Stray

1.8K 225 51
                                    

Bagai lapisan kaca, sebening kristal, dan sepucat mayat. Garis-garis pembuluh darah yang memiliki dua jenis warna biru dan hijau tak tampak timbul meski kulitnya nyaris tembus pandang.

Giginya tidak bergemelatuk, bahunya tidak bergetar, tapi sorot matanya melemah, tidak ada uap yang mengepul di udara. Warna merahnya sedikit memudar, tergeletak tak bergerak di atas tumpukan salju yang semakin menebal tiap detiknya.

Tak berkedip, gundukan kecil dengan rambut sehitam helai bulu gagak itu menatap kosong pada seseorang yang berdiri menyaksikannya sekarat.

Laki-laki bermantel hitam, uap juga tak mengepul di depan hidung bangirnya. Tak berekspresi, kedua tangannya bersarang nyaman di dalam saku mantel.

"Kenapa bocah sepertimu berada di sini?"

Pada siapa dia bertanya?

Burung gagak di atas pohon mengepakkan sayap hitamnya, menggeleng-nggelengkan kepala. Mengawasi dengan tajam sosok si pria dan seorang anak yang terbaring sekarat di bawah salju yang turun.

Kepalanya bergerak menoleh ke kanan dan kiri, seperti mencari sesuatu, kemudian kembali menatap si anak yang sepertinya berada di usia 6 atau 7 tahun itu.

"Kemana orangtua mu?"

Anak itu terdiam seperti mayat, matanya masih terbuka.

Dia berjalan mendekat, menarik kedua tangannya, kemudian berlutut tepat di samping tubuh anak itu. Yang seperti es, membeku, meraih tangan kanannya dan membalikkanya untuk melihat sisi bagian dalam, tepat di pergelangan tangan ㅡseharusnya letak urat nadi beradaㅡ lalu mengusapnya. Sebuah simbol kecil menghiasi kulit sepucat mayat itu.

"Tinggalkan saja dia, bocah itu akan segera mati Tuan" burung gagak berbicara. Tak tahan terlalu lama menutup paraunya yang runcing.

"Ku pikir para hunter sudah membasmi mereka, ternyata tidak semua" laki-laki itu berbicara pada dirinya sendiri.

Sang gagak mengepakkan sayapnya ringan, terbang turun, mengubah sosok berbulunya menjadi seorang pria bertubuh semampai dan rambut hitam lebat. Berpakaian serba hitam,menatap penuh antisipasi pada si pria yang masih memegangi tangan bocah kecil itu.

"Anda tidak berniat untuk memungutnya bukan?" Gagak bertanya memastikan.

Tak menyahut, laki-laki itu tanpa aba mengangkat tubuh ringkih sang bocah. Mendekapnya di dada, dan menimbulkan pergerakkan kecil pada kedua tangan sang anak yang ia lingkarkan di sekitar lehernya.

"Tuan!"

Krauk.

Sepasang taring kecil tertanam di leher pucatnya, pelukan di lehernya semakin erat, dan laki-laki itu mengayunkan kedua kaki panjangnya, menapak di atas tumpukan salju dengan langkah tenang seperti tak terjadi apapun. Menyangga tubuh kecil di hadapannya dengan satu tangan, sementara tangannya yang lain kembali bersarang di saku mantel.

"Tuan Kris! Anda tidak bisa membawa anak itu bersama anda!" gagak terlihat tidak setuju atas sikap laki-laki itu. Raut wajahnya marah, tidak suka.

"Aku akan mengangkatnya menjadi putraku. Dia bisa berguna untukku" sahutnya tenang.

Bocah laki-laki itu masih meminum darahnya. Seperti seseorang yang tidak menjumpai air selama berhari-hari.

"Anda tidak bisa melakukannya! Apakah anda lupaㅡ"

"Tidak Lui. Aku tidak melanggar peraturan. Apa di matamu anak ini terlihat seperti manusia?" menoleh sembari menghentikan langkahnya, ia menatap sosok pemuda berpakaian serba hitam itu dengan tatapan penuh kekuasaan.

Lui menundukkan kepalanya segera. "Tapiㅡ" rasa takut menekan keberaniannya dititik terbawah. Dia tidak bisa membantah, seorang bawahan tidak diperbolehkan menentang sang pemilik kuasa. Kekuatan itu terasa menghimpit jiwanya.

Tegukan terakhir yang dimasukkan ke dalam tubuhnya, bocah itu mengangkat wajahnya dari leher sang pria, dengan noda darah di sekitar bibirnya, ia menatap laki-laki itu dengan tatapan khas anak-anak, hanya berkedip ketika laki-laki yang memberinya makan balas menatapnya.

"Siapa nama mu?" mata merahnya yang nyaris mati kini kembali hidup.

Bocah itu hanya diam awalnya, hingga kemudian menggerakkan bibir mungilnya yang belepotan. Ia mengucapkan namanya dengan suara kecil yang manis.

"Zitao, paman"

Lucu.

"Kau sendirian?"

Kepala kecil itu terayun naik-turun pelan.

"Kalau begitu mulai sekarang aku adalah Ayahmu. Aku baru saja memberimu makan, jadi kau harus menurut padaku. Kau mengerti?"

Bocah itu seharusnya mengerti, dia tercipta lebih 'sempurna' dari manusia. Maka ia mengangguk lugu, kembali memeluk leher laki-laki yang sudah memberinya makan dan meletakkan dagunya di bahu lebar pria itu.

Melihat sosok pemuda yang berjalan di belakang, menatap dirinya dengan tatapan tak suka. Tapi dia tidak tahu. Dia hanya ingin ikut dengan laki-laki yang sudah memberinya makan malam ini, menyelamatkannya dari kematian.











.

.

.

[End?]

.

.

.












Lama ga ketemu ya? 😁
Maaf ga pernah update. Kinerja otak saya mulai menurun, keliatannya udah masuk fase vakum/hiatus nih, wkwkw

Jangan lupa vote & komen kalo kalian sayang author *hoek* maksudnya sayang kristao & fanfic2nya~

Anyway, sebagai author yg banyak dosa saya mau minta maaf berhubung dalam hitungan hari udah lebaran. Mohon maaf atas kesalahan baik yang disengaja ataupun yang tidak disengaja *bow*

Selamat hari Raya Idul Fitri bagu yang merayakan, dan untuk yang tidak merayakan selamat berlibur panjang~
Ditunggu thrnya sayang-sayangku sekalian~ 😘

Seperti biasa, jangan ditungguin lol

Regards, Skylar
12-06-2018


Regards, Skylar12-06-2018

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
N. O. I. R (Fin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang