedi. Bahkan ketika mentari telah tenggelam Lukita belum juga pulang, Nyai Sedi segera bersiap mengatakan kepada ayahnya. Namun tiba2 muka Nyai Sedi menjadi cerah ketika mendengar suara memanggilnya dari halaman. " Nyai ! ", Nyai Sedi segera lari menuju pintu : " Kakang, kakang tidak apa2 mengapa sampai matahari terbenam kakang baru pulang. Adakah sesuatu dijalan atau...", demikian Nyai Sedi bertanya. " Ya Nyai, tidak ada apa2. Rasanya aku capai sekali ". " Syukurlah kalang, hatiku sangat gelisah " jawab Nyai Sedi. " Ya ya Nyai, aku mau ke sungai dulu umtuk mandi biar segar. Keringat ini rasanya gatal sekali. Oh ya, tadi aku dapat bagian "dengkil" ( kaki binatang buruan ) dari teman2ku. Kuletakkan di dapur, tolong dimasak bumbu kuning. Nanti sehabis aku mandi kita makan " demikian kata Lukita. " Iya kakang ".
Ketika Lukita mandi ke sungai, Nyai Sedi segera ke dapur untuk memasak hasil buruan suaminya. Dan betapa terkejutnya Nyai Sedi ketika melihat hasil buruan tersebut. Dengan muka pucat dan tangan yang menggigil Nyai Sedi memperhatikan hasil buruan yang disebutkan oleh suaminya : " tadi aku dapat bagian " dengkil ".Bersambung.......
KAMU SEDANG MEMBACA
Perkawinan Dua Dunia
Mystery / ThrillerKisah perkawinan antara dua makhluk yang berbeda alam, yaitu antara wanita dari dunia nyata ini dengan laki2 dari alam siluman