Wattpad Original
Ada 1 bab gratis lagi

06. Unlucky

10.7K 625 21
                                    

Neysha kembali menghela napasnya gusar ketika pintu lift apartemen itu terbuka. Kakinya perlahan menapak di lantai lobby yang terlihat mewah dan juga elegan.

Wanita itu melewati Alka yang kala itu telah berdiri tepat di hadapannya. Tentu saja hal itu tidak dilakukannya dengan sengaja, Neysha memang tidak menyadari keberadaan pria itu karena kepalanya terus menunduk ke bawah.

Alka menatap Neysha iba, tak berniat untuk menghentikan langkah kaki wanita itu yang perlahan menuju ke arah pintu keluar bangunan apartemen itu.

Alka berjalan dengan tenang, mengikuti Neysha—yang masih tak menyadari kehadirannya—dari arah belakang.

"Satu ...."

"Dua ...."

"Tiga ...."

Neysha menghitung setiap langkah kakinya pada dasar tanah, mencoba untuk menyibukkan diri agar segera melupakan keinginannya untuk kembali menumpahkan air mata untuk pria brengsek seperti Vino.

Neysha mengeluarkan ponselnya, menatap kontak Alka dengan cukup lama, merasa ragu untuk menghubungi pria yang sejak kemarin telah dihindari olehnya.

"Pencet aja, Ney."

Neysha sontak memutar tubuhnya ke belakang dan mendapati Alka yang tengah tersenyum hangat ke arahnya.

"Se-sejak kapan lo di sini?"

Wanita itu bergegas menyembunyikan ponselnya di belakang punggungnya, tapi tanpa sengaja salah satu jarinya malah menekan nomor milik pria itu.

Alka menyalakan layar ponselnya, menatapnya sejenak sebelum menunjukkannya kepada Neysha.

"Gue udah dari tadi nunggu lo di lobby, elonya aja yang nggak sadar dari tadi."

Neysha mendengus karena merasa malu. Wanita itu pun membatalkan panggilannya sebelum memasukkan ponselnya ke dalam tas.

"Lo sengaja ngehindarin gue?"

Alka mencoba untuk menyamakan langkah kaki mereka ketika Neysha telah beranjak pergi lebih dulu untuk melarikan diri darinya.

"Ney, gue sebenernya bawa mobil, loh. Tunggu di sini bentar mau, nggak? Gue ke basement dulu."

Neysha mengacuhkan perkataan Alka dan terus melanjutkan jalannya. Hal itu membuat Alka hanya bisa menghela napasnya, pasrah untuk meninggalkan mobilnya di apartemen itu demi menemani Neysha yang tampaknya sangat ingin berjalan kaki di malam sedingin ini.

"Ntar lo masuk angin."

Alka menyampirkan jaket tebal yang dikenakannya di punggung Neysha untuk menutupi tubuhnya dari angin malam yang cukup menusuk, tak seperti hari-hari biasanya.

Keduanya berjalan cukup lama dalam keheningan. Alka menahan rasa gatal-gatal pada tubuhnya ketika keringat malam perlahan mulai membasahi tubuhnya.

Neysha diam-diam melirik ke arah Alka yang tengah menggaruk kulit lehernya hingga berubah warna menjadi kemerahan.

Ingin rasanya Neysha memukul tangan Alka yang kemungkinan dapat melukai dirinya sendiri, tapi rasa gengsinya yang terlalu tinggi membuatnya harus mengurungkan niat tersebut.

Alka yang menyadari bahwa sejak tadi Neysha tengah diam-diam memperhatikannya pun menggaruk kulit lehernya dengan lebih kasar.

"Gatel banget, Ney ...."

Menurut Alka, merengek dan memelas memang satu-satunya cara yang paling ampuh untuk mengatasi situasi seperti ini.

Alka mulai menggaruk-garuk lengannya yang mengalami dislokasi dengan gemas, ingin mendapatkan perhatian lebih dari Neysha sekaligus memang merasa gatal di bagian tubuh itu.

Neysha berdecak kesal sebelum menghentikan langkah kakinya, memukul pelan tangan Alka yang sejak tadi bertugas untuk menggaruk-garuk.

Wanita itu menatap Alka geram sebelum meraih lengan pria itu untuk mengecek seberapa parah kondisinya.

Neysha meringis ketika melihat beberapa luka lecet yang muncul di permukaan kulit kemerahan Alka. Wanita itu meniup lembut kulit Alka sembari mengusap-usapnya dengan penuh kesabaran.

"Perih, Ney ...."

"Yang mana?"

Neysha menatap Alka khawatir sebelum kembali meniup-niup kulit lengan pria itu.

"Hati lo, maksud gue."

Wanita itu menghentikan pergerakkannya, kepalanya terangkat kembali untuk menatap Alka yang kini telah meletakkan kedua tangannya di bahu Neysha.

"Gue nunggu lo untuk nangis dari tadi."

Mendengar ungkapan dari Alka, membuat perasaan Neysha mellow kembali. Mata wanita itu mulai berkaca-kaca dan mengabur ketika Alka menarik tubuhnya untuk masuk ke dalam pelukkan pria itu.

"Lo boleh nangis sepuasnya, Ney. Gue nggak bakal liat kalau memang itu ngebuat lo merasa nggak nyaman."

Neysha menenggelamkan kepalanya di lekukan leher Alka seiring dengan tumpahnya air mata wanita itu. Alka mengusap punggung Neysha dengan lembut, mencoba sebisa mungkin untuk menenangkannya.

"Vino emang brengsek, Ka ...."

Neysha menguraikan pelukannya dengan Alka. Wanita itu menatap Alka dengan air mata yang masih memenuhi kantung matanya.

"Kenapa cowok yang gue suka nggak pernah bener-bener suka sama gue, sih?"

Wanita itu menghapus kasar air mata yang membasahi pipi tembamnya.

"Bahkan cowok yang gue benci sekalipun, juga benci sama gueeeeeeee ...."

Alka menarik Neysha untuk kembali masuk ke dekapannya, mengacuhkan telinganya yang berdenging akibat suara tangisan keras yang keluar dari mulut wanita itu.

"Hidup gue itu tragis dan sial, Ka. Karena itu, gue nggak mau hidup lo kebawa sial gegara gue ...."

Alka menghentikan tepukkan lembutnya pada punggung Neysha. Mencoba mencerna maksud dari perkataan wanita itu.

"Gue nggak bisa nerima lamaran lo. Nggak! Lebih tepatnya, gue nggak akan pernah mau nikah. Gue cabut omongan gue kemarin, soal kepengen merit!"

Alka melepaskan pelukkan keduanya, kini kepala pria itu sedikit menunduk untuk mempermudah Neysha menatap matanya.

"Anggap aja lo emang orang paling tersial di bumi ini, Ney ... tapi gue berharap, lo nggak lupa kalau Tuhan nggak sekejam itu. Dia ciptain gue, orang paling beruntung di dunia ini, untuk berbagi semua keberuntungannya sama lo ...."

Neysha terdiam tak berkutik, begitu juga dengan air matanya yang kian berhenti menetes.

Alka meletakkan kedua tangannya untuk menjepit pipi tembam Neysha yang selalu saja berhasil membuatnya merasa gemas.

"Tolong pikirin ulang keputusan lo, Ney ... gue memang sahabat lo, tapi gue nggak yakin, kita bakal bisa terus sahabatan kalau lo sampe mutusin untuk menolak lamaran gue."

Neysha tak bisa lagi mengerjapkan matanya kala itu. Ia terlalu kaget dengan ancaman tak langsung yang diberikan pria itu kepadanya.

"Santuy, gue nggak berharap lo langsung jawab, kok. Gue kan, orang yang penyabar."

Alka tersenyum hangat sembari mengusap bekas air mata yang masih tersisa di pipi Neysha.

"Gue tau otak lo pasti penuh pertanyaan dan gue juga tau kalau saat ini lo terlalu syok untuk bertanya."

Wildest MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang