Lihat Aku

6.5K 635 35
                                    

“Masuk!” ucap Justin saat mendengar pintu ruangannya diketuk.

“Maaf Pak, saya ingin mengingatkan kembali kalau jam sepuluh nanti kita ada meeting dengan klien dari Jepang.”

“Hmm.” Justin mengibaskan tangannya meminta sang sekretaris untuk pergi, Priska menghela nafas jengkel dengan bosnya yang kelewat acuh. Jangan lupakan sifat pemarah bosnya itu, sehingga membuat Justin ditakuti karyawannya.

Justin melanjutkan aktivitasnya berselancar ria di internet, ia sedang membaca sebuah artikel mengenai tips serta langkah untuk mendapatkan hati seorang janda. Mungkin ini gila, karena disaat para gadis muda dan lajang di luaran sana  mengantri untuk ia jadikan istri tapi dirinya malah tergila-gila dengan seorang janda yang sama sekali tidak memiliki rasa terhadapnya.

Justin memijit pangkal hidungnya, mudah baginya untuk mendapatkan Laras dengan kekuasaan yang ia miliki. Tapi Justin tidak ingin memiliki Laras dengan cara seperti itu, Justin yakin Laras pasti akan semakin takut dan membenci dirinya terlebih disisi wanita itu kini ada sosok anak kecil yang juga harus ia menangkan hatinya.

Justin membuka laci meja kerjanya, mengambil sebuah benda dengan warna ungu yang sangat mencolok. Ia tersenyum geli menyadari kekonyolannya, bagaimana tidak ia telah mencuri bra milik Laras dari tali jemuran tanpa sepengetahuan wanita itu.

Justin mencium benda itu, menghirup aromanya yang membuat Justin kecanduan. Justin kini mulai berpikiran kotor, ah sial. Ia tak sabar untuk segera memperistri Laras, kalau ia seperti ini terus ia bisa gila dimabuk oleh perasaan cintanya pada wanita itu.

🍃🍃🍃

Justin mengunjungi rumah Laras dengan hati berbunga-bunga, senyum di wajah Justin mengembang melihat wanita yang sangat dicintainya sedang tertawa bahagia bersama pangeran kecilnya. Bahagia rasanya jika ia bisa bergabung bersama mereka, memiliki istri yang lembut dan perhatian serta anak yang sangat menggemaskan.

“Hai, boleh aku bergabung bersama kalian?” Justin menyapa Laras dan Rafka, bocah tampan itu menatap Justin dengan wajah cemberut. Pria ini kemarin mengaku sebagai calon Ayahnya, kata Omanya Ayah tiri itu jahat Rafka tidak mau punya Ayah tiri.

“Kamu mau apa lagi kesini Justin?” Tanya Laras, setelah ia meminta Rafka untuk segera masuk ke dalam rumah.

“Bertemu calon istri dan anakku, serta membuat dia jatuh cinta dan mau menikah denganku.” Sahut Justin, ingin sekali Laras mencakar wajah pria di depannya ini dengan kuku-kukunya yang panjang.

“Pulanglah Justin, kehadiranmu hanya akan membuatku menjadi bahan gosiban tetangga.’ Ujar Laras, mengingat dirinya yang berstatus janda membuat orang akan mudah berburuk sangka padanya saat melihat seorang pria berkunjung ke rumahnya.

“Kenapa harus mempedulikan omongan orang.”

“Kamu bisa berbicara seperti itu karena kamu tidak merasakan apa yang aku rasakan, pulang Justin!” Laras mengambil sapu dan mengancang-ancang ingin memukulnya ke arah Justin.

“Wow, jangan pukul calon suamimu ini Laras.” Kata Justin, dengan tatapan mengejek.

“Pulang tidak, kalau kamu tidak mau sapu ini melayang ke wajahmu!” Laras mempelototi Justin dengan galak, ia tidak main-main dengan ucapannya.

“Oke, oke. Aku akan pulang.” Justin mengangkat kedua tangannya, tanda ia menyerah Laras menurunkan sapunya.

“Ya sudah pergi sana, jangan datang lagi kesini.”

“Aku akan pulang, tapi besok aku akan akan kesini lagi.” Justin mengecup pipi Laras kemudian ngacir sebelum sapu di tangan Laras melayang ke wajah tampannya, pria itu berlari seperti maling dikejar warga karena ke tangkap basah sedang mencuri.

🍃🍃🍃

“Saatnya makan siang!” seru Laras, membuat Rafka yang semula menonton televisi langsung menuju ruang makan. Ia menatap masakkan yang dibuat Bundanya, ada udang dan cumi goreng kesukaannya, sup kentang dan ayam goreng crispy. Ia akan makan dengan banyak, Rafka dengan tak sabar menunggu Laras menyajikan semua masakkan itu ke dalam piringnya.

“Masakan Bunda enak.” Ucap Rafka mencomot udang gorengnya.

“Kamu makannya yang banyak.” Laras menambahkan nasi lagi ke piring Rafka, Laras tersenyum lebar saat Rafka makan dengan lahap. Keakraban Ibu dan anak itu terganggu saat ada yang mengetuk pintu rumah mereka, Laras berdecak kesal pasti itu si kunyuk Justin, pikirnya.

“Sebentar ya, Rafka makan saja dulu.” Rafka mengangguk membiarkan Laras pergi untuk membuka pintu.
Laras mematung, mulutnya seakan terkunci melihat siapa yang bertamu ke rumahnya. Bibirnya bergerak seperti hendak berbicara, namun suaranya tercekat di tenggorokan.
Wajah Laras nampak pias, ia begitu terkejut melihat kehadiran Alan yang begitu tiba-tiba. Bagaimana pria itu bisa tahu ia tinggal disini, mungkinkah Justin yang memberitahukan keberadaannya pada Alan. Gawat, jika Teresa tahu wanita itu akan marah dengannya.
Laras ingin menutup pintu rumahnya, namun dengan tenaga Alan yang lebih besar ia mampu menahan pintu itu “Laras.” Ucap Alan menyebut nama wanita yang sangat ia rindukan, Laras mundur saat Alan melangkah mendekatinya.

“Tetap di tempatmu, jangan dekati aku!” tatapan Alan berubah sendu, mendapati penolakan dari Laras mantan istri yang sampai saat ini dicintainya.

“Kamu tidak merindukan aku? Bukankah kita sudah lama tidak bertemu.”

“Merindukanmu? Aku sama sekali tidak merindukanmu, yang ada aku membenci kehadiranmu.”

Alan tersenyum remeh “aku tidak yakin kalau kamu membenciku, kamu masih mencintai aku.” Wajah Laras berubah marah, ia mendorong Alan hingga pria itu terhuyung.

“Pergi dari rumahku sekarang juga!” Laras berteriak dengan keras mengusir Alan, Rafka yang berada di ruang makan mendengar teriakkan Laras menjadi khawatir dengan Bundanya ia memutuskan untuk menghampiri Laras, ia menatap bingung pria asing yang berdebat dengan Bundanya.

Perhatian Alan terhadap Laras teralihkan melihat kehadiran seorang anak kecil ditengah perdebatan mereka, Rafka dan Alan sama-sama saling menatap. Rafka merasa mengenali pria asing yang kini berada di rumahnya, ia merasa mereka telah saling mengenal walau ia tak tahu dimana mereka pernah bertemu.

“Rafka, anakku kamu sudah besar sekarang.” Dengan mata berkaca Alan menghampiri anaknya.
Rafka menjauh ketika Alan semakin mendekatinya entah mengapa ia tidak menyukai pria asing yang kini menatapnya, Alan tersenyum getir melihat Rafka yang tengah menatapnya dengan aneh. Anak kandungnya tidak mengenali dirinya, Alan merasa jantungnya seperti diremas-remas tangan tak kasat mata.

“Laras benarkah dia Rafka anakku?” tanya Alan, ia masih tak percaya kalau Rafka sudah sebesar ini karena terakhir kali ia melihat Rafka anak itu belum genap berusia tiga tahun.

“Iya dia memang anakmu, yang dulu pernah dengar kejam kamu ingin singkirkan.” Desis Laras.

Ingatan Alan terlempar pada kejadian dimana dulu ia pernah ingin membuat Laras keguguran. Tanpa diminta air mata telah menggenangi pelupuk matanya, penglihatannya kini mulai kabur oleh air mata menatap Rafka yang sangat mirip dengannya sewaktu kecil.

Rafka nampak tak suka melihat kehadiran dirinya, mungkinkah Laras menceritakan seperti apa perlakuannya dulu sehingga anak itu kini membencinya.







Mengejar Cinta Sang JandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang