Ditaman yang gelap
Seekor burung tanpa nama yang bernyanyi
Dimana kau
Oh kauMalam itu, aku mendengar suara teriakan nunaku saat aku akan memasuki rumah. Dan saat aku masuk, taukah kalian apa yang kulihat? Botol minuman keras memenuhi meja makan rumahku. Dan dikamar nunaku... aku marah jelas. Dengan kedua mataku sendiri, aku melihat appaku memukul nunaku secara membabi buta. Seakan nunaku adalah seekor kerbau yang menolak diajak bekerja. Aku benci melihat appaku slalu melakukan ini pada nunaku kala ia mabuk. Aku ingin mendekat kearah mereka. Aku sangat ingin meninju appaku. Tapi, tatapan itu. Tatapan memohon nunaku yang selalu membuatku lemah.
"PERGI TAE!! JANGAN MENDEKAT!! CEPAT PERGI ATAU NUNA MEMBENCIMU?!!" Kata kata nunaku yang ia ucapkan sambil menangis keras. Mana ada adik yang tega meninggalkan kakaknya dalam keadaan seperti ini? Ya, jika dia adalah adik yang gila. Dan aku adalah salah satu dari itu. Setiap kali langkahku semakin mendekat, nunaku selalu meneriakkan teriakan yang sama. Dan aku...
.
.
."JIMIN! PARK JIMIN! KAU DIMANA?!" Teriakku, memanggil nama sahabat baruku. Bukankah ia bilang bahwa aku slalu bisa mencarinya di danau itu jika aku membutuhkannya? Dan aku sedang mencarinya sekarang. Untuk kujadikan sandaran.
Lama aku mencari. Aku putus asa karna tak menemukannya. Aku meluruh ke tanah. Menangis sejadi jadinya. Berteriak untuk melepas kekesalan. Aku...benci diriku sendiri.
"Kau mencariku, Taehyung?" Aku mendengar suara itu. Akupun menoleh kesana kemari. Aku sangat mengenal suara itu. Park Jimin. Iya itu suara Park Jimin. Tapi dimana dia? Aku sudah mengedarkan pandanganku keseluruh sudut tempat ini. Tapi dimana dia?
"Aku disini, tae." Aku mendengarnya lagi. Dan untuk kedua kalinya aku mencarinya. Aku meneriaki namanya berkali kali. Tapi anak itu tak kunjung kutemukan.
"Hei. Aku diatas sini, Taehyung." Suaranya lagi. Dan tanpa menunggu lama akupun langsung mengangkat kepalaku untuk melihat arah atas. Dan benar saja. Dia, Park Jimin tengah duduk dengan santainya di batang pohon itu sambil tersenyum tulus padaku. Sedikit menyalurkan rasa tenang dalam hatiku.
"Aku tau. Kemarilah. Kau bisa memanjat, bukan?" Ujarnya lagi. Akupun hanya mengangguk dan mulai memanjat. Dia menggeser tubuhnya. Memberiku ruang untuk duduk.
"Gwaenchana. Jangan berprasangka buruk. Bagaimanapun dia tetap appamu, Taehyung. Mungkin dia punya masalah berat sehingga melampiaskan pada nunamu." Ujarnya sambil tersenyum menatap lurus kedepan.
Deg!
Bagaimana anak ini bisa tau? Aku bahkan tak pernah menceritakan apapun tentang keluargaku padanya.
"Aku bisa membaca pikiran seseorang, tae. Maaf jika itu mengganggumu." Jelasnya. Aku sedikit terkejut. Tapi, tak apa. Setidaknya aku sedikit lega jika dia mengetahui masalahku. Aku tak perlu bercerita untuk membagi bebanku.
"Menangislah. Menangis bukan berarti kau lemah." Ujarnya lagi yang tentu sukses membuat air mataku berjatuhan layaknya hujan deras. Aku menangis, berteriak berharap bisa melepas bebanku. Dia hanya menatapku sambil tersenyum simpul sampai aku berhenti menangis, dia langsung memelukku erat.
"Bebanmu juga bebanku, Taehyung. Jangan ragu untuk menemuiku kala kau memiliki masalah. Aku slalu ada disini untukmu." Ujarnya. Aku hanya mengangguk mengiyakan dalam pelukannya. "Jam 4 pagi. Kemarilah saat fajar. Mari melihat langit biru bersama sama. Sekarang pulanglah. Nunamu membutuhkanmu." Lanjutnya. Aku hanya mengangguk hingga aku baru menyadari sesuatu.
"Apa kau selalu disini? Kau tidak pulang?" Tanyaku. Dia hanya tersenyum simpul sambil mengangguk.
"Kenapa?" Tanyaku lagi.
"Pulanglah, Taehyung. Nunamu menunggumu. Soal pertanyaanmu, kelak kau akan mengetahuinya sendiri." Jawabnya. Baiklah. Aku hanya mengangguk dan menatapnya lekat. Setelah itu kulihat dia mengangguk sambil tersenyum kecil. Aku turun dan kemudian berjalan pulang.
.
.
.Di hari itu yang kutau...
.
.
.Park Jimin itu...dia mengetahui segalanya tentangku. Tapi aku tidak sama sekali. Dan Park Jimin itu adalah jelmaan malaikat yang Tuhan kirim untukku. Aku percaya tentang itu.